Ada Bahagia Baru

2.9K 416 117
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.














Taera dan Tiras kini sudah berusia tiga tahun. Keduanya makin aktif sesuai dengan perkembangan mereka. Si Kembar paling senang bermain, entah itu di luar atau di dalam rumah. Meski senang bermain, mereka memiliki caranya masing-masing. Taera tipikal anak yang kalem dan lebih suka bermain dengan satu atau dua mainan. Tiras lebih aktif dan akan bermain dengan banyak mainan, sesuai apa yang ia inginkan. Tiras juga lebih sering mondar-mandir di sekitar rumah, berlari ke sana ke mari, sampai beberapa kali mengacau ruang kerja Taeyong kalau tidak diawasi.

Taera dan Tiras juga sudah mengenal lebih banyak kata, meski kadang masih terbata untuk bicara atau meminta sesuatu. Keduanya tumbuh dengan baik dan pintar. Si Kembar memiliki hobi yang sama, yaitu menggambar. Naura sudah menebak kalau jiwa seni Taeyong pasti akan menurun pada Si Kembar, dan salah satu dari mereka atau mungkin keduanya, bisa saja mengikuti jejak papanya.

"Tiras, ngegambarnya udah dulu, ya. Boleh?" tanya Naura yang mencoba untuk menarik pensil warna dari tangan Tiras.

"Tapi ... tu mau dulu, Ma. Sebentar ... aja."

"Oke, tapi sebentar, ya? Tiras harus tidur. Besok kita harus siap pagi-pagi."

Tiras mengangguk menurut, kemudian melanjutkan kegiatan yang paling dia suka. Berbeda dengan Tiras yang sulit untuk berhenti, Taera justru akan berhenti menggambar kalau gambarnya sudah selesai. Meski hanya gambar coretan abstrak, kalau menurut Taera sudah selesai, saat itu juga dia akan berhenti.

"Tiras itu kalau ngegambar sama kayak kamu. Suka lupa waktu," ujar Naura yang duduk di samping sang suami dan mengamati Tiras.

Taeyong terkekeh pelan mendengarnya. "Kayaknya bakat aku lebih ngalir ke Tiras. Mungkin nanti dia yang nerusin aku."

"Mungkin," balas Naura yang mulai berandai-andai. "Taera gimana?" tanya Naura pada Taera yang duduk di atas pangkuan Taeyong.

"Enggak," jawabnya sembari menggeleng.

"Kenapa?" Taeyong bertanya karena penasaran dengan jawaban Taera. "Kan bagus jadi pelukis. Kerjanya santai, uangnya juga lumayan."

"Bosen." Taera membalas pertanyaan Taeyong dengan singkat.

Naura tertawa, sementara Taeyong sedikit tersinggung mendengarnya. Padahal profesi sebagai pelukis sangat nikmat kalau pandai menarik minat kolektor.

"Emang jadi pelukis tuh harus sabar. Kalau nggak sabar, yang ada lukisan nggak jadi-jadi."

Naura jadi teringat sesuatu soal pekerjaannya ketika menjadi editor. Naura merasa ada sedikit persamaan antara pekerjaannya dulu dengan profesi Taeyong sekarang. Kalau Naura berada dalam posisi Hendery sebagai penulis, pasti merasa posisinya bisa lebih sama dengan Taeyong.

"Taeyong, kalau kamu lagi ngelukis, ada nggak sih tiba-tiba inspirasi lain yang datang dan pengennya bikin baru? Jadinya nggak lanjut lukisan yang lagi dibikin gitu lho."

UnhiddenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang