•°*•°*•°•
Setelah membersihkan diri, Alena lantas berbaring di atas kasurnya yang berukuran kecil. Gadis dengan bulu mata lentik itu mengembuskan nafas berat. Apakah pilihannya selama ini salah? Apakah ia sudah keterlaluan? Apakah Alena bisa untuk kembali seperti dulu lagi?
Sampai sekarang, pertanyaan itu tak bisa ia jawab. Karna ia sendiri bingung dengan kehidupan saat ini.
Jika orang lain merasa bahagia karena hidup bersama orang tua, maka Alena pun sama. Ia ingin berkumpul bersama keluarga, merasakan kasih sayang, dan cinta yang tulus dari orang tuanya. Namun, Alena tak bisa. Alena tak bisa untuk saat ini.Setetes cairan bening keluar dari pelupuk mata Alena. Gadis itu menangis, mengingat semua yang pernah ia alami. Haruskah ia yang mengalami semua ini?
Tapi, Alena sudah berhasil membuktikan, namun, bisakah ia kembali lagi?Alena bangun dan menghapus air matanya. Ia tidak boleh menangis lagi. Ia bukan gadis yang lemah.
Alena membuka ponselnya sebentar, namun tak ada hal penting yang perlu ia lihat di sana. Gadis itu kemudian berjalan menuju meja belajarnya, ia berniat untuk belajar lagi dari pada harus terus-terusan mengingat hal yang seharusnya tak ia ingat lagi.
Alena duduk menyamankan posisinya dan membuka sebuah buku paket tebal yang bertuliskan 'KIMIA' di sampulnya yang berwarna biru bercampur kuning itu.
Alena mulai tenggelam dalam aktifitas belajarnya, sesekali gadis itu mengetuk jidatnya menggunakan pulpen. Sesekali juga gadis itu terlihat bergumam pelan sambil terus membaca deretan soal yang begitu rumit, namun tidak terlalu baginya.
Tok tok tok
"Permisi!"
Suara ketukan pintu, membuat Alena beralih fokus. Gadis itu lantas mengira-ngira, siapa gerangan yang datang di malam-malam begini.
Tak ingin membuat seseorang di luar sana menunggu lama, Alena pun berdiri dan berjalan keluar kamar dan pergi untuk membuka pintu.
"Selamat malam. Maaf mengganggu." Seseorang menyapa Alena dengan sopan.
Seorang pemuda yang menggunakan seragam khas kurir pengirim barang tengah berdiri sambil memegang sebuah kotak berukuran sedang.
"Iya, selamat malam. Maaf, tapi saya tidak memesan apapun," kata Alena."Seseorang telah memesan barang, dan menyuruh kami untuk mengantarkannya ke alamat ini," jawab sang kurir.
"Siapa?" tanya Alena penasaran.
"Katanya, jangan memberitahu. Ananda akan tau setelah membuka kotak ini." perkataan kurir itu membuat Alena jadi penasaran. Namun Alena juga ragu, jangan sampai isi dari kotak itu adalah benda-benda yang berbahaya.
"Tolong di tandatangani, mbak." pemuda itu menyodorkan kotak yang sudah ada selembar kertas tanda penerimaan di sana.
Dengan ragu, Alena pun menandatangani kertas itu dan mengambil kotak berukuran sedang yang di balut kertas berwarna jingga itu dari tangan sang kurir.
"Terimakasih mbak, saya permisi dulu." pemuda itu menunduk singkat dan berbalik meninggalkan Alena.
Sepeninggalan sang kurir, Alena masih berdiri di depan pintunya sambil menatap kotak itu penuh tanya.
Alena mengguncang kan kotak itu pelan, tak berbunyi namun tidak berat pula.
Dengan rasa penasaran yang menumpuk, Alena pun lantas membawa kotak itu ke dalam kamarnya. Alena duduk bersila di atas kasurnya dan meletakkan kotak itu hadapan nya.
"Kalau isinya aneh-aneh gimana?" tanya Alena pada dirinya sendiri.
"Tapi, kunci untuk ngehilangin rasa penasaran gue saat ini hanya satu. Yaitu buka kotaknya!"
KAMU SEDANG MEMBACA
ALANTA
Teen Fiction"Gue hanya mau Alena. Sekeras itu dunia melarang, sekeras itu juga gue memberontak." Antares Vernando [WAJIB FOLLOW!]