Bebel***
"Bella makan ya sayang," Kiran terus saja membujuk Bella agar ia mau menerima barang sesuap makanan, tapi gadis itu hanya diam di atas ranjang. "Nanti Mama beliin handphone baru." Ujarnya lagi. Mungkinkah Bella kesepian karena ponselnya hilang kemarin? Tapi Bella bukanlah gadis yang terlalu memikirkan materi. Bella hanya gadis biasa yang membutuhkan kasih sayang.
"Lo harus makan Bel." Bujuk Dhila, ia menghabiskan waktunya menemani Bella hingga sadar. Tapi saat sadar gadis itu hanya diam seperti patung. Ia sudah tau mengapa Bella tidak membalas pesan bahkan telponnya kemarin. Itu karena sang sahabat sedang terpukul dan ponselnya hilang entah kemana. Bella hanya termenung dengan pandangan kosong, sesekali gadis itu meracau dan menangis.
"Kalian pergi!" Teriaknya sekeras mungkin. Ia hanya ingin sendiri, mengapa tak ada yang mengerti, ia sedang tak ingin diganggu. "Tapi makan dulu sayang." Bujuk Kiran lagi, air matanya berderai tak menentu. Ia khawatir dan tak bisa tenang melihat putrinya hancur seperti ini. Ia tak akan menyerah sebelum putrinya mau memasukkan makanan ke perutnya. Hanya wine yang masuk kemarin dan itu cukup banyak. Kiran khawatir Bella akan sakit, minuman itu tak baik untuk perut putrinya.
"Gak usah bujuk-bujuk." Desis gadis itu. Hati Kiran terasa tercabik, putrinya sedang depresi. Haruskah ia menyalahkan dirinya sendiri atas keputusannya dulu? Ia hanya ingin melihat Elia bahagia dulu. Sekarang Kiran tau rasanya dibenci oleh anaknya sendiri. Sekarang Kiran tau betapa Bella sangat terpukul saat kehilangan Tantri. Itu karena Bella berpikir tidak mempunyai siapapun kecuali Tantri.
"Sayang makan. Mama suapin."
"Mama gue udah mati! Semuanya mati ninggalin gue! Gue nggak punya siapa-siapa lagi!" Mata merah itu seperti mengeluarkan laser yang akan membunuh siapapun. Tangannya yang bebas mencabut jarum infus yang menancap, ia tak perduli lagi dengan kesehatannya. Bella sekarang sudah tak mempunyai hati. Bella yang sekarang seperti bukan Bella. Bahkan ia membiarkan saja Kiran dan Dhila yang sudah menangis sesenggukan. Teriakannya itu mengundang seluruh manusia lain yang sedang berada di ruang tamu.
"Bella kenapa?" Marvel. Lelaki itu sudah sangat khawatir. Matanya merah karena semalaman menangis. Semalam Marvel menginap disini dan hanya menangisi gadisnya yang terbaring tak berdaya dengan jarum infus yang menancap dipunggung tangannya. Hatinya hancur lebur mengingat kondisi Bella yang rapuh, bahkan ia selalu melamun saat sedang mengobrol bersama temannya.
"Nggak mau makan." Ujar Kiran sendu sambil mengusap air matanya secara kasar menggunakan punggung tangannya. Albert masuk dengan santainya dan duduk di samping Bella. "Kenapa? Apapun masalahnya, semuanya akan terasa lebih lega kalau berbagi. Lo nggak sendiri, kita disini sayang dan nggak akan ninggalin lo. Sekarang cerita sama gue, keluarin semuanya, kita akan dengerin." Ujar Albert, semua cengo karena ini kali pertama Albert berbicara sepanjang rel kereta. Awalnya gadis itu terdiam dan menatap tajam Albert, tapi cowok itu menatap lembut Bella. Gadis itu mengendurkan tatapannya, dari yang semula ingin menerkam orang sekarang sudah lebih seperti tatapan datar. Itu lebih baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gadis Suruhan (END)
Teen FictionWARNING⚠️⚠️ •DILARANG KERAS PLAGIAT! •CERITA INI HANYA ADA SATU YAITU PUNYA SAYA. JIKA TIDAK PERCAYA, KALIAN BISA CARI JUDUL BAHKAN TAGS DARI CERITA SAYA. •KALAU ADA CERITA YANG PERSIS SEPERTI PUNYA SAYA, SILAHKAN DM SAYA. •Revisi bertahap *** Tak k...