6. Sakit

781 110 3
                                    

"Siapa Gi?"

Egi hampir terlonjak karena pertanyaan ibunya. Mengangetkan, tiba-tiba ibunya sudah ada di sampingnya sambil ikut melihat mobil Brian pergi. Wajah ibunya jelas memperlihatkan keingintahuan.

"Ibu, Egi kaget. Ibu mau Egi jantungan apa?" Egi mengelus dadanya.

"Ibu tanya siapa yang nganter kamu, Gi?" Ulang Liana tanpa mempedulikan keluhan Egi.

"Temen Egi, Bu."

"Kan tadi kamu sama Wina perginya."

"Wina tadi langsung dijemput Kak Jae, soalnya dia kecapekan. Jadi Egi dianter temennya Wina yang udah jadi temen Egi juga." Jelas Egi.

Liana mengerut, "Bener cuma temen? Bukan pacar?"

"Bener, Bu. Cuma temen. Kalau pacar pasti udah Egi kenalin kok." Tegas Egi lagi.

"Gak bohongkan?"

"Enggak, Ibu. Itu tadi tuh temennya Egi. Kenalan waktu Wina pingsan kemaren."

Liana menghembuskan napas kencang dengan sengaja, "Ya udah. Ibu ke dapur." Liana melenggang masuk ke dapur.

Egi menggelengkan kepala. Ia tahu ibunya pasti kecewa karena jawabannya. Mau bagaimana lagi karena memang itulah adanya. Egi juga akhirnya masuk ke dalam kamarnya. Ia benar-benar lelah setelah berlarian mencari Clary di tengah sinar matahari siang tadi.

Egi menghempaskan tubuhnya ke atas kasur yang empuk, nyaman. Tiba-tiba Egi teringat bagaimana ekspresi Clary tadi saat merindukan ibunya. Rasa iba pada diri Egi tiba-tiba bangun. Diusianya yang masih sangat kecil ia harus kehilangan ibunya bahkan sebelum sempat melihat bagaimana sosok sang ibu.

"Kasihan ya Clary. Masih kecil sudah harus struggle segitu besarnya." Lirih Egi.

"Apa di dunia ini emang gak ada kehidupan yang sempurna ya? Clary punya segalanya berkat papanya tapi ibunya meninggal. Yah gak jauh beda sama gue sih, bedanya gue gak ada ayah." Lanjut Egi.

Egi merenungi ucapannya tadi. Dibalik semua hal yang dianggap orang-orang sempurna ternyata ada kecacatan di dalamnya yang tidak pernah mereka perlihatkan. Brian yang kehilangan sosok istri dan Egi yang kehilangan sosok ayah.

Egi saat tahu Clary sudah tidak memiliki ibu bisa merasakan apa yang Clary rasakan. Ia juga kehilangan sosok ayah diusia muda. Namun Clary lebih muda lagi.

"Mungkin kehidupan sempurna cuma buat orang-orang kayak Wina kali ya." Egi tertawa.

Lambat laun matanya mulai terpejam karena lelah yang menyerang. Dengkuran kecil terdengar menandakan ia akhirnya tertidur pulas. Egi telah siap menuju alam mimpinya.

...

Brian membereskan berkas-berkas yang berantakan beserta dengan barang pribadinya dengan agak terburu. Temannya yang ada di ruangan itu sampai terabaikan dan hanya dapat melihatnya saja.

"Buru-buru amat, emang mau ke mana?" Tegur Jae.

"Clary sakit kata Ibu Gurunya. Ini mau gue jemput. Rewel banget dia kayaknya, secara tersirat aja sih Gurunya bilang." Jawab Brian.

"Walah. Jangan-jangan gara-gara kemaren waktu ke dufan? Gara-gara dia sempat hilang."

"Kayaknya sih iya. Mungkin syok gitu kali ya. Padahal kemaren-kemaren fine-fine aja."

"Kasihan banget sih dia kemaren. Berlinang air mata terus keringetan juga. Mana manggil-manggil mama terus. Untung si Egi nemuin dia. Ajaib banget emang tuh cewek. Terniat sih."

Brian tersenyum, "Untungnya ya. Gak tahu lagi deh gue kayak mana kalau Clary gak ditemuin Egi."

"Davin emang gak bisa jemput? Jarak sekolahannya Clary kan lumayan juga. Kalau sama Davin bisa langsung pulang, sama lo mesti putar balik dulu."

Renjana | ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang