Pertengkaran

19 1 0
                                    

"Dari mana ?" Javas mematikan TV dan sepenuhnya menatap Sekar yang baru saja pulang dan sekarang sedang berdiri di depannya.

"Emang ini masih sore ya ?" Sindir Javas soal waktu yang sekarang sudah menunjukkan pukul delapan malam.

Javas terus menatap Sekar yang saat ini tengah menunduk tak berani membalas tatapannya.

"M...maaf mas, tadi aku...banyak tugas...jadi..."

"Kan bisa kasih tau saya, punya ponsel kan ?" Selak Javas dengan ucapan dingin nan menusuk hati. "Telepon saya juga gak kamu angkat, kenapa ?" Tanyanya lagi.

Sekar sudah persis seperti maling ayam yang sedang di interogasi oleh hakim, tatapan Javas layaknya algojo yang siap memberi hukuman untuknya, tajam dan menghakimi.

Javas berdiri dari duduknya, mendekati Sekar yang masih berdiri mematung di tempatnya.

"Sekar, kalau kamu ada masalah dengan saya, jangan menghindar" ujar Javas yang seperti sudah punya feeling bahwa semua tingkah laku Sekar ini di akibatkan dirinya.

"Kenapa gak mau angkat telepon saya ?"

"Kenapa gak mau balas pesan saya ?"

"Dan yang terpenting, kenapa gak mau saya jemput ?"

"Bisa kamu kasih alasan yang jelas untuk semua pertanyaan saya ?"

Akhirnya, Javas mengeluarkan semua pertanyaan yang bersarang di hatinya dari beberapa hari belakangan ini, dia tidak sabar menunggu jawaban Sekar, karena kalau wanita itu tidak menjawab dengan benar, dia akan bertanya terus.

Dia sudah bilang kan, dia akan semakin ngotot dan ingin tau bila ada orang yang menyembunyikan sesuatu darinya.

Sekar masih diam, sepertinya dia masih bingung merangkai kata yang tepat hingga dapat di terima oleh Javas. Matanya melihat kearah lain, benar-benar menghindari tatapan Javas yang tak bergeser sedikitpun darinya.

"Aku... Nga... Ngak nyaman sama Mas Javas" 

Terbata, namun terdengar begitu jelas di telinga Javas, pria itu sukses tertegun mendengarnya. Saat ini malah gantian Javas yang terdiam.

"Kenapa ?" Tanya Javas dengan begitu pelan, suaranya terdengar lirih tanpa tuntutan tidak seperti tadi yang penuh keyakinan.

Sekar berjalan melewati Javas, dia tak kuat lagi untuk bicara, dia sudah pusing dengan semua ini, dia ingin istirahat.

"Saya bilang jangan menghindar, Sekar!" Javas memegang tangan istrinya begitu erat, dia masih belum puas dan Sekar tidak boleh pergi begitu saja.

"Aku capek, Mas!" Bentak Sekar menepis genggaman suaminya begitu saja. 

"Mas Javas, mau aku jawab kayak seperti apa lagi ?" 

Ucapan Sekar begitu dingin sama halnya dengan tatapannya saat ini yang mulai berani membalas tatapan Javas.

Keduanya saling menatap satu sama lain, namun tak ada yang berani bersuara, sampai akhirnya Sekar kembali buka suara.

"Aku capek Mas" 

Bersamaan dengan ucapannya air mata Sekar perlahan luruh juga dari matanya, menyatakan betapa terganggunya, betapa frustasinya dia.

Dia tidak habis pikir pada dirinya yang sangat mahir berbohong, terhitung dari hari ini, entah sudah berapa kebohongan yang di ciptakan mulutnya untuk menipu orang-orang sekitarnya, bahkan menipu dirinya sendiri, dia paham kalau ini salah, tapi juga gak ada satupun jalan keluar yang bisa dia temui untuk tidak perlu berbohong. Kenapa begitu banyak orang yang kepo dengan idupnya, dengan dirinya, dengan jawabannya.

"Ssekar... Saya..."

"Assalamualaikum!"

Itu suara Nura ibu dari Javas, perlahan pintu apartemen itupun terbuka yang langsung membuat Javas dan Sekar kaget, Sekar seketika langsung berbalik badan, menutupi wajahnya dan dengan cepat menghapus air matanya.

"Assalamualaikum Javas, Sekar" 

"Mamah, ngapain kesini ?"

Lost On YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang