5. Biasanya jam segini

168 26 2
                                    

Aku membuka pintu rumah dan segera melangkahkan kaki menginjak lantai dalam rumah. Wangi khas rumahan, aroma masakan, wangi lantai yang di pel, dan juga pewangi ruangan. Aroma yang selalu dirindukan ketika dimana pun berada.

Aku memeluk Bunda yang tengah memasak dari belakang. Bunda terkejut dan melepaskan tangan ku, ia memberi ku tatapan hangat dengan senyuman seraya tangannya membelai rambutku.

"Anak bunda yang manis" puji nya membuat aku memberi senyum yang menghilangkan mataku. "Mandi sana! Bau tau" suruh bunda setelah selesai bersikap lembut.

Aku mencemberuti bibirku "yahh bunda, nanti ya?"

"Enggak-enggak! Sekarang!" Paksa bunda sembari mendorong ku dengan paksa untuk menjauh dari dapur.

"Aaa bundaa, nantii!! Ya? Ya?" Pinta ku sembari menolak dorongan bunda.

"Enggak!! Sekarang!!" Kekeh bunda.

"Bunda udah pulang kerja? Tumben sekarang berangkat siang pulang cepet" tanya ku mengalihkan pembahasan tadi.

"Cepetann mandi!!"

"Iya iya" jawab ku lemas.

Aku menurut dan segera menuju ke kamar untuk menaruh tas. Aku membuka pintu dan melempar tas ku ke sembarang arah lalu merebahkan tubuh ku diatas kasur membentuk bintang besar sembari menatap langit-langit. Tak terasa mataku terpejam dan terlelap.

"Aleya!!" Teriak bunda membuat ku sontak bangun dan berdiri.

Aku mengatur nafas dan mengucak mataku "bunda kayak satpam, ngagetin tau" protes ku lalu duduk diatas kasur.

Bunda menarik tangan ku untuk segera bangun "daritadi disuruh mandi kok males banget sih, mandi cepet!"

Fawwaz yang tak sengaja melewati kamarku sejenak berhenti dan memasuki kamarku.

"Mandi sana! Bau nya kecium sampe kamar gue" ledek nya dengan tawa.

"Ihh abang!! Sana-sana!!"

"Cepett mandi!! Cepetann sayangku" kekeh bunda lalu ku turuti dan segera mandi.

Setelah mandi aku bergegas menuju meja makan dan duduk.

"Gini donk cantik nya manis bunda" ucap bunda sembari menyiduk nasi ke piring ku.

"Jadi Leya tuh cantik apa manis?"

"Dua-dua nya donk" jawab bunda.

"Gak dua-dua nya" timbrung Fawwaz.

Aku sontak menatap Fawwaz "abang ada dendam apa sih sama Leya?"

"Banyak" singkat Fawwaz.

Aku mencebik bibirku "Leya nanya nya apa bukan berapa"

"Bodo" ketus Fawwaz.

"Udah-udah, anak kembar kok kayak kucing sama anjing. Berantem terus" peringat bunda.

"Iya, Leya kucing dan bang Faz anjing" balas ku santai setelah itu melahap suapan pertama.

"Enak aja. Lo tuh yang anjing, gue kucing" balas Fawwaz tak mau kalah.

"Shutt, udah! Dibilangin kok malah makin menjadi-jadi. Kalian ini saudara, harus nya sayang-sayangan, lembut-lembutan. Ini setiap hari bumbu cibiran selalu aja mampir, berantem aja terus!! Gak capek apa?" Nasihat bunda.

"Bunda gak cape?" Tanya balik aku dan Fawwaz senada.

"Kok bunda? Kalo bunda capek sih, kadang, sering sih tapi ya kayaknya bukan sering lagi tapi selalu tapi kadang-kadang tuh kadang capek juga-" jawab bunda panjang lalu segera di potong Fawwaz.

Lelah Dilatih Rasa [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang