.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Dibilang kecewa banget sih, tidak. Tapi dibilang biasa saja juga tidak.
Karena sejujurnya, Chan sedikit merasa sedih akibat Han Jisung yang ternyata masih menutup diri.
Dalam artian, Han Jisung masih menganggap Chan hanya sebatas mantan seniornya di Tim Divisi Khusus.
Mungkin lebih rendah lagi tapi yang jelas tidak lebih dari itu.
Bahkan Han Jisung benar-benar tidak mengizinkan sang senior untuk masuk jauh lebih dalam ke kehidupannya yang tidak berkaitan dengan Divisi Khusus.
Jangankan untuk masuk lebih dalam, yang hanya sekedar titik awal saja Han Jisung benar-benar menutup rapat kesempatan itu.
Terbukti dari Han Jisung yang menolak untuk makan siang bersama dengan rekan-rekannya.
Dan lebih memilih makan siang bersama sang senior di rumah makan yang jaraknya cukup jauh dari tempat Han Jisung mengadakan acara.
Jika mengabaikan maksud dan tujuan Han Jisung, memang hal itu terdengar cukup romantis.
Tapi mau bagaimana lagi, mengusir Chan untuk tidak ikut bersamanya makan siang dengan rekan-rekan kerjanya yang lain adalah hal yang mustahil.
Rasanya seperti kemanapun ia pergi, sang senior akan mengikutinya.
Sungguh merepotkan.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Dan disinilah mereka, duduk saling berhadapan di sebuah rumah makan yang terbilang cukup ramai akibat memang saatnya jam makan siang.
Sebuah menu utama serta beberapa hidangan pendukung sudah tersaji dengan rapi di hadapan mereka sejak beberapa menit yang lalu.
Bahkan yang lebih muda sudah terlihat asik dengan makanannya.
Berbanding terbalik dengan sang senior yang malah asik memperhatikan Han Jisung yang tengah makan dengan lahapnya.
Kedua pipi Han Jisung akan terlihat menjadi lebih berisi, akibat makanan yang ia simpan di dalam mulutnya.
Sebelum makanan tersebut masuk ke proses pencernaan selanjutnya. Menjadikan Han Jisung terlihat lebih menggemaskan.
Bahkan Chan yakin seratus persen, jika orang lain melihat penampilan sang adik saat ini.
Mereka pasti akan berpikir bahwa Han Jisung adalah remaja yang sangat beruntung dan terlahir dari keluarga yang harmonis.
Seseorang yang periang dan selalu menebar senyum dan aura bahagia kepada siapapun.
Bukan Han Jisung yang menyebalkan. Yang selalu saja berhasil memancing emosi seorang Changbin dan menguji kesabaran seorang Ketua Tim Divisi Khusus.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
“Mereka pasti akan sangat bangga melihatmu”
“Ayah, Mama maupun Bunda”
Setelah cukup lama memperhatikan Han Jisung, akhirnya kalimat tersebut keluar dari mulut yang lebih tua.
Tidak lupa dengan sebuah senyuman bangga yang sejak tadi sudah terukir apik di bibirnya.
“Kenapa?”
Tanya Han Jisung setelah ia menghabiskan makanan yang ada di dalam mulutnya.
“Karena ternyata kau benar-benar berhasil menjadi seorang dokter”
“... Seperti apa yang selalu Ayah dan Bunda impikan”
“Menurutmu seperti itu?”
Tanya Han Jisung lagi yang entah memang bertujuan untuk memastikan atau hanyalah sebuah respon formalitas semata.
Karena saat ini, atensi Han Jisung sudah kembali berfokus pada mangkuk nasi miliknya yang sudah tinggal setengah.
Mengabaikan sang senior yang masih menatapnya.
“Eoh! Hyung yakin seratus persen”
“Ahh... Jika seperti itu, maka aku benar-benar tidak ingin berada di posisi ini”
“Seharusnya..."
"... Aku tidak pernah mendengarkan ucapan kakek tua yang menyebalkan itu untuk menyelesaikan pendidikanku”
***
KAMU SEDANG MEMBACA
RUNNING AWAY PART 2: COMING BACK
Fanfiction"Aku melihatnya bukan karena aku menyukainya" "Tapi karena aku membencinya" "Sangat membencinya" "Dan kenapa aku sering melihatnya adalah agar aku selalu ingat, bahwa aku sangat membencinya" -Han Jisung ; RUNNING AWAY PART I : STAY OR LEAVE Melarika...