25. Perihal Status Duda

598 93 3
                                    

Brian terbangun ketika tidak ada sosok Egi di sampingnya. Ia masih ingat wanita itu tidur di dalam pelukannya. Brian masih dengan mata berat berjalan keluar kamar. Ia bisa mendengar suara ribut dari arah dapur.

Setelah menuruni tangga ia akhirnya menemukan dapur dan di sana ada Egi yang sedang memasak. Egi memakai kaos kebesaran milik Brian dengan celana training yang ada di vila ini. Brian memang sengaja meninggalkan beberapa potong pakaiannya untuk cadangan. Brian sendiri memakai kaos lainnya dengan celana pendek.

Brian tersenyum lalu memeluk Egi dari belakang. Egi yang merasakan pelukan itu ikut tersenyum. Kecupan-kecupan manja yang dihujami Brian di kepala hingga pipinya membuat Egi terkekeh.

"Selamat pagi." Ujar Brian dengan suara khas bangun tidur. Terdengar seksi di telinga Egi.

Egi mengelus dagu Brian yang terdapat jenggot tipis yang entah sudah berapa lama tidak dicukurnya. "Pagi."

"Kamu mau buat apa Gi?"

"Sandwich. Aku tadi minta beliin bapak penjaga vilanya roti, sosis sama telur."

Brian mengangguk di belakang. Sepanjang memasak Brian tidak melepaskan pelukannya seperti koala. Menyebabkan Egi beberapa kali mengomel karena jalannya jadi berat.

Mereka menikmati sarapan dengan tenang sebelum Brian menyeletuk, "Kalau Ibu kamu salah paham pas kita pulang nanti gimana ya Gi?"

Egi tersenyum, "Bagus dong. Biar cepet dinikahin." Canda Egi.

"Tuh kan ketahuan siapa yang kelebihan hormon." Cibir Brian.

Egi tertawa, "Ibu lagi pergi kok Bri. Kemaren sore ngabarin mau ke tempat Evan. Kebetulan yang mendukung banget kan?"

"Kamunya kesenengan."

Egi menyengir.

"Gi, malam ini ketemu Mami Papi ya?"

Egi dibuat terbatuk mendengar pertanyaan dadakan Brian. "Sorry sorry Gi." Brian menyerahkan susu di atas meja.

"Apa tadi kamu bilang?"

"Ayo ketemu mami papi aku."

"Bu-buat?" Gugup Egi.

"Ya buat minta restu lah Gi. Masa cuma minta restu ke Ibu kamu."

"Re-restu?"

Brian mengangguk. "Gak usah kaget gitu ah."

"Tapi apa gak kecepetan Bri?"

"Enggaklah sayang. Kan kita nanti mau ke Ibu kamu. Minimal megang restu orang tua aku dulu. Biar kalau Ibu kamu udah setuju bisa langsung tentuin tanggal."

"Kamu ngebet nikah ya Bri?"

Brian tertawa, "Iya banget Gi. Biar bisa cepet-cepet bikin adik buat Clary."

Mendengar itu semburat merah menghiasi pipi Egi. Egi menghujami Brian dengan pukulan-pukulan kecil.

Brian malah makin terbahak. "Bercanda Gi."

Egi cemberut, "Ngelamar ke aku aja belum, mau sok-sok-an minta restu." Cibir Egi.

Brian menatap Egi dari jarak yang begitu dekat, "Oooh jadi begitu... jadi maunya dilamar dulu?"

Egi menjauhkan wajahnya lalu mencibir dengan tidak jelas. Kelakuan Egi itu membuat Brian jadi gemas. Ia dengan nekat mengecup singkat bibir Egi.

"Brian!" Sudah Brian duga akan begini responnya.

Brian mengeluarkan sebuah kotak kecil yang di dalamnya ada cincin emas putih bertahta berlian. Egi takjub menatapnya. Cincin itu sangat cantik namun tidak terlalu menojol. Berliannya kecil dengan desain sederhana. Benar-benar style Egi sekali.

Renjana | ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang