Sebuah Memori

4.2K 176 2
                                    

Jangan jadi readers gelap ya, Ayo dong bantu Vote klik tombol BINTANG..

Tinggal di klik doang lo gaes, gak akan bikin pahala kurang...

Oke, Happy reading..

Pernah dengar kata 'sabar?' Yah, sebagian orang menganggapnya  penting, katanya, kata sabar itu sebuah keajaiban yang bisa membuat kita jadi orang yang hebat. Padahal,  bertahan dengan kesakitan atau menyerah dengan penyesalan itu pilihan.

Apa kalian pernah melihat batu yang berlubang karna ditetesi hujan? Perhatikan, sebuah batu besar dengan kesempurnaan nyata kalah dengan zat cair yang turun dari langit. Mungkin untuk satu kali dua kali tak ada masalah si batu tetap jadi pemenangnya, tapi jika itu terjadi berlarut-larut apa si batu sanggup?

Sama seperti si Batu, Caramel merasakan nya. Di siksa setiap hari dengan jenis perih yang berbeda-beda. Tapi kali ini lebih sakit, sakit yang tak memiliki wujud, sakit yang tidak ada penawarnya, sakit yang mungkin akan berbekas sampai akhir hayat. Mati, Caramel ingin mati sekarang.

Semua pergi, Caramel memukul perut nya dengan kencang, kenapa mereka begitu tega? Anak itu tak bersalah, anak itu tujuan hidupnya, anak itu buah cintanya, kenapa mereka mengambilnya. Tuhan tolong, nasib macam apa yang Caramel jalani? Tak ada kah satu memori bahagia untuknya?

Perempuan itu bersimpuh di lantai dingin dengan terisak, kakinya yang tadi mengalirkan darah segar mulai mengering. 7 jam yang lalu, Caramel melahirkan anaknya yang prematur, dia hanya dibantu beberapa pelayan yang cukup mengerti, namun saat Caramel ingin melihat anaknya. Sebuah tangan kekar mengambilnya dengan tidak manusiawi. Bayi malang  yang belum dibersihkan itu sudah dulu dibawa pergi.

"Maaf, bersihkan dulu diri Anda, Anda pasti sangat lelah dan masih sakit," Caramel terdiam. Dalam hati mencemooh pelayan itu, dirinya sudah kebal, berbagai macam rasa sakit sudah dia dapatkan lalu apa sekarang. Caramel tertawa pelan, tawa yang entah dalam artian apa. Pelayan itu sedikit meremang juga kasihan. Dia seorang wanita tentu tahu apa yang dirasakan perempuan di depannya ini.

"Ayolah, nanti Tuan datang lagi, jika Anda tidak dalam kondisi baik, dia pasti akan kesal dan marah," ucap pelayan itu lagi.

"Kamu ingin aku dalam kondisi baik agar Tuan mu itu mau menyiksa ku lagi? Dan sejak kapan aku dalam kondisi yang baik?! Hah?" Caramel menyeret badannya sendiri ke arah ranjang, badan kecil dan kurus itu benar-benar menyedihkan.

"Minggir!" Caramel menepis tangan pelayan itu dengan kasar.

"Maafkan saya tapi saya juga tidak bisa berbuat apa-apa," Pelayan itu menunduk penuh sesal.

"Dimana anakku?"

"Dimana bayiku?!" bentak Caramel saat pelayan itu tetap berdiam diri tanpa ingin bicara sedikit pun.

"DIMANA BAYIKU!! APA YANG KALIAN LAKUKAN PADANYA! HAH!?"

Brakk..

Pintu kamar dibuka secara kasar mengalihkan pandangan keduanya, Caramel menatap tajam seorang wanita yang bersandar di depan pintu dengan kedua tangan terlipat di dada.

"Apa yang lo harapkan dari anak prematur itu? Dia sangat menjijikkan sama kayak lo, hahahha," Bianca mengibaskan rambutnya kesamping, lalu memandang remeh Caramel yang masih diam.

"Kenapa diam? Tadi teriak-teriak, sampe mau putus tuh urat leher lo," Christy dan Bianca tertawa. Mereka berdua bersaudara. Lebih tepatnya Christy merupakan kakak sepupu dari Bianca.

"Mana anakku?" ucap Caramel tenang.

"Anak lo? Udah gak hidup alias MATI. Lo pikir dengan lahir prematur yang ga wajar bisa bikin dia bertahan? Apalagi gak pakai tim medis dan hanya dirawat pelayan aja, hmm sebenarnya sih anak lo cakep juga mungkin turunan dari Ken kali ya? Tapi sayang dia udah ga ada,"

HAHAHAHHAHA

Tawa bahagia itu berderai saat melihat tubuh Caramel luruh ke lantai, mereka tak peduli. Jika Caramel mati tak ada ruginya bagi mereka. Benar-benar tak punya hati.

***

Untuk kesekian kalinya Caramel berniat bunuh diri dengan cara apapun. Bahkan ingin memecahkan kepalanya dengan guci mahal yang ada di ruangan itu. Namun, penjagaan yang ketat dan selalu dipantau lewat CCTV membuat Caramel susah mewujudkan keinginannya. Caramel rindu, rindu pada semuanya, rindu dengan sosok suaminya, rindu pada Nino. Yah Nino, apakabar sekarang lelaki itu. Caramel tersenyum getir, apa Keano tak berniat mencarinya. Kenapa lama sekali, Caramel lelah,  dia tak bisa lagi menunggu terlalu lama.

"Ngelamunin apa sayang?" Caramel memalingkan wajahnya saat tangan dingin itu mengelus pipinya. Rahang tegas itu mengeras saat melihat penolakan Caramel padanya.

"Jangan sok jual mahal, biarin aja anak lo, lo bisa bikin lagi sama gue," Ucap Axel terkekeh pelan. Caramel berdecih pelan tapi bisa di dengar Axel.

"Makan, kata pelayan lo gak makan-makan," Caramel tetap diam. Namun setelah itu tarikan kuat di rambutnya memaksa Caramel untuk mendongak, Axel dengan kasar memasukkan nasi itu ke dalam mulut Caramel sampai wanita itu tersedak.

"Jangan sampai mulut lo gue jahit beneran biar bisu selamanya, mau?" Caramel menggeleng pelan. Air mata nya sudah menetes tanpa di perintah.

"Liatin sampai dia selesai makan," Ucap Axel pada pelayan yang menunduk tak jauh darinya.

"Non Caramel, makan ya?" Caramel menggeleng dengan tangis tertahan.

"Kita akan pergi,"

***

"Pa, gimana?" Keano berjalan mondar-mandir, sambil menyugar rambutnya frustasi.

Patih hanya diam dan fokus pada laptop di depannya. Semua orang sudah berkumpul kembali, hari ini Keano sedikit lega karna Qibel pergi diajak Jessie ke Mall.

"Kamu tenang dulu, Papa udah masukin orang kepercayaan papa ke mansion itu,"

Mata Keano berbinar-binar, "Beneran Pa? Jadi Caramel bakal langsung dia bawa pergi,"

"Gak semudah itu Ken," sahut Kakeknya. Keano hanya menatap datar kakeknya itu, Mahendra hanya menghela napas, cucu keras kepala nya masih dalam mode marah.

"Lalu, gimana? Kalo udah ada yang bisa masuk terus selamatin Caramel ya langsung dibawa pergi lah, sebelum keluarga kancut itu sadar," decak Keano kesal.

"Kita pakai strategi lagi Ken, jangan gegabah. Yang kita hadapi ini bukan lawan yang main-main. Kalo kita salah gerak bisa hancur dalam hitungan detik, kalo untuk masalah orang kepercayaan kita bakal mereka sadari, kayaknya enggak akan. Karna orang yang papa suruh juga bukan orang sembarangan,"

"Ken? Udah berapa kira-kira usia kandungan istri kamu?" tanya Anya.

"Hmm kalo ga salah memasuki delapan bulan Ma. Sebulan lagi aku bakal punya anak," ucapnya dengan sumringah. Anya juga ikut tersenyum, tapi entah karna apa perkataan Keano menganggu batinnya. Seperti apa yang diucapkan putranya tak akan kejadian. Namun, Anya mengenyahkan pikiran itu.

"Mama kenapa?"

"Eeh? Ga papa. Mama ga papa Ken,"

TBC!!

VOMENT!!

SAD GIRL Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang