30. Fakta Lainnya

589 85 5
                                    

Waw gak kerasa udah part 30 aja. Ngeri juga sih aku bisa buat sepanjang ini. Sebenernya takut bakal aneh atau kelupaan sama ide ide sebelumnya terus gak nyambung. Aku harap si enggak ya.

Aku emang gak bisa upload sering sering karena emang waktunya blm ada dan cerita ini juga mandek di part sekian🤣 akan tetep aku lanjutin tp emang bakal lamaaaaa bgt karena aku prioritasin kuliah aku dulu. Aku harap kalian sabar ya ;)

Dan.... makasih banget buat para pembaca cerita impulsif yg masih banyak kekurangan ini. Jujur aku kadang masih merasa kurang dan insecure sama hasil tulisan aku tapi sekali lagi aku masih terus belajar dan belajar. Aku berharap pada karyaku yg selanjutnya aku bisa lebih baik dan baik lagi.

Sementara nikmati aja dulu yg ada sambil aku mengasah lagi dan lagi ;)

Gak usah banyak cing cong lagi kuuuuy di baca💃🏼💃🏼💃🏼






———







Pagi-pagi Egi membangunkan Brian yang terlelap terlampau lelap, sampai-sampai perlu disogok ciuman dulu baru mau bangun. Padahal hanya modus Brian saja. Berat rasanya untuk bangun, harus diseret-seret Egi dulu.

"Mau apa sih sayang pagi-pagi begini? Matahari aja belum mau menampakkan diri." Kata Brian asal.

"Ngaco. Makanya bangun dulu bener-bener."

Brian dengan terpaksa mendudukkan dirinya. Ia menguap dengan mata masih menutup.

"Ayo keluar." Ajak Egi.

"Dingin." Tolak Brian.

"Pakai jaketnya." Egi menyerahkan jaket Brian.

Pagi ini memang gerimis-gerimis kecil sehingga membuat udara jadi lebih dingin.

"Di luar hujan, ngapain keluar sih? Enakan di kamar goleran di dalam selimut." Protes Brian.

"Atau sini kamu peluk aku biar hangat." Ucap Brian lagi.

"Ngaco banget ya kamu." Egi menggeplal kepala Brian, membuat sang empunya kepala cemberut.

Biar pun protes dan cemberut tetap saja Brian mengikuti semua pergerakan Egi. "Makanya ayo ikut. Orang cuma gerimis kecil. Paling bentar lagi reda."

Egi menarik tangan Brian. Dengan terpaksa Brian mengikuti langkah Egi. Begitu Egi membuka pintu vila, udara semakin menusuk.

"Dingin Giiiii." Keluh Brian dan merengkuh Egi ke dalam pelukannya.

"Modus mulu deh." Cibir Egi.

"Beneran dingin ini mah."

"Tuh lihat." Tunjuk Egi.

Brian menatap arah telunjuk Egi. Sebuah bukit di mana dulu mereka menyaksikan matahari terbit. Kali ini bedanya mereka melihat dari jarak jauh. Bahkan terlihat jauh lebih indah didukung oleh rintik gerimis yang jarang.

"Indah banget Bri. Ternyata di bawah lebih indah." Ucap Egi.

"Ternyata hal-hal yang kita remehkan bisa jadi jauh lebih indah. Kita selalu menganggap matahari terbit di tempat tertinggi jauh lebih indah, nyatanya hari ini terbukti bahwa di tempat yang tidak terlalu tinggi pun matahari bisa terlihat seindah ini." Lanjut Egi.

Brian menatap Egi balasan dari ucapannya. Egi berjalan menuju halaman dan bermain gerimis. Ia tertawa selayaknya anak kecil yang menemukan mainan favoritnya. Dinginnya hari itu tidak melunturkan senyum manis itu sama sekali.

Kali ini Brian menyadari satu fakta lagi mengenai Egi... dialah orang Indonesia yang ia temui dulu.

"Ayo gabung Bri!" Teriak Egi.

Renjana | ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang