Terlambat

3.4K 462 319
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.











Malam tiba dan sudah waktunya istirahat setelah Taeyong banyak mengobrol dengan Herdian. Setelah Herdian sedikit membicarakan soal masalah yang menimpa Taeyong dengan Naura berdasarkan sedikit dugaan yang didapat, pria itu langsung mengubah topik jadi lebih santai dan tentunya satu frekuensi dengan Taeyong. Herdian berusaha membuat Taeyong nyaman dan sedikit melupakan masalahnya, begitu juga Naura yang lebih banyak menghabiskan waktu bersama Si Kembar di rumah sang ayah.

Taeyong dan Naura baru benar-benar berdua setelah masuk ke kamar untuk istirahat. Ketika Taeyong masuk ke kamar dan menemukan Naura yang sudah duduk di atas kasur, suasana berubah canggung karena ini pertama kalinya mereka tidur satu kamar setelah masalah yang dilalui.

Naura sedikit memaksakan senyum, meski Taeyong tidak terlalu memperhatikannya. "Taeyong, kita harus ngobrol."

Taeyong yang baru akan naik ke kasur segera menyahut, "Soal?"

"Soal kita." Naura bicara sedikit tegas. "Soal kehidupan kita sama anak-anak. Secara baik-baik, tanpa rasa marah sedikit pun. Gimana?"

Taeyong mengangguk dan mengambil posisi untuk duduk di atas kasur, tak jauh dari posisi Naura. Keduanya tidak langsung bersuara, masih berusaha membiasakan diri di dalam satu kamar dan berbagi kasur yang sama lagi. Rasanya sangat aneh, seolah mereka sudah terlanjur nyaman berada kasur yang berbeda dan tidur di kamar masing-masing seperti di rumah. Menandakan bahwa mereka memang sudah sepatutnya tidak kembali bersama.

Naura berdeham, mengumpulkan nyalinya untuk mengajak Taeyong bicara baik-baik seperti yang direncanakannya. "Hubungan kita udah nggak sehat, Taeyong. Kamu juga sadar, 'kan?" Kita nggak bisa saling diam gini, karena jadinya sama-sama capek."

Ya, Taeyong memang lelah, tetapi Naura jauh lebih lelah. Mereka tidak banyak bicara satu sama lain, sama-sama bungkam hingga mulai merasa lelah dengan hubungan yang tidak bisa diusahakan untuk kembali membaik. Diam saja malah membuat hubungan mereka jadi tidak tegas, entah ingin berhenti atau melanjutkan.

"Kamu pasti capek dan muak juga lihat aku," Naura tersenyum kecut dan melanjutkan, "aku pun capek kalau harus nunggu kepastian gimana nasib kita selanjutnya."

Taeyong masih memilih bungkam dan membiarkan Naura bicara lebih dulu sampai selesai.

"Taeyong, kalau emang kamu mau kita berhenti, silakan. Sama kayak yang aku bilang waktu itu, tolong ambil keputusan yang tepat. Aku nggak tahu kamu udah ambil keputusan atau belum, tapi semoga itu keputusan yang terbaik."

"Kamu kesannya kayak berharap dikasih kesempatan," ujar Taeyong sedikit sinis.

Naura mengangguk, tidak ingin membohongi dirinya kalau keinginan itu tetap ada. "Kalau boleh jujur, iya. Aku emang berharap masih ada kesempatan buat kita. Apa kamu nggak kepikiran dampaknya?"

Ya, Taeyong tahu tahu kalau dampaknya akan panjang jika dia tidak membuat keputusan. Namun, kesempatan yang masih diberikan oleh Naura belum bisa ia manfaatkan. Pasalnya, Taeyong terus teringat apa yang dikatakan Herdian soal membiarkan Naura pulang padanya jika hubungan ini tidak bisa dilanjutkan.

UnhiddenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang