20. Pergi

66 6 0
                                    

Hidup ini singkat dan hanya sekali. Tetapi sekali yang dimaksud bukanlah hidup yang datar tanpa arus, setiap kehidupan memiliki arus. Kehidupan rumit dan bekelit yang mengajarkan manusia menjadi lebih dewasa dalam menyikapi suatu masalah. Di dalam kehidupan sendiri punya arti lain yang tak semudah manusia kira. Kendati diri yang memaksakan bahagia, tapi kehidupan belum mengizinkannya. Mau bagaimanapun kita harus memahami dan mencintai hidup yang singkat ini.

Gadis itu juga bingung dan terlalu muak dengan hidupnya. Rasanya sudah putus asa dipermainkan oleh kehidupan baik itu dari segi keluarga, teman maupun cinta. Akhir-akhir ini dirinya banyak memikirkan perlakuan tak sehat dari temannya, ditambah ia juga selalu memikirkan keluarganya. Keluarganya hancur, Bunda yang disayanginya seolah memang membencinya. Sesering gadis itu menangis tak akan mengembalikan keadaan kan? Ada baiknya ia berpikir lebih jauh dan dewasa.

Diam termenung bertemankan sunyi yang menyelimuti, buku di depan matanya tidak menarik lagi. Padahal senin nanti akan diadakan UKK. Sifat ambisius yang dimilikinya perlahan luntur, ia tak hanya memikirkan pelajaran tapi juga kehidupannya. Memang sangat disayangkan jika sifat ambisiusnya hilang.

Drtt....
Drtt....

Getar ponsel membuyarkan lamunannya. Dilihat namanya adalah sang Kakak yang menelfon padahal ini masih pagi dan jam pelajaran belum dimulai. Hari jum'at pasti akan pulang lebih awal, jika Kakaknya ingin bertemu, lelaki itu bisa menunggu hingga Bella pulang dari sekolahnya kan? Perasaannya mendadak tak enak.

"Halo Kak." Terdengar nafas tersengal-sengal dari seberang sana. Rasanya tak pernah ia mendengar suara Alvin yang setegang dan segemetar ini.

"Nenek Bel."

"Kenapa?" Perasaannya makin berkecamuk, pikirannya buruk menerobos masuk pikirannya hingga mata itu berkaca-kaca.

"Pergi."

"Ap-apa?!"

"Nenek pergi, ninggalin kita." Nada suara Alvin menahan tangis. Bella tau suara kakaknya yang mati-matian menahan tangis.

Gadis itu tertawa sumbang "Kakak jangan bercanda, Bella nggak ulang tahun kok. Bella nggak minta apapun loh, kakak jangan bercanda yang macem-macem. Nggak baik." Ia berusaha menyangkal kabar buruk yang menimpanya. Hatinya tersayat begitu dalam, matanya meneteskan bulir bening disertai isakan tertahan.

"Kakak jemput." Seperti ada ribuan ton besi menghimpitnya. Belati menikamnya sana sini menghancurkan pertahanan bentengnya yang semula masih kokoh. Lagi dan lagi gadis itu dipermainkan oleh kehidupan. Bodohnya lagi dirinya hanya menangis.

"Bella lo kenapa?" Gadis bersurai coklat itu mendekati sahabatnya yang menangis sesenggukan. "Bella jawab gue?!" Dhila sudah menggoyangkan tubuh Bella mencengkram bahunya kuat-kuat. Dering ponselnya berbunyi lagi tapi kali ini lebih singkat, mungkin via chat atau sms. Dengan cepat Bella merapikan bukunya dan memasukkan ke dalam tasnya. Ia tarik tas itu dari bangkunya dan berlari pergi meninggalkan kelasnya. Perasaannya kalut, ia sudah tak perduli sekitar. Banyak yang menggerayangi pikirannya saat ini.

Dengan cepat ia memasuki mobil Alvin tanpa memperdulikan Dhila yang mengikuti langkahnya dan terus saja memanggil namanya. Ia saat ini sedang bermain dengan kehidupa, bertanding dengan kesedihan agar mencapai puncak kebahagiaan yang mungkin tak hadir dalam dirinya, namun nyatanya ialah yang kalah.

Mobil itu sudah melaju meninggalkan sekolah Bella yang tergolong besar dan mewah. Memang isinya hanya anak-anak dengan tingkat kecerdasan tinggi. Jika ada yang tidak mencapai kriteria pun mungkin hasil dari orangtuanya yang kaya raya.

Gadis itu berlari saat pertama kakinya menapak di lantai rumah sakit, mengabaikan rasa sakit karena berkali-kali terjatuh hingga lututnya nyeri. Kamar rawat Neneknya sudah ramai dikunjungi suster. Disamping tubuh wanita tua itu, Bella dapat melihat Kiran yang menangis sesenggukan, melihat itu Bella menjadi lebih tertekan. Ada sesuatu yang menahan pernafasannya, bernafas pun ia sulit.

Gadis Suruhan (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang