24

24.3K 1.9K 25
                                    

Tak terasa sudah seminggu program KKN ku telah berakhir. Selama sisa waktu ku KKN di desa tersebut tidak ada kejadian aneh lagi yang menimpa ku. Sesuai janji pak mantri saat itu, mbak Emi dibawa ke rumah sakit jiwa keesokan harinya.

Kini aku menikmati waktu senggang ku dengan mengunjungi kampung halaman Rama yaitu Semarang. Sejak penawaran absurd ku saat itu, Rama benar-benar tidak pernah mengganggu ku lagi. Ia berubah total dan memperlakukan ku seakan-akan aku adalah Sinta nya.

Aku mengunjungi Semarang tidak sendirian, tentunya ada antek-antek Rama, Intan, Zara, Tyas, Ben, dan Raga. Mengenai Rama yang kini seperti kakak laki-laki ku, hal tersebut disambut bahagia oleh ibu ku. Aku menceritakan semuanya padanya dan ibu menyambut Rama dengan sangat baik. Ia bilang udah lama pengen punya anak laki-laki, tapi apadaya yang keluar cewek semua.

Tanggapan bapak dan mbatar biasa aja. Mereka nggak bisa nolak juga sih, secara semua kuasa ada ditangan ibu. Mengenai mas Anu, entah kenapa dia susah sekali dihubungi akhir-akhir ini. Setiap aku hubungi selalu saja beralasan macam-macam. Maka daripada stress memikirkan perubahan mas Anu, Rama mengajak aku dan yang lainnya untuk berkunjung ke kampung halamannya di Semarang.

"Asli sih panas banget anjir! Mau balik kerumah aja lah gue. Sapa mo ikut balik?" tanya Ben saat kami sedang mengunjungi danau rawa pening.

"Ih kok balik sih! Kan ntar kita mau ke lawang sewu." sahut ku sebal.

"Panas bgt ki nggak tahan gue. Ke lawang sewu nya besok aja lah." jawab Ben sembari mengipasi dirinya dengan kipas portable milik ku.

"Iya, udah lengket banget sama keringet nih badan w." ucap Tyas yang diangguki teman-teman ku yang lain.

"Yaudahlah besok aja lanjutin jalan-jalannya ia. Nenek nya Rama kasian juga sendirian dirumah kita pergi udah lama gini." ucap Raga yang membuat ku semakin mengerucutkan bibir ku.

"Malem ini bakar-bakar deh. Kalian balik duluan aja biar gue beli bahan-bahannya." ujar Rama yang membuat ku langsung tersenyum cerah.

"Makanan aja, langsung senyum-senyum lo." cibir Alfi yang ku balas dengan cengiran lebar ku.

Fyi, Rama setelah perceraian kedua orang tuanya memilih untuk tinggal dengan nenek nya di Semarang, kampung kampung halaman ibunya. Walaupun ia setuju saja dengan ayahnya yang menikah lagi, tapi ia merasa sungkan untuk tinggal bersama keluarga baru ayahnya.

Diperjalana menuju supermarket ku coba lagi untuk menghubungi mas Anu. Entah keajaiban darimana telpon ku kali ini belum tiga kali deringan sudah diangkat doi.

"Mas! Kamu kok ngehin-" belum sempat aku menyelesaikan kalimat ku, kalimat yang mas Anu ucapkan mampu membuat ku membeku.

"Ayo menikah." ucap maa Anu tenang.

Aku terdiam cukup lama. Lidah ku kelu mendengar ucapan mas Anu.

"Halo? Sasi? Halo??"

"Woy napa lo!" senggol Rama membuyarkan lamunan ku.

"Kamu lagi sama siapa? Kok suaranya tadi seperti laki-laki?" lanjut mas Anu.

"Mas kamu bercanda ya?" tanya ku mengabaikan pertanyaan mas Anu barusan.

"Saya tidak bercanda. Saya susah kamu hubungi itu karna saya sedang fokus untuk meyakinkan orang tua kamu mengenai rencana saya untuk segera menikahi kamu." jawab mas Anu panjang lebar.

Tapi ibu bapak nggak ada bilang apa-apa tu, mbatar apalagi. Pikir ku.

"Mas apa nggak nunggu sebentar lagi? Aku udah semester 6, bentar lagi nyusun skripsi terus lulus, nikah deh kita." ujar ku sembari mendorong trolly.

Stuck With UTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang