.
.
.
.
.
"Park Chanyeol, jangan bercanda." aku melambaikan tanganku, berusaha bersikap biasa saja karena mengira dia sedang bercanda. "Jongin itu 'kan temanmu. Jangan bercanda begitu, atau nanti aku laporkan kau kedia," ujarku, sambil menatapnya dengan tatapan santai.
Chanyeol terkekeh. "Iya, maaf. Jangan dilaporkan, dong. Nanti kalau aku butuh stok senjata tapi dia malah mempersulitku, bagaimana?"
Aku tiba-tiba merasa lega karena mengira dugaanku benar, kalau dia hanya sedang bercanda. "Tidak tahu, ya. Bodoh. Makanya semalam itu jangan mabuk berat begitu. Kan aku jadi malah sama Kai," candaku.
Ah, sepertinya candaan begini keterlaluan, aku jadi tidak enak. Biasanya kan memang aku tidak peduli pada hal-hal semacam perasaan sedih atau cinta, jadi aku bicara ceplas-ceplos sesuai pikiranku. Tapi sekarang berbeda. Aku punya hati yang aku jaga, dan karena aku paham bagaimana rasanya mencintai—walau aku masih belum yakin pada Kai, aku jadi merasa tidak enak pada Chanyeol.
"Iyaya." dia tersenyum. "Temanmu itu cerita kalo tadi malam kau ingin menghampiriku, tapi aku malah begitu, ya."
Astaga, Jiwon. Apa aku harus jahit beneran mulutnya itu?
"Lupakan saja," kataku.
"Hei." dia mengabaikan perkataanku, "Kau benar-benar suka pada Jongin?" tanyanya.
Aku mengangguk pelan. "Iya kok?"
"Kenapa ucapanmu kayak ragu begitu?"
"Aku dan Jongin sedang mencoba hubungan ini. Aku belum memastikan bahwa aku benar-benar suka padanya. Aku tidak mau langsung mengambil kesimpulan kalau aku cinta padanya. Kalau nanti perasaanku berubah, kami akan sama sama sakit hati, aku tidak mau. Jadi sebelum dia menganggapnya serius, aku harus memastikan perasaanku lebih dulu."
"Begitu, ya."
Aku mengangguk, lagi.
Chanyeol hanya tersenyum. "Kalau begitu, kenapa kau tidak coba juga denganku?" tanyanya, dengan senyum sinisnya yang aku rasa sedikit aneh.
Tunggu, tubuhku tiba-tiba jadi panas. Kenapa? Apa AC di kafe ini mati? "Uhh, panas sekali. Apa AC mereka mati?" keluhku, mengindahkan pertanyaan Chanyeol barusan.
Chanyeol tertawa, renyah. Itu pertama kalinya aku mendengar dia tertawa cukup keras begitu, walau untuk ukuran normal itu bisa dikatakan tawa yang biasa saja.
"Maaf, kali ini sepertinya aku tidak akan mendapatkan apa yang aku mau hanya dengan negosiasi, jadi aku akan mendapatkannya dengan memaksamu."
Aku terdiam. Tunggu, ucapan dia terdengar aneh. "Tunggu, Chan. Kau... Tidak... Akan melakukan hal yang picik padaku, kan?" tanyaku, dengan sorot mata yang mulai sayu, kesadaranku seperti ditarik paksa oleh entah apa.
"Menurutmu?"
"Kau... Menaruh sesuatu pada minumanku?" tebakku. Aku harap jawabannya tidak. Tapi mengingat kalau tubuhku sepanas ini diruangan ber AC dan disiang hari dimana matahari tidak seterik itu, aku ragu bahwa tebakanku salah.
Dia tersenyum lagi, "Hanya sedikit Afrodisiak," jawabnya, yang membuat tubuhku seketika lemas. Dia benar-benar melakukannya...
Tak lama, sebelum aku sempat mengumpulkan kembali kesadaranku untuk melakukan sesuatu, aku sudah tidak sadarkan diri. Sialan.
.
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sexiest Mafia [NC18+]✔
FanfictionMature content⚠️ "Minha itu sangat kuat dan mendominasi, setidaknya sampai dia dihadapkan pada Kim Taehyung." Mustahil bagi gadis sempurna seperti Choi Minha untuk punya satu pria. Tapi ketika dia dihadapkan pada pilihan untuk menikahi salah satuny...