SELAMAT MEMBACA !
☀️☀️☀️
Jam 2 pagi, Ares terbangun dari tidurnya karena merasa haus. Ia mengecek wadah air yang ada di nakas dan ternyata kosong. Ares pun segera bangun dan berniat pergi ke bawah untuk mengambil air minum.
Saat keluar dari kamarnya, Ares bisa melihat ayahnya sedang duduk di ruang tengah bersama beberapa orang, lengkap dengan pakaikan kerjanya yang masih melekat di tubuhnya. Ares mengernyit bingung, urusan apa yang ayahnya bahas hingga pagi buta seperti ini. Biasanya juga jika ada urusan pekerjaan ayahnya akan mengerjakannya di ruang kerja, bukan di ruang tengah begini.
"Kalian boleh pulang sekarang, terimakasih sudah membantu."
"Baik, kami permisi pak."
Ares mendekati pembatas besi di depan kamarnya dan melihat dua orang yang bersama ayahnya tadi sudah pergi.
Kini ayahnya juga sedang menyusun beberapa lembar kertas sebelum pergi menuju kamarnya.Setelah memastikan ayahnya benar-benar masuk ke dalam kamar, Ares segera turun dan melihat kertas-kertas yang tadi ayahnya urus. Sepertinya ini urusan penting, tapi Ares penasaran.
Bahkan niatnya untuk mengambil air pun ia urungkan. Ares meletakkan wadah air minum di atas meja dan mulai melihat-lihat tumpukan kertas itu.
"Hah?"
Ares terkejut, dan melihat kertas-kertas selanjutnya.
"Data diri Alena? Asal usul keluarga nya?" lirih Ares terkejut.
"Papa cari tau tentang Alena, tapi buat apa?"
Ares menoleh ke arah pintu kamar orang tuanya yang sudah tertutup rapat. Ia jadi penasaran, apa yang sudah papanya lakukan, dan untuk apa?
Ares memperhatikan kertas-kertas itu sekali lagi.
"Papa usaha buat cari tau data diri Alena, tapi nggak ada satupun yang berhasil? Kok bisa?"
🏵️🏵️🏵️
"Pagi Mah, Pah."
"Pagi juga, Ares."
"Duduk nak, sarapan," kata Chessy, mama Ares.
"Bagaimana kondisi kamu, nak?" tanya Gion.
"Baik pak. Lukanya udah nggak sakit-sakit lagi," jawab Ares.
Ia menarik satu kursi di samping papanya lalu duduk dan siap menyantap sarapannya.
"Kamu harus hati-hati, banyak orang jahat di luar sana yang kita nggak tau apa tujuannya," jelas Gion menasehati anak tunggalnya.
"Iya sayang. Kejadian kemarin itu udah nggak bisa di bilang wajar. Nyawa kamu hampir melayang, dan mama nggak mau itu terulang," imbuh Chessy.
Ares mengangguk. "Iya Mah, Pah. Ares akan lebih hati-hati lagi."
Gion mengangguk menatap putranya.
"Iya, itu bagus."Ares terdiam sejenak, seolah sedang memikirkan sesuatu.
"Em, Pah."
Gion berdehem menyahuti sang anak.
"Papa kenal sama teman Ares yang namanya Alena?"
Gion terdiam, ekspresi nya sedikit terkejut namun dengan cepat merubah eskpresi. Hak itu semakin membuat Area curiga.
"Alena? Teman kamu yang pernah jenguk kamu di rumah sakit itu?" tanya Gion.
"Iya pah, papa tau dia?" tanya Ares lagi semakin penasaran.
Gion menggeleng. "Enggak, kenapa papa harus tau tentang dia. Ada apa memangnya?" tanya Gion.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALANTA
Novela Juvenil"Gue hanya mau Alena. Sekeras itu dunia melarang, sekeras itu juga gue memberontak." Antares Vernando [WAJIB FOLLOW!]