3. Karena Lembur

850 125 8
                                    

Hera memberikan teh botolan yang biasa ia beli untuk Egi. Mereka duduk di rooftop kantor yang jarang ada orang-orangnya bahkan hanya untuk sekedar merokok. Rooftop ini indah tapi para manusia kantor terlalu malas untuk mencapainya. Hanya orang-orang terniat yang bisa mencapai rooftop.

"Thanks, Ra."

"Yoy." Jawabnya.

Egi meminum tehnya yang terasa menyegarkan. Kebetulan hari ini ia ada lembur sehingga bisa duduk di rooftop ini sambil menatap matahari terbenam. Tujuannya memang istirahat sejenak dari kegiatan di depan laptop yang melelahkan.

"Gue denger kantor kita mau ada acara jalan-jalan rutin sebagai bonus gitu ya?" Tanya Egi.

"Yaps. Kalau bonus gini biasanya dalem kota aja sih atau keluar kota yang deket-deket sini aja. Yang gak pakai nginep gitu. Jarang keluar kota, susah nyesuaikan jadwalnya. Kalau agenda tahunan baru deh keluar kota." Jelas Hera.

Hera ini adalah salah satu teman kantor Egi yang paling dekat dengannya selain Wina. Saat pertama kali Egi datang ke kantor ini yang menyambutnya meriah adalah Hera, sisanya terlihat biasa saja dan kembali fokus bekerja. Wajar karena pekerjaan mereka memang banyak dan seakan membuat tidak ada tenaga untuk menyambut orang lain.

"Seru juga ya kantor ini."

"Banget, Gi. Suka dan dukanya dapet deh kalau kerja lama di sini. Biarpun kita sibuk mampus cuma bonus uang juga lancar apalagi kalau lembur. Lumayan sejahtera sih gue di sini. Udah bisa cicilan rumah nih." Hera menyengir.

"Terakhir ke mana, Ra?"

"Mekarsari. Tumbenan jauh banget tahu gak. Eh tahunya si Clary mau ke sana." Cerita Hera sambil terkekeh kecil.

"Kenal lo sama Clary?" Egi menjadi sedikit lebih tertarik mendengar nama Clary, kebetulan ia beberapa hari ini tidak ada bertemu Clary lagi setelah hari itu.

"Siapa sih Gi yang gak kenal Clary. Semua berlomba-lomba mendekati Clary biar bisa jadi ibunya." Terdengar gelak tawa dari Hera.

"Lo gak tertarik?"

"Gila aja." Hera meneguk minumnya.

"Emang kenapa? Tertarik gak papa kali."

"Lo sendiri tertarik, Gi?" Tanya balik Hera.

"Enggak."

"Nah sama kan. Tertarik juga gak papa." Hera ternyata membalikkan perkataannya.

Mendengar itu membuat Egi menatap Hera tak percaya. Yang ditatap hanya menggedikkan bahu.

"Nih gue udah punya tunangan ya." Hera memperlihatkan jari manisnya yang tersemat sebuah cincin.

"Pantesan lo bukan menjadi salah satu dari fans-fansnya Pak Brian."

Hera tertawa mendengar itu, "Itu sih mereka aja kegatelan gak bisa lihat cowok ganteng dikit. Eh pas tahu duda pada mundur teratur hampir setengahnya. Sebagian masih kekeh ngedeketin anaknya juga. Untung Clary susah dideketin. Gawat kan kalau deket sama semua terus minta dinikahin semua."

"Emang ya lo ini sumber gosip kantor sampai tahu segala macamnya." Hera hanya menyengir mendengar entah itu pujian atau bukan dari mulut Egi.

Hera dan Egi kembali menikmati senja dengan teh dingin yang segar.

...

Egi masih menyelesaikan pekerjaannya bahkan sampai larut malam. Hera pun sudah memilih pulang sejak dua jam lalu. Egi adalah seseorang yang tidak bisa melihat pekerjaannya menggantung jadi ia memilih memforsir dirinya sampai pekerjaan itu selesai.

Renjana | ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang