11. Sidang

100 6 0
                                        

Annyeong!
Jangan lupa stream Butter feat. Megan Thee Stallion

***

Albert berjalan menyusuri koridor menuju lantai paling atas untuk segera menemui kedua sahabatnya. Sekarang sudah pukul jam 2 siang, dan itu berarti sahabatnya pasti sudah berada di sana semua.

Suasana yang begitu panas dan sengit diantara dua insan yang sedang berebut cewek kini sudah mulai menusuk kulit Albert. AC yang sudah berada di ambang bobrok karena diaktifkan dalam suhu terendah tak lagi berguna, matahari yang semula biasa saja semakin panas. Tatapan tak suka terlempar begitu saja, Albert sudah bergidik melihat kedua sahabatnya.

"Jadi gini?" Suara Albert menggelegar di dalam ruangan tersebut.

"Play station nyala, TV nyala, Bola kasti udah berantakan, AC itu hampir rusak gara-gara kalian." Albert sudah mulai memberikan komentarnya, ruangan yang tadinya rapi menjadi sangat berantakan seperti hutan. Rasanya Albert ingin membakar kedua sahabatnya yang menurutnya terlalu lebay.

"Panas!" Marvel mengibaskan seragamnya yang sedari tadi sudah di buka dan menampakkan dada serta perut atletisnya.

"Sama gue juga." Rey mengambil map tipis yang hanya berisi beberapa lembar kertas di dalamnya. Ia menggunakannya untuk mengipasi dirinya yang juga kepanasan.

"Ayolah Bro. Kita udah sahabatan dari kecil, lo inget kan?" Albert mulai menceritakan kisah sejarah persahabatan yang ia jaga selama ini, memang Albert paling pintar dan jenius, tak heran jika Albert seperti orang yang tak memiliki masalah. Albert sudah biasa menghadapi masalahnya sendiri.

"Dulu diantara kita, kalau ada yang nggak sekolah pasti nggak sekolah semua. Kita sering main bareng, bahkan hampir setiap hari kita main bareng." Kata-kata Albert sungguh sangat membuatnya bernostalgia, ia harap sahabatnya juga merasakan yang ia rasakan.

"Jangan karena satu cewek, persahabatan yang kita bangun sejauh ini hancur. Hampir 9 tahun loh kita bareng." Mengapa harus seperti ini persahabatannya. Hanya karena satu wanita bisa jadi seperti ini. Oke memang dia tak berada dalam posisi Marvel dan Rey, tapi bukankah mereka sudah berlebihan? Terlalu serius dan tak berpikir.

"Gue cuman pengen cinta gue Al." Rey mulai berani mengeluarkan kata-katanya. Ia sangat menyayangi dan mencintai Bella. Apakah semuanya tak ada yang bisa mengerti dirinya? Okelah kalau dirinya bukan cinta sejati Bella. Tapi tak salah kan memperjuangkan?

"Gue suka sama Bella." Marvel membuka mulutnya spontan melontarkan kalimat yang membuat Rey melotot. Tatapan tajam terlempar secara cuma-cuma disini. Dua orang itu tak mau saling memahami dan mengerti.

"Gue juga suka." Balas Rey seraya mempercepat gerakan mengipasnya, lelaki itu tampak sangat kepanasan. AC ruangan sudah tak terasa lagi.

"Gue lebih suka."

"Gue!"

"Pokoknya gue." Sahut Marvel dengan peletan lidahnya. Lelaki itu masih saja bertingkat gila saat sedang marah. Herannya Marvel bisa jadi bunglon. Berubah sok cool jika di depan umum.

"Stop!" Nada datar tapi tegas mulai terdengar lagi. Emosi Albert sudah memuncak, ia tak menyangka jika sahabatnya berubah jadi kekanak-kanakan. Apa tak ada solusi lain?

"Gue tau kalian berdua suka sama Bella gue tau. Tau banget malahan. Tapi nggak gini caranya, kita sahabatan lama loh." Kalau bukan karena sahabatnya, mana mau Albert bicara panjang lebar seperti barusan. Capek mulut, capek tenaga. Pulang sekolah nanti mungkin tak ada Albert yang berbicara walau singkat.

"Terus?" Marvel mengangkat kedua tangannya meminta jawaban, ia tak ingin ada saingan. Tapi ia juga tak bisa menyepelekan kharisma Bella. Kenapa? Kenapa harus Rey, Tuhan? Kenapa? Marvel rasanya ingin bunuh diri saja, ia tak mau persahabatannya hancur tetapi dia juga mengharapkan Bella.

Gadis Suruhan (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang