31. Berani adalah kuncinya

42 6 0
                                    

Each meeting will have goodbye.

***

Hampir 3 jam lamanya Bella mengurung diri di kamar dan mengabaikan orang-orang disekitarnya. Daripada emosi lebih baik ia mengurung diri. Menangis adalah hal yang gadis itu lakukan saat ini. Marvel akan pergi dan tak lama lagi Kakaknya juga pergi. Entah mengapa rasanya kebahagaan selalu hilang dalam hidupnya.

"Bella, bukain pintunya ya. Mama ada perlu sama kamu." Wanita paruh baya yang masih terlihat cantik itu membujuk anak perempuannya, anak perempuan kesayangannya, anak perempuan satu-satunya.

"Nanti aja Ma, Bella belum selera." Bella tak perduli Mamanya menunggu di depan pintu. Ia butuh ketenangan, ia butuh sepi untuk merenungkan ini semua. "Sebentar aja sayang." Kiran mencoba membujuk, memang benar-benar sulit membujuk Bella, perlu kesabaran extra. Jika terlalu dipaksa gadis itu tak segan-segan mengeluarkan emosinya.

"Kasih Bella waktu ya Ma, please." Suara Bella terdengar bergetar, membuat Kiran agaknya sedikit khawatir.

"Bel, nggak gini caranya."

"Terus Mama mau bilang Bella kekanak-kanakan? Silahkan!" Dibilang juga apa. Jika terlalu dipaksa maka gadis itu tak kuat. Gangguan psikisnya mengganggu, gangguan bipolar yang mampu mengendalikan suasana hati penderitanya. Gangguan kecemasan yang mampu meresahkan hati penderitanya. Gangguan yang kembali muncul semenjak Neneknya meninggal.

"Mama masuk ya sayang?" Kiran punya kunci cadangan, ia bisa dengan mudah keluar masuk ruangan manapun yang ia mau. Tapi Kiran adalah orang yang sangat menjaga privasi, apalagi Bella. Putrinya satu ini sangat benci jika apapun yang menjadi privasinya diganggu. Sifat Bella satu ini sudah tertanam sejak masih kecil. Sesuatu yang menjadi miliknya tidak boleh disentuh tanpa seizinnya.

"Jangan Ma. Bella pengen sendiri."

Kiran menghela nafas panjang. Percuma saja, anak gadisnya sedang marah. Mungkin Bella mengira kalau kebahagiaan tak pernah berpihak padanya. "Sepuluh menit lagi, lebih dari itu Mama maksa masuk." Kiran benar-benar khawatir dengan Bella. Gadis itu sangat berbahaya jika marah, bisa tak keluar semalaman. Bella juga belum makan sejak pulang dari sekolah tadi. Kiran sangat khawatir, kesehatan Bella tak boleh terganggu, apalagi sekarang Bella sedang menjalani banyak ujian. Sebentar lagi pukul 16.00 dan semua orang yang ada kepentingan dengan Bella akan datang.

"Masih nggak mau Ma?"

Kiran menghela nafas, membuangnya pelan dan memejamkan mata, "Harus gimana Mas? Bella itu keras kepala." Kiran benar-benar khawatir dan pusing.

"Biarin dulu. Mungkin dia kaget." Vero memijit pangkal hidungnya, ia juga pusing dan khawatir. Saat pulang dari kantor tadi ia sudah dikejutkan dengan Alvin yang super panik.

Jika kalian ingin menghujat atau memaki Bella dengan kata 'lebay' silahkan saja. Menderita gangguan psikis bukanlah keinginan, itu sudah garis takdir. Dan penderita gangguan psikis sangat sensitif walau hal kecil sekalipun. Jadi bukannya lebay atau apa, tapi memang seperti itu efek menderita penyakit psikis terutama bipolar yang mampu merubah mood siapa saja.

"Masuk ya Mas."

"Ayo, kuncinya mana?"

"Di laci meja depan kamar Bella." Vero mengangguk dan mulai berjalan naik diikuti Kiran dibelakangnya. Anak gadisnya butuh asupan makanan, anak gadisnya harus sudah keluar sebelum ada tamu yang akan menemuinya sore ini. Bella banyak jadwal hari ini.

"Mama!" Teriakan tak merdu itu menggema mengagetkan dua orang yang sedang pening memikirkan putrinya.

"Alvin, kamu kemana aja sih? Candra mana?" Kiran melirik sekitar mengapa putra bungsunya tak ada? Setaunya tadi Candra ikut bersama Alvin. 

Gadis Suruhan (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang