27. Menyatakan perasaan

115 15 4
                                    

"Kamu bantu aku membangun istana harapan dengan prajurit perasaan yang kemudian seenaknya kau hancurkan"
- Aleya Nadhifa

Satu yang menarik perhatianku. Sebuah dress polos berwarna peach. Ku padukan dengan sneakers putih. Rambut urai yang sengaja ku biarkan jatuh ke bawah.

Hingga sore tiba. Waktu yang telah ku nanti sejak tadi pagi. Aku melihat diriku dalam kaca. Tersenyum bangga melihat apa yang ku kenakan.

Gua dibawah

Begitulah pesan yang baru saja masuk ke handpone ku. Dengan nama pengirim, Arga. Aku berjalan menuju bawah lalu melihat lelaki yang tengah berdiri bersandar pada motornya.

"Lama" ketus nya saat aku baru sampai di depannya.

CANTIK

Satu kata untuk mengekspresikan apa yang ada pada fikiran Arga. Lelaki itu masih diam menatap kosongnya sekitaran.

"Kamu kok diam. Aku jelek ya?" tanya ku sambil melihat penampilan ku sendiri.

"Aku masuk lagi deh, ganti baju" ucapku lalu berbalik namun ada tangannya yang mencegah.

"Lo cantik" ucapnya.

Arga bilang apa tadi?

CANTIK?

Ucapan yang mampu mengguncang seluruh jiwa dan hatiku. Benarkah aku tidak salah dengar? Lelaki dingin itu baru saja memuji penampilanku. Pipiku memerah seketika, menahan sebuah senyum yang rasanya ingin ku tunjukkan. Namun aku tidak bisa berlebihan.

"Cepet keburu malam" ucapnya kikuk menarik aku yang sejak tadi mematung, melamun memikirkan perkataannya tadi.

Aku sampai disebuah Mall. Salah satu mall besar di ibukota. Aku diam saja mengikutinya yang sejak tadi menggandeng tangan ku. Telapak tangannya yang bedar melingkupi tanganku yang kecil dan dingi. Jujur rasanya sangat-sangat tidak bisa diartikan. Rasa nya senyum seolah menjadi kewajiban yang harus ku lakukan saat itu.

"Lo mau kemana?" tanya Arga saat kami sampai didalam Mall tersebut.

"Kemana aja" jawab ku datar.

Arga melepas genggaman tangannya "aneh gue liat lu sok kalem"

Aku tersenyum lebar "ke time zone emang mau?"

Tanpa menjawab atau basa-basi lagi Arga langsung menarik ku hingga tiba ke time zone. Tempat yang gaduh dan penuh warna itu sudah pasti sangat bertolak belakang dengan kepribadian Arga. Lelaki itu terlihat biasa saja, mungkin didalam fikirannya itu terasa kacau.

Aku menatap Arga tak tega "kamu yakin?"

Arga mengangguk.

Dengan semangat aku membawa nya mengikuti beberapa permainan. Permainan pertama, melempar bola. Sudah pasti laki-laki akan mengunjungi tempat ini pertama saat ia tiba di time zone.

"Mau duel gak?" ajak ku sok-sokan.

"Kalau menang. Nanti makannya aku yang traktir"

"Silahkan kalau berani" ucap Arga lalu melempar bola nya dan tepat sasaran. Tubuh nya yang tinggi membuat permainan itu terasa mudah baginya.

Aku menatap datar lelaki yang pasti tengah puas itu meski rautnya masih saja datar.

"Curang!! Arga tinggi Leya pendek" ucapku gemas pada lelaki yang masih bermain lagi, entah untuk keberapa kalinya. Mungkin lima kali. Dan aku kalah telak.

"Lagian nantangin" jawabnya lalu menarik aku ke depannya "nih gua ajarin"

Kepala nya itu tepat ada diatas kepala ku, tangannya menyelimuti tanganku yang kecil. Tangan itu mengajari ku melempar bola tepat sasaran.

Lelah Dilatih Rasa [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang