Egi merentangkan tubuhnya yang agak pegal karena posisinya memeluk Clary. Ia menepuk keningnya merutuki diri kenapa ia malah ikut tertidur. Egi berjalan perlahan keluar kamar agar tidak membangunkan Clary. Egi mengelilingi rumah besar itu berharap menemukan Brian.
"Apa tidur juga, ya?" Tebak Egi, ia melihat jam tangannya dan sudah hampir petang.
Egi tetap mencari Brian dengan menyusuri lantai dua. Tanpa sengaja matanya menangkap sebuah kamar yang pintunya terbuka sedikit. Ada sebuah foto berbingkai besar. Tanpa sadar Egi telah mendorong pelan pintunya sampai terlihatlah dengan jelas kamar beserta foto itu.
"Cantik." Ucapnya, rupanya itu adalah foto pernikahan Brian dan Mamanya Clary yang entah siapa namanya.
Begitu sadar buru-buru Egi kembali menutup pintu kamar itu dan melanjutkan mencari keberadaan Brian. Sebuah pintu lainnya membuat Egi penasaran setengah mati. Ada gambar Clary di pintu itu bertuliskan "Ruang Kerja Papa".
Egi sempat terdiam lama di depannya. Ia hanya merasa tidak nyaman, ia yakin tempat ini adalah ruangan terprivasi milik Brian. Sampai akhirnya ia memberanikan diri mengetuk pintu itu.
Kegiatan Brian menyelesaikan pekerjaannya dari rumah terhenti ketika mendengar ketukan pintu. Ia sedikit mengerut lalu menatap jam di ruangan itu sebentar. Rupanya sudah hampir senja.
"Sebentar." Brian membuka pintu kamarnya.
"Loh Egi. Udah bangun toh."
"Gue ketiduran kok gak lo bangunin." Protes Egi.
"Maaf, soalnya lo kelihatan pules banget. Gak tega gue bangunin." Tanpa sadar Brian dan Egi kembali memakai lo-gue.
"Ah lo pasti sengaja karena pengin lihat gue mangap kan!" Tuduh Egi.
Brian kembali teringat saat Egi tidur di mobilnya, otomatis Brian jadi terbahak. "Tuhkan bener!"
"Enggak Gi suweeer deh. Lo gak mangap kayak kemaren kok." Brian masih saja cekikikan.
Egi merengut. "Nyebelin banget sih." Brian masih saja tertawa.
Egi menatap ruang kerja Brian dari celah yang ada, mereka masih berdiri di depan ruangan itu tanpa masuk. Ruangan itu penuh dengan buku-buku bisnis dan beberapa lukisan, yang mengejutkan karena ada beberapa alat musik tersusun rapi.
"Woaah!" Egi tanpa sadar berucap.
"Masuk, Gi."
"Boleh nih?" Egi agak ragu.
"Boleh."
Egi dengan antusias masuk ke ruangan itu. Matanya berbinar. "Gila keren banget ruang kerja lo. Boleh gue lihat-lihat?"
"Boleh."
Yang pertama Egi lihat adalah lukisan yang terpajang di ruangan itu. Ada sebuah lukisan yang menarik perhatiannya. Lukisan keluarga. Memang tidak terlalu terlihat karena setengahnya hampir tertutup kain hitam, entah mengapa Egi memperhatikannya.
"Kalau Mamanya Clary masih hidup mungkin begini kali ya foto keluarga kami." Ucap Brian sambil menyingkap kain hitam itu dan terlihat jelaslah lukisannya.
Egi menatapnya takjub.
"Ini lukisan khusus yang gue pesan setelah ulang tahun pertama Clary. Buat mengenang Ibunya dan biar suatu saat bisa gue kasih sebagai hadiah buat Clary."
Egi menatap lukisan itu. Lukisan ini benar-benar sangat apik dan hampir seperti aslinya sehingga memudahkan Egi mengenali sosok ibunda Clary yang tadi Egi lihat di kamar Brian.
"Kenapa gak dilihatin dari dulu?"
"Penginnya nanti aja."
Egi lalu berbalik dan Brian menutup kembali lukisan itu dengan lebih sempurna, "Lo bisa main alat musik?" Egi menatap alat musik milik Brian yang sedari tadi menarik atensinya.
![](https://img.wattpad.com/cover/234002778-288-k125909.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Renjana | ✔️
General FictionRenjana /rênjana/ (n) rasa hati yang kuat (rindu, cinta kasih) #1 - dayvelvet (28-07-2021) #17 - egian (28-07-2021) #25 - seulbri (28-07-2021) Cover by PUTRI_GRAPHIC