18. Haruskah Kita Mencobanya?

761 100 5
                                    

WARNING 18+

Yang underage mohon tinggalkan halaman ini




——





"Aku seneng banget bisa ngalihin dia dari kartun kesukaannya, Bri. Aku tuh takut matanya kenapa-napa kalau dia nonton terus. Dia masih kecil loh." Celoteh Egi.

Brian rasanya senang bisa mendengar Egi berbicara sepanjang ini, apalagi yang dibahas adalah Clary, anaknya. Senyuman tidak lepas dari wajah Brian. Mata Brian juga fokus menatap wajah Egi yang terus berbicara. Padahal tadi rasanya mereka sangat canggung akibat insiden pakaian.

"Kamu jangan suruh dia nonton terus ah." Protes Egi.

Brian masih betah menatap wajah itu dan pandangannya beralih pada bibir itu. Bibir yang sebulan lalu berhasil membuatnya kalap. Bibir itu walau tanpa polesan lipstik tetap berwarna merah muda dan terlihat lembab. Bahkan kali ini bibir itu berkali-kali lipat lebih menggoda dibanding sebulan lalu.

Brian masih diam di tempat. "Briiii..."

"Eh iya, Gi?" Kaget Brian.

"Tuhkan! Dengerin aku gak? Nanti aku ngulang lagi." Kesal Egi.

"Denger kok denger." Brian terkekeh.

"Jangan cuma didengerin tapi dilakuin juga. Demi kesehatan Clary loh, jangan cu–" Ucapan Egi terpotong oleh Brian yang memotong jarak mereka.

Mata Egi membelalak. Ini seperti deja vu sebulan lalu ketika mereka pertama kali berciuman. Pikiran Egi langsung runyam dibuatnya. Antara tubuh dan pikiran sangat bertolak belakang. Egi menolak ciuman itu secara pikiran tapi tubuhnya malah menerima.

Siapa yang bisa berciuman seperti ini padahal mereka tidak terlibat hubungan apapun?

Egi dan Brian pasti sudah gila. Belum lagi fakta bahwa mereka baru saling mengenal namun sudah tidak berjarak seperti ini.

Lagi-lagi Brian pintar membuai Egi dalam ciuman itu. Ia berhasil membuat Egi melayang. Setiap kelembutan dari ciumannya dan setiap sentuhan lembut yang Brian berikan berhasil membuat Egi serasa terbang ke langit ketujuh.

Tangan Brian menuntun Egi untuk melingkarkan tangannya pada leher Brian. Egi menurut. Sentuhan tangan Brian pada pinggangnya berhasil membuat Egi meremang. Udara yang dingin malah terasa panas bagi mereka berdua.

Ciuman itu menjadi sangat menuntut.

Napas mereka beradu menerpa masing-masing pipi dengan jarak yang sudah sejak lama terpotong. Bibir itu terasa manis, bibir itu terasa lembut, bibir itu berhasil membuai. Lidah itu memabukkan, menyentuh setiap rongga mulutnya.

Egi menekan leher Brian agar ciuman mereka semakin dalam dan intim. Suara keras akibat bibir mereka yang beradu menjadi terdengar indah. Egi membuka matanya. Menatap betapa indahnya ciptaan Tuhan di hadapannya itu. Menatap bagaimana pemilik bibir yang sudah menguasainya itu ketika berciuman.

Egi memang sudah gila.

Tangan Brian tidak tinggal diam, Egi tidak tahu sejak kapan tangan besar itu sudah menelusup di antara atasan piyamanya. Matanya kembali dibuat memejam. Erangan kecil berhasil lolos dari bibir Egi ketika tangan Brian mengusap perut ratanya.

Tangan kiri lelaki itu mengusap punggung mulus milik Egi hingga menemukan pengait bra milik Egi. Sedang tangan kanannya masih betah bergerilya di perut rata Egi sambil terus naik hingga...

Egi melepaskan ciuman mereka, terdengar napas memburu dari keduanya. Tangan Egi sudah menahan tangan Brian yang hendak bermain pada salah satu aset berharganya. Egi telah berhasil mengembalikan kesadarannya yang sempat terbuai kelihaian Brian.

Renjana | ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang