21

24.1K 1.8K 7
                                    

Balikapapan, pukul 12.30 WITA

"Lo tau nggak, ga? Rini dkk nanya Kia mulu ke gue." ujar Satria saat kami sedang istirahat makan siang di kantin kesatuan ku.

Aku mengernyit bingung, "Ngapain nanya-nanya tentang Sasi?"

"Ya menurut lo aja lah." jawab Satria tidak santai.
"Gimana si Kia? Baik?" lanjut Satria

"Kemarin hanya sebentar saya telponannya, diputus oleh sinyal." jawab ku sembari memperhatikan sekeliling ku.

"Udah kali ga kaga usah lo pelototin tiap sudut ni ruangan. Bikin takut anak orang aja lo." ujar Satria sambil menendang kaki ku.

"Saya cuma memperhatikan sekitar bukan melototin anak orang." jawab ku kembali fokus ke semangkuk rawon didepan ku.

"Nah ini dia yang kita cari daritadi." ucap seseorang yang baru datang sambil ngos-ngosan dan menyambar es teh manis ku.

Sebelum aku sempat protes, Ucok memberikan informasi yang membuat ku makin jengah dengan tingkah Reni. "Maap bang minum mu aku ambil, capek kali aku habis dikejar Reni sama kawan-kawannya. Mana ngejar aku cuma mau minta foto lamaran bang Arga lagi."

"Tak ku beri bang, abang tenang aja." lanjut Ucok.

"Pokoknya foto Arga lamaran di kesatuan ini yang punya cuma gue, lo, sama Alvin. Jadi kalo sampe bocor berarti lo pelakunya cok." ujar Satria yang diberi tatapan tidak percaya Ucok.

"Bah macam mana pulak aku yang kena. Siapa tau abang atau si Alvin pelakunya." jawab Ucok kesal.

Tak ku hiraukan perkelahian tidak jelas Ucok dan Satria, aku segera berdiri dari tempat duduk ku dan langsung pergi menuju ruangan ku.

Ditengah perjalanan, aku bertemu Reni beserta kedua temannya. Aku tidak menyapa sama sekali mereka dan berlalu begitu saja.

"Pokoknya kita harus dapetin sosmed tunangan bang Arga!" ucap Reni begitu Arga berlalu didepannya begitu saja.

-
Kini kami sedang beres-beres sehabis kegiatan kami dilapangan desa ini usai. Aku berada ditengah kerumunan anak-anak yamg tengah berebutan untuk mendapatkan semangkuk bakso.

"Duduk ya semuanya, nanti biar kak Kia, kak Tyas, sama mas Raga yang anterin baksonya." ujar ku kesekian kalianya tapi tetap tidak digurbris.

Selepas acara tadi, banyak anak-anak yang menangis akibat tidak mendapatkan hadiah yang dibungkus kertas kado cantik. Karna aku tidak tega, maka semua anak-anak yang mengikuti lomba tadi aku belikan bakso mang Edi yang kebetulan sedang lewat.

"Woy bocil bisa duduk aja nggak sih lo pada! Berisik banget pada teriak-teriak!" ucap sebuah suara yang mengagetkan kami semua dan membuat anak-anak ini duduk rapi seketika.

"Rama, jangan kasar kalo sama anak kecil." ucap ku pelan.

"Buktinya mereka pada duduk kan?! Lo aja sama cowok lo ini yang terlalu lembek." jawabnya sambil berlalu pergi menuju ke arah posko.

Aku hanya menggelengkan kepala ku saja melihat kelakuan Rama. Ya walaupun teriakan menggelegar Rama membantu ku sih.

Saat semua anak sedang asyik makan aku menemukan lagi orang aneh itu sedang menatap ku tajam lagi. Karna kepo aku bertanya pada salah satu anak yang ada disitu.

"Ehm, Putra. Mbak itu siapa ya?" tanya ku sambil melihat orang aneh itu.

"Oh itu mbak Emi kak, anaknya pak mantri." jawab Putra sambil memakan baksonya.

"Aneh ya mbak? Dia sebelumnya tinggal di kota nah habis pulang dari kota jadi aneh gitu orangnya." jawab mang Edi sambil menyesap rokoknya disamping ku.

Stuck With UTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang