Sudah 4 bulan berlalu semenjak kejadian tragis itu, dan sudah 4 bulan juga Sasi terbaring koma. Malam itu, dengan hati yang sangat gelisah ku coba untuk setenang mungkin menyelesaikan sisa pekerjaan ku dan menjemput mertua ku di Samarinda.
Hanya Satria yang ku beri tahu mengenai kejadian tersebut. Tapi seperti biasa, cerita itu bocor dan menghebohkan kesatuan ku. Bagaimana tidak, aku dan Sasi baru sah sebagai suami istri selama 2 minggu dan kini istri ku diambang kematian.
Saat menjemput kedua mertua ku tentunya aku disambut tangisan histeris ibu mertua ku, sedangkan bapak mertua ku hanya terdiam saja tapi aku tahu bahwa ia sangat terpukul.
Info yang ku dapat dari mbak Tara, Sasi mengalami patah tulang rusuk dan patah tangan kiri. Sedangkan Dhani kaki kanannya patah dan selebihnya hanya lecet dibagian wajahnya.
Aku hanya mengangantarkan mertua hingga ke bandara saja, karena saat itu ada pekerjaan yang tidak bisa ku tinggal. Berulang kali Dhani menangis meminta maaf pada keluarga Sasi dan aku karena lalai menjaga Sasi.
Saat itu, mobil travel yang Dhani dan Sasi tumpangi melaju dengan kecepatan tinggi dan tidak sempat menghindar dari kecelakaan yang ada didepannya. Ternyata penyebab utama kecelakaan itu adalah pengemudi mengantuk yang memaksakan untuk terus jalan dengan laju diatas rata-rata dan langsung menghantam beberapa mobil didepannya.
Saat weekend atau senggang aku selalu pergi ke Surabaya untuk menemui Sasi yang sudah 4 bulan ini koma. Mertua ku sengaja menyewa rumah dekat runah sakit ini agar bisa selalu menjaga Sasi. Mbak Tara tidak bisa meninggalkan pekerjaan nya, tapi setiap hari selepas mengajar ia PP Malang-Surabaya.
"Maaf bang karna gue nggak bisa tepatin janji buat jaga Kia. Maaf banget bang." ucap Dhani setiap saat saat aku berkunjung.
"Kamu udah ngomong itu ribuan kali dhan, udah. Ini bukan salah kamu kok, jadi stop ngomong itu mulu. Bosen ini saya denger kamu ngomong itu terus." ucap ku sebal.
Dhani hanya tertunduk saja dan tidak berani untuk menatap ku. "Maaf bang."
"Allahuma. Ngomong maaf sekali lagi, kamu pergi dari hadapan saya dan jangan pernah kesini lagi." ucap ku semakin sebal sambio melirik Dhani dengan emosi.
"Udah dhan, udah saya bilang ini bukan salah kamu. Mending kamu balik sana kerumah. Ibu pasti nyariin kamu." lanjut ku sambil memejamkan mata ku.
Semenjak kejadian itu pula, Dhani bersikeras untuk tinggal dirumah bersama kedua mertua ku. Dengan kondisi Sasi yang koma dan kami tidak dapat memprediksikan kapan ia akan terbangun, maka mbak Tara mengurus cuti kuliah Sasi. Dhani juga ikut mengurus cuti dan bersikeras untuk berada disisi Sasi hingga ia terbangun.
"Udah izin ibu kok mau nginep disini." jawab Dhani sambil bersiap untuk menidurkan dirinya ke kasur lipat yang ada disamping ku.
"Jangan tidur disini, kaki kamu kan nggak bisa buat nekuk. Sana tidur di ranjang aja." ucap ku sambil menahannya untuk tidur disamping ku.
Sudah tau kan kalau istri ku ini adalah anak kesayangan bapaknya? Maka dari itu ketika Sasi sudah bisa dipindahkan keruang perawatan biasa, bapak mertua ku langsung memesan kamar yang hanya dapat diisi satu pasien daja dan terdapat berbagai fasilitas lainnya.
"Kapan ya Kia bangun bang? Emang sih tu anak suka tidur, tapi ini lama banget. Kangen juga gue sama bacotannya."
Aku hanya tersenyum saja menanggapi ucapan Dhani dan bergegas bangun dan duduk disamping Sasi yang nampak tertidur lemah.
"Bangun dong sayang, mas janji deh ntar kalo kamu bangun kita ke Korea sesuai keinginan kamu. Ntar boleh nonton konser boyband kesukaan mu itu deh." ucap ku sambil menggenggam tangan Sasi dan mengelus pelan rambutnya.
Selama 4 bulan koma, aku selalu mengajak Sasi berbicara walaupun tidak mendapat tanggapan. Entah itu tentang kegiatan keseharian ku, kekesalan ku pada mulut ember Satria, Chiro yang menghamili kucing Risa, dan obrolan tidak penting lainnya. "Nanti mas bolehin deh nonton drakor sampe malem, kamu mau apa aja mas turutin deh. Kamu nggak kangen mas ya? Nggak capek ya tidur mulu?"
"Mending tidur deh lo bang, besok kan lo balik ngantor."
"Cepet banget ya dhan, perasaan baru semalem saya nyampe disini." ucap ku sambil berlalu dari sisi Sasi dan berbaring dikasur lipat samping sofa.
"Makanya bawa aja si Kia ke Kalimantan bang, jadi lo nggak repot bolak-balik gini."
"Saya nggak mau ambil resiko. Lagipula kalau diraeat di Kalimantan ntar kerjaan saya terbengkalai karna nggak tahan mau dideket Sasi terus." ucap ku mencoba memejamkan mata ku. Baru saja aku merasa akan tidur, tiba-tiba aku dikejutkan oleh bunyi dari monitor disamping Sasi yang berbunyi nyaring dan badan Sasi yang kejang-kejang.
Tanpa mengenakan alas kaki, aku segera berlari memanggil suster serta dokter yang sedang berjaga. Selagi ditangani, aku dan Dhani harap-harap cemas menunggu diluar ruang inap Sasi. Kurang lebih 15 menit, dokter serta suster yang menangani Sasi keluar dan menyatakan bahwa Sasi sudah sadar dari komanya.
Saking senangnya, aku lupa untuk mengucapkan terima kasih dan berlari masuk kedalam ruangan Sasi. Ku lihat Sasi yang membuka kedua matanya dengan lemah. Aku menahan kegembiraan ku untuk tidak langsung memeluk Sasi mengingat tulang rusuk Sasi ada yang patah.
"Sayang, ini mas. Kamu inget mas kan?" tanya ku pada Sasi sambil berkaca-kaca. Sasi merespon dengan mengedipkan matanya.
"Hubungi ibu dhan, bilang Sasi sudah siuman. Lewat chat aja biar nggak ganggu bapak ibu istirahat." ucap ku pada Dhani yang kini ikut beridiri disamping Sasi.
Ku lihat Sasi yang terlihat akan menutup matanya lagi, "Nggak, sayang jangan nutup mata kamu lagi." ucap ku panik.
"Biarin aja bang, ngantuk itu dia. Tadi kata dokter nanti dia cuma bangun bentar aja terus tidur lagi. Paling ntar siang atau sore bangun lagi."
Aku menghela napas lega mendengar penjelasan Dhani dan membiarkan Sasi untuk tidur.
"Mau keluar bentar mau nelfon Satria, jagain Sasi ya dhan."
Sudah 3 kali aku menghubungi nomor Satria namun tak kunjung diangkat. Setelah mencoba untuk ke-17, baru lah telpon ku diangkat.
"Halo? Hoam..."
"Sasi barusan siuman, harusnya sire ini saya balik ke Balikpapan tapi saya mau undur sehari lagi. Tolong berkas perkara yang ada diatas meja diruangan saya kamu simpan diruangan kamu."
"Hmm...HAH KIA DAH SIUMAN?!?!?!?!?!"
"Iya, udah ya saya tutup telponnya. Assalamualaikum."
-
"WOY GA!" belum juga aku merespin telponnya dah Arga tutup."Duh berisik ah bang. Apaan sih subuh gini teriak-teriak, ngigo ya." ucap Ucok sebal sambil melempari ku dengan bantalnya.
Kami baru menyelesaikan penggerebekan satu jam yang lalu dan kini Ucok sedang tidur di mess ku karna mau hemat token listrik katanya.
"Kia dah siuman njir. Anjir gosip panas ni, gue mo sebarin dulu digrup gibah."
"Hah yang bener bang? Alhamdulillah. Akhirnya bang Arga bakal balik jadi manusia lagi. Kasian kali 4 bulan ini nda teurus dia macam zombie."
Lambe Turah Mandjaa~
Satria Berita panas guysss, istrinya si Arga dah siuman yuhuuuu~~
Ucok Alhamdulillah😭 akhirnya bang Arga tidak seperti zombie lagi.
Mina Alhamdulillah...
Niken Yah gagal deh si Reni jadi istri bang Arga yang baru, wkwkwkwkwk
Satria Heh mulut lo ken!
Niken Ya maap bang, kan gue cuma becanda doang
Niken Alhamdulillah deh kalo udah siuman, jadi bang Arga tetap berada dijalur yang benar
Ucok Maksud kau?
Niken Ah pura-pura gatau kau cok
Satria wqwqwq, dahlah ntar kalo ada info baru lagi gue update
Satria jan lupa kalian kalo ada gosip mesti dishare disini ya!!!~~
Maafkan kalau ada typo!
Makin garing + ngga seru yaaa TT
-R
KAMU SEDANG MEMBACA
Stuck With U
RandomKebanyakan kriteria ideal para lelaki ketika mencari pasangan itu rata-rata pasti pada nyari yang; 1.Cantik 2. Langsing 3. Pintar 4. Putih 5. Lemah lembut Tapi sepertinya semua hal itu tidak didapatkan oleh Arganta Kanu Wibisana. Arga dengan sifat...