Bonus (1) Cerita Davin

711 58 11
                                    

Sebelumnya mungkin bakal banyak yg kecewa dgn putusnya Davin Yesi. Sejak awal aku emang enggak menjanjikan happy ending untuk semuanya but... aku menyediakan pilihan lain untuk bahagia. Seperti di chapter terakhir Renjana sebelum epilog. Intinya semua berhak untuk memilih. Mau itu akhirnya menyakitkan atau pun enggak ya itulah pilihan mereka. Dan inilah pilihan Davin...
Semoga aja bisa buat bonchap untuk pilihan Yesi ya ;)


——


"Jadi mau cerita gak lo?" Tanya Brian.

Brian menagih janji Davin yang akan bercerita setelah dirinya menikah. Sebenarnya ini sudah seminggu semenjak pernikahannya. Ia sedikit melupakan masalah Davin karena ia terlampau bahagia.

Davin menyeruput kopinya. Kebetulan Brian dan Davin sedang ada di Milan untuk pekerjaan Brian. Sedangkan Davin mengambil cuti untuk liburan. Mumpung Brian ke luar negeri mending dia ikut saja, kan? Sekalian menjadi penghibur lara. Ia perlu pergi sejenak dari hiruk pikuk Jakarta yang memekikkan.

Hembusan napas Davin mengawali niatnya untuk bercerita, "Jadi...." Ujar Davin memulai cerita.

Dua minggu yang lalu

Davin menatap Yesi yang masih saja menunduk. Intinya mereka berdua memiliki pemikiran berbeda yang solusinya sulit untuk didapatkan. Satu hal yang akhirnya Davin tahu setelah mereka resmi berpacaran adalah... Yesi tidak memiliki keinginan untuk menikah sedangkan Davin ingin segera meresmikan hubungan mereka.

Davin sudah berkali-kali meyakinkan Yesi bahwa pernikahan tidak seburuk yang ia pikir. Baiklah, Yesi memiliki trauma karena perceraian kedua orang tuanya. Ah, Davin sampai lupa kalau Wafi dan Yesi adalah anak broken home. Orang tua mereka bercerai ketika mereka masih kecil. Akhirnya mereka memilih ikut sang ayah karena ibu mereka menelantarkan mereka. Hal inilah yang membangun trauma Yesi.

"Maaf, Kak..." Ujar Yesi.

"Yesi masih gak bisa." Yesi mengembalikan kotak berisi cincin yang bahkan sudah Davin siapkan sejak berbulan-bulan lamanya sebelum berani melamar Yesi.

Hembusan napas berat itu terdengar begitu nyaring. Sebenarnya sebulan lalu Davin sudah melamar Yesi. Berdua saja ketika mereka movie date, sayangnya kencan itu malah berakhir kekecewaan serta pertengkaran.

"Apa gak bisa aku tunggu kamu? Aku bisa nunggu kamu. Seberapa lama pun kamu mau, aku bisa."

Yesi menggeleng, "Kalau kakak nunggu... aku gak yakin sampai kapan. Aku gak mau kakak buang-buang waktu cuma karena aku."

Berat untuk mengatakan itu. Yesi pun sejujurnya sangat menyukai Davin. Bohong saja kalau tidak ada artinya semua kebersamaan mereka. Sejak awal Yesi memang sudah menyukai Davin. Malu-malunya, kegugupannya, dan baiknya Davin membuat Yesi terpesona. Namun Yesi lupa, sebesar apapun rasanya pada Davin tetap saja rasa takut itu tidak pernah bisa dikalahkan. Yesi telah menyerah bahkan sebelum mencobanya. Ia ingin tetap berjalan seperti ini dengan Davin tanpa perlu ada status yang lebih jauh.

"Yes..." Ucapan Davin tertahan.

Masih saja tidak ada penyelesaian dari semua masalah mereka. Mereka terlalu berbanding terbalik.

"Beneran kita gak bisa?" Tanya Davin.

Wajahnya penuh luka. Tidak jauh berbeda dengan Yesi. Keputusan ini jelas tidak hanya menyakiti Davin, Yesi juga.

Yesi menggigit bibir bawahnya, "Maaf..." Mendengar itu membuat Davin memejamkan matanya. Pahit.

Yesi memilih untuk egois dengan tidak ingin melanjutkan atau pun mencoba dalam hubungan mereka. Yesi pikir Davin sudah berjalan terlalu jauh dari batas seharusnya. Yesi masih terlalu takut, di satu sisi ia juga takut membebani Davin dengan traumanya. Davin terlalu berharga hingga lebih baik ia merelakannya.

Renjana | ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang