"Apapun yang lo fikir terbaik belum tentu terbaik dimata orang lain"
- LDRHati memang masih memiliki luka. Merasa ingin berhenti menjalani hari-hari. Namun tetap saja semesta tidak akan berhenti hanya karena penghuninya sedang tidak baik. Aku menutup buku catatan yang baru saja ku selesaikan. Menyapu pandangan ke sekitar suasana kelas yang semakin lama semakin ricuh tak terkendalikan. Ada yang bercanda dan teriak-teriak. Ada yang sedang tidur. Ada yang sedang ghibah. Ada juga yang sedang menjadi band dadakan dipojok kelas dengan peralatan seadanya.
Semua menampilkan senyuman dan bahagia. Sama sekali tidak memperdulikan orang yang sedang tidak baik hatinya. Memang benar, dunia akan terus berjalan mau bagaimana pun keadaannya.
Aku memilih untuk ke perpustakaan mengembalikkan buku yang belum sempat ku kembalikan sebelum jam olahraga hari ini dimulai.
Aku memberhentikkan langkahku saat melewati laboratorium. Mataku seakan melamun menatap kejadian yang lagi-lagi akan mengguncang bendungan air dibalik mata ku. Aku melihat sebuah pelukan erat yang hadir diantara Arga dan Rena.
Seseorang membalikkan tubuh ku dengan cepat. Membuat suara kaget keluar dari mulutku dan mengendurkan pelukan yang terjadi antara sepasang remaja itu.
"Aleya" panggil Arga cemas lalu berniat menghampiri.
"Arga, mau kemana?" cegah Rena membuat Arga mengurungkan niatnya untuk memberi penjelasan.
Gilang menarikku semakin jauh dari laboratorium. Menarik tanganku yang gemetar karena kaget dan kecewa yang bercampur aduk. Rasanya pintu hati yang tadinya niat ku buka lebar kembali seakan menjadi sempit.
"Ngapain diem disitu?" tanya Gilang ketus.
Aku masih melamun. Bayangan kejadian tadi terus berulang-ulang terputar dari memori. Ingin sekali menganggap itu sebatas mimpi. Namun tidak bisa.
"Kenapa?" tanya Mara saat melihat Gilang dan aku di pinggir perpustakaan.
"Bawa temen lo. Suruh ganti baju, olahraga bentar lagi mulai" ujar Gilang memberi tahu lalu pergi.
"Kenapa Le?" tanya Mara menggoyangkan tubuh ku yang sejak tadi mematung.
Aku membuyarkan lamunan ku. Menatap wanita yang sejak tadi ku diamkan.
Aku menggeleng sebagai jawaban "gak apa-apa"
-LDR-
Gilang menarik Arga ke tengah lapangan. Menatap Arga dengan sorot tak suka dan menyalang. Lelaki itu tanpa basa-basi memberi sebuah pukulan kencang di wajah. Sudut mata Arga sampai hampir membiru karenanya.
"Apa-apaan lo?" tanya Arga tak terima seraya menatap menantang lawan dihadapannya yang notabene adalah kawan dekatnya juga.
"Apa-apaan meluk Rena tadi? Gak mikir lu ada hati yang patah liatnya?" ketus Gilang langsung pada inti pembicaraannya.
"Gua cuman nerima pelukan dia karena dia-" ucap Arga jujur namun terpotong.
"Gua denger omongan lu sama Aleya kemaren" sarkas Gilang cepat.
Gilang menatap Arga berapi-api. Seakan ingin menghabisi lelaki dihadapannya itu. Kedua nya sama-sama diam sebentar. Memberi jarak pada angin yang bersemilir masuk ke lapangan indoor itu lewat sela-sela jendela.
"Gua gak suka lu nyakitin dia" ujar Gilang diikuti pukulan lagi.
Arga diam. Tak membalas apapun yang dilakukan Gilang. Meski denyutan perih dan sakit yang ia rasakan itu terus bertambah. Bagi Arga, pukulan itu bahkan belum pantas untuk rasa sakit yang diterima wanitanya. Ia merasa mengurangi sedikit rasa bersalah nya dengan menerima luapan emosi dari Gilang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lelah Dilatih Rasa [END]
Teen FictionJika kamu jatuh hati, jatuh lah pada hati yang akan memberimu ruang. Memendam rasa sendiri sudah menjadi hal yang biasa bagi Aleya. Terlebih dirinya tau bahwa seseorang yang ia titipi hatinya tak akan pernah mengizinkan gadis itu menitipkan hatinya...