1

2.1K 334 144
                                    

Dengan masih mengenakan jas berwarna putih ciri khas seorang dokter, Han Jisung berjalan keluar dari sebuah rumah sakit.

Tidak lupa dengan sebuah tas ransel berwarna hitam yang ada di punggungnya.

Jika saja bukan karena paksaan dari si Kakek Tua dan seniornya yang sangat menyebalkan-Woojin. Han Jisung pasti tidak akan mau bekerja di rumah sakit.

Lebih baik ia bekerja dengan ‘dunia malam’. Mencuri, berjudi, taruhan dan balapan liar. Uang yang didapatkan juga jauh lebih banyak.

Tapi meskipun begitu, pada akhirnya Han Jisung mengalah. Setidaknya, ia hanya akan bekerja sebagai seoarang dokter di akhir pekan. Pada hari sabtu dan minggu.

Bukan pilihan yang buruk untuk membuat si Kakek Tua dan sang Senior berhenti mengganggunya.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Akhirnya setelah empat puluh delapan jam bejaga di rumah sakit, Han Jisung dapat kembali menghirup udara segar.

Bukan udara rumah sakit yang sudah tercampur dengan aroma obat-obatan.

Jika saja tadi malam tidak ada pasien dari kecelakaan mobil. Mungkin Han Jisung tidak akan selelah ini dipagi harinya.

Ingin rasanya ia segera pulang dan bertemu dengan sang kasur tercinta.

Namun nampaknya, keinginan Han Jisung tersebut hanyalah akan menjadi keinginan semata.

Karena sudah lebih dari tiga puluh menit yang lalu, smartphone nya tidak berhenti berdering.

Menandakan ada puluhan notif pesan masuk serta puluhan panggilan tidak terjawab dari orang yang sama.

Woojin.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Setelah memberitahu alamat tempat tinggalnya kepada sang supir taxi. Han Jisung memilih untuk melepas jas putihnya yang sedari tadi masih ia kenakan. Menyisakan sebuah kemeja lengan panjang berwarna biru langit.

Mungkin memejamkan matanya sejenak adalah pilihan yang tepat. Karena jarak dari rumah sakit tempat Han Jisung bekerja, sampai ke tempat tinggalnya memang terbilang cukup jauh.

Dan tentu saja menghabiskan waktu yang tidak bisa di bilang sebentar.

Namun baru saja kedua mata itu terpejam, smarthphone nya kembali berdering. Menampilkan beberapa digit nomor yang sudah Han Jisung hafal di luar kepala.

“Ada apa?”

“Jika bukan sesuatu yang penting berhentilah menghubungiku”

“Aku lelah”

Ucap Han Jisung yang akhirnya menjawab panggilan masuk tersebut.

“YA! Seharusnya kamu menghubungi cucunya”

“Bukan menghubungi orang asing sepertiku”

Ucap Han Jisung lagi, setelah ia mendengar alasan kenapa Woojin-sang penelfon yang tidak menyerah untuk menghubunginya.

“Kau pikir aku peduli?!”

Sama sekali tidak terusik dengan jawaban tidak sopan yang diucapkan oleh Han Jisung, Woojin lebih memilih untuk tetap memberitahu tempat dimana Pak Dosen alias si Kakek Tua dirawat.

“Terserah kau saja”

“Aku tidak peduli”

Setelah mengucapkan hal tersebut, Han Jisung segera memutus panggilannya secara sepihak.

Mengabaikan Woojin yang terus memaksanya untuk datang mengunjungi Pak Dosen yang katanya, kondisi beliau sedang drop.

Hendak melupakan semua yang di ucapkan oleh Woojin tadi di telfon, Han Jisung kembali mencoba memejamkan matanya yang lelah. Namun baru sepuluh detik, kedua mata itu malah kembali terbuka.

Terkutuk sudah hati nuraninya, karena bukannya mengabaikan ucapan Woojin, Han Jisung malah memberitahu sang supir taxi  agar berbalik arah.

Menuju ke sebuah rumah sakit, tempat dimana sang kakek tua dirawat.

Sialan

###

RUNNING AWAY PART 2: COMING BACKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang