23. Sebuah harapan

94 17 6
                                    

"Jelas aku tahu kalau aku cuman masalah di hidup kamu. Masalah yang gak penting untuk difikirin apalagi diurusin"
- Aleya Nadhifa

"Selamat pagi nona cantik" sapa Mars yang kemudia melempar tas nya ke sembarang arah hingga mengenai wajah Arga.

Arga berdecak kesal. Wajahnya itu memerah akibat berbentur dengan tas Mars yang cukup besar.

"Mata lo kemana sih?" ketus Arga.

Mars memberi senyum menciut menatap mata Arga yang menyalang seolah ingin membakar orang hidup-hidup.

"Yaallah Mars masih mau hidup Yaallah. Tolongin Mars" ucap Mars seraya mengadahkan kedua tangannya.

Arga melempar balik tas itu pada Mars yang masih diam dihalaman kelas "buset jahat bener lu Ar"

"Iya gue jahat" balas Arga.

"Emang" sahut Mars balik.

"Mars, nyontek pr dong!!" ucapku tak sungkan saat melihat Mars melewati bangku ku.

"Baik aja lo kalo ada mau nya ya" ucap Mars lalu memberi buku nya diatas meja.

"Makasi ya!!"

"Le, nanti gue nyalin yang lu ya!" teriak Gilang dari bangkunya.

"Iyaa bentar"

"Gue dulu ah Le, jangan si Gilang" gerutu Riko.

"Minta aja tuh sama bebep lu kan pinter dia" ucap Gilang menoel Riko manja.

"Galak nya kayak singa betina" ucap Riko membuat Mara membalas keras.

"RIKO AWAS YA LU! ULANGAN PA ARI GAK BOLEH NYONTEK" teriak Mara kesal membuat Riko dengan cepat berdiri disamping bangkunya.

"Iya sayang engga iya" jawab Riko panik.

"Babu panik babu panik"

Memang kelas XII Ipa 1 terkenal unggulan. Dikarenakan mayoritas siswa ini selalu menduduki papan peringkat sekolah. Memang kami sering bertukar tugas, menyalin pr, dan bercanda ria layaknya murid pada umumnya. Tapi percayalah saat ujian atau ulangan tiba mereka jadi super pelit. Dan kami akan bersaing sendiri-sendiri. Tidak ada lagi kata teman saat itu.

"Arga?" panggil ku pelan namun tak urung membuat perhatiannya tertarik.

"Arga?"

"Bawa soal ulangan harian Pak Ari yang minggu kemarin gak?"

"Bawa" singkat Arga jutek.

"Boleh pinjem? Mau belajar" ucapku ragu dan tak lama lelaki itu memberi sebuah map hijau dari laci meja nya. Map dimana tempat berkumpulnya para kertas yang dihekter dengan spidol merah sebagai tanda penilaian.

"Cari aja sendiri" ucap Arga seperti tak mau diribetkan.

"Iya"

"Ih engga ada tau Arga" adu ku padanya setelah mencari sekian lama.

"Ada" jawabnya agak lambat.

"Enggak ada. Tuh mana tuh" kekeh ku seraya mengeluarkan isinya.

"Jangan dikeluarin semua gitu" tegur Arga membuat ku menyengir memperlihatkan gigi yang berbaris rapih.

"Aku beresin nanti"

"Sekarang!" titah Arga memaksa.

"Nanti"

"Aleya"

Aku menghela nafas. Lagi-lagi ia menyebut namaku. Suatu kelemahan yang tidak masuk akal dalam diriku. Ia menyebut namaku untuk menghentikan aksi ku. Bagaimana lagi? Aku angkat tangan.

Lelah Dilatih Rasa [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang