5. Tak terduga

175 9 0
                                    

Annyeong yeorobun!

I'm back!

How are you? I hope you always happy and stay healthy.

Karena pada dasarnya yang paling tajam di dunia ini adalah lidah.

***

Sinar matahari mulai menembus dan membius semua orang dengan panasnya, terutama semua siswa di kantin. Kebanyakan mereka nongkrong karena tidak mau mengikuti pelajaran. Lagi pula beberapa kelas sedang kosong seharian ini, entah ada apa guru pun seperti tidak perduli dengan muridnya.

Begitupun Marvel dan para pengikutnya yang sedang asik ngobrol di kantin, banyak yang mereka bicarakan mulai dari hal penting sampai hal tak berguna sekalipun. Semuanya tak luput dari perbincangan mereka tadi, tadi sebelum Marvel dan Albert fokus pada kesibukannya. Marvel fokus melamun, sedang Albert fokus dengan ponselnya.

"Woy!" Rey berteriak membuyarkan lamunan Marvel hingga refleks lelaki itu memukul kepala Rey dengan kotak tisu yang ada di meja.

"Bangsat!" Rey mengumpat seraya mengusap kepalanya yang nyeri tak karuan. Sialan Marvel ini, niat membunuhnya atau bagaimana sih?

"Mampus!" Hanya itu sekiranya mata yang dilontarkan oleh Albert. Mana mungkin lelaki itu menolong Rey, ia malah bahagia jika Rey ternistakan.

"Sialan kalian berdua ya!" Sarkas Rey tajam. Rey benar-benar seperti idiot yang ditertawai. Kalau bisa, ia ingin memukul kedua kepala sahabatnya menggunakan pemukul bisbol.

Rey menghela nafasnya, kemudian tersenyum seakan tak terjadi apa-apa. "Kalian pengen gue mati?" Tanyanya lembut dibalas anggukan cepat keduanya. Sialan sekali dia temannya. Capek Rey capek.

"Orang sabar disayang Tuhan, apalagi gue tampan." Puji Rey untuk dirinya sendiri menghadirkan tatapan jijik dari dua sahabatnya. Sangat tidak berperikemanusiaan, untung saja Rey tampan.

Keduanya hanya memutar bola matanya malas. Meladeni Rey seperti meladeni orang gila. Yang ada mereka bisa ikut gila.

"Alay." Gumam Albert membuat Rey kembali menghela nafasnya sabar, hela nafas saja terus sampai tak bernafas. Rey ikhlas, Albert itu sudah biasa mengeluarkan kata-kata pedas bahkan sangat menusuk hati. Yang penting keluar suara saja sudah cukup bagi Albert.

Rey benar-benar muak, ingin rasanya ia mengajak Albert bertumbuk sekarang juga tapi ia harus sadar diri, mengingat sepak terjang Albert yang bukan main-main.

Lelaki itu pernah menghajar orang sampai masuk rumah sakit dan dirawat dua minggu. Alasannya cuman karena orang itu menghina gadis saat SMP dulu. Albert memang tak suka merendahkan perempuan, karena Ibunya juga perempuan. Makanya kalau ada lelaki yang tak menghargai perempuan, maka dengan ikhlas, Albert akan menghajar lelaki itu.

"Ngomong tuh yang panjang, sekali-kali." Marvel memberi saran, walaupun dirinya dikenal cuek, tapi untuk berbicara panjang lebar ia masih mampu.

"Capek."

Rey membelalakkan matanya tak percaya, untuk kedua kalinya dibuat tak percaya dengan sosok Al. Capek dia bilang? Sehari saja hanya beberapa kata yang di keluarkan dia bilang capek? Apalagi menjelaskan materi seperti guru mungkin mulutnya sudah memerah.

"Capek? Bener-bener gak normal." Rey menggelengkan kepalanya seraya memandang aneh Albert yang hanya diam bagai patung. Lelaki itu hanya fokus pada ponsel ditangannya.

***

Bella, sudah duduk di kelasnya bersama Dhila. Gadis itu hanya membuka bukunya untuk sekedar membaca dan mengisi kekosongan yang menyapa. Ingin ia bercerita dengan sahabatnya mengenai keinginannya untuk bekerja paruh waktu. Tidak, bukannya Kiran tak memberinya uang, tapi Bella ingin mandiri.

Gadis Suruhan (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang