1. Kantin

2.2K 200 10
                                    

Kantin, selalu menjadi tempat persinggahan ternyaman untuk melepas penat. Terutama melupakan sejenak segala beban tugas dunia perkuliahan yang kadang tidak menaruh sedikit pun belas kasihan.

Selain sebagai tempat mengisi energi, kantin juga lah tempat utama bagi muda mudi kampus mencuci mulut, mata, dan pendengaran. Tak kenal siapa pun, baik laki-laki maupun perempuan tak ada bedanya selama benang merah di antara mereka saling terhubung dalam drama perjulidan.

Seperti sekarang ini, tak peduli siapa orangnya, tak peduli siapa objeknya, semua yag tertangkap mata dan telinga akan menjadi bahan perbincangan.

"Banyak banget sambelnya, Sul. Ngga kurang pedes segitu?" tanya Adia pada sahabatnya yang menaruh begitu banyak sambel pada soto di mangkuknya.

Yang ditanya mengangkat wajahnya, "Idup gue dah terlalu pedes. Segini mah ngga seberapa. Ngga mengurangi kadar ketampanan gue juga," jawabnya sombong.

"Ngga peduli asam lambung lo naik juga ya, Sul, gue udah ngingetin. Itu juga cukanya tolong dikondisikan," ujar Adia lagi yang seolah paham dengan penyakit yang diderita sahabatnya ini.

"Perhatian banget, kaya pacar. Nih ya kalau asam itu minus ketemu cuka yang juga minus, berarti bakal jadi plus kan?" jawab laki-laki yang diketahui bernama Samsul sejak perkenalan pertama mereka 8 tahun lalu, sedang menunjukkan kecerdasannya.

"Ngga gitu teorinya, Syahrul Gunawan," ujar Adia gregetan.

"Kata Mak Gibah, guru les matematika adik gue gitu," sahut Samsul sekenanya sambil terus mengaduk kuah sotonya.

"Yang les lo apa adek lo?"

"Adik gue, cuman Mak Gibah sebelumnya ngelesin gue dulu. Terus pas gue udah lulus SMA, gantian ngelesin adek gue," protes Samsul.

"Lo beneran les sama guru kan?"

"Bener lah."

"Kenapa namanya Mak Gibah? Tumben lo mau diajar sama ibu-ibu, biasa juga maunya sama cecan."

Samsul berdecak pelan, "Guru les gue masih muda ya, pakai jilbab, cantik, cuman pendek banget. Sama adik gue yang baru kelas 8 aja tinggian adik gue, tapi galaknya itu minta ampun, kaya emak lampir yang sering bunda gue tonton di TV," jawabnya panjang lebar lalu memasukan satu sendok soto ke mulutnya. "Makanya Mak Gibah cuman ngajar gue 3 bulan."

"Kenapa? Karena dia yang ngga betah ngadepin kebegoan lo yang kelewat natural? Atau dia nolak lo yang tembak dia buat jadi pacar?" tanya Adia pura-pura kepo.

Adia sudah cukup paham tabiat sahabatnya ini. Waktu SMA dulu, setiap bulan Samsul selalu gonta ganti guru les. Bukan karena Samsulnya yang ngga betah, tapi guru lesnya yang nyerah. Angkat tangan dan mundur alon-alon. Tiga bulan sudah cukup masuk Guiness World Record harusnya.

Samsul menggeleng cepat, "Ngga kuat ngadepin kejeniusan gue," jawab Samsul di tengah mulutnya yang penuh dengan soto.

"Rengking nobita aja lebih tinggi dari lo, Sul. Sok-sokan jenius," ejek Adia.

"Gue udah pernah berguru sama Sun Go Kong juga loh, lo jangan ngeraguin kepintaran gue. Bahkan gue bisa bantu dia nemuin kitab sucinya pakai bantuan alat Doraemon," jawab Samsul asal.

"Sampai Upin Ipin wisuda juga ngga bakal ketemu itu kitab. Apalagi dibantu lo. Belanda makin jauh."

"Masa sih? Padahal gue udah sewa pintu kemana aja, sama petanya Dora sekalian."

Adia geleng-geleng kepala dan tak lagi menanggapi. Ia memilih sibuk dengan bakso di hadapannya daripada menanggapi ocehan sahabatnya yang selalu absurd dan ngga tau arahnya kemana. Ia sendiri hanya bisa menanggapi sekenanya. Kadang otaknya tidak sanggup menanggapi sahabatnya yang kelewat jenius. Apakah jenius dan autis itu memang beda tipis?

Kemudian keduanya sama-sama diam, sibuk dengan makanan masing-masing karena memang cacing mereka sudah konser sejak jam kuliah kedua tadi. Namun, di tengah kehikmadan menyantap makanan, Samsul tiba-tiba heboh sendiri.

"Eh Di, Di, liat deh," Samsul menepuk nepuk bahu Adia dan menatap ke suatu arah.

"Apa?" jawab Adia malas, lalu menyendokan bakso ke mulutnya.

"Lihat dulu," ujar Samsul masih belum menyerah menyenggol nyenggol lengan Adia di depannya.

Mau tidak mau Adia pun menuruti permintaan Samsul. Ia meletakan sendok dan garpunya lalu menoleh ke belakang. Mengikuti arah tunjuknya Samsul.

Belum mengerti dengan apa yang dimaksud Samsul, Adia menoleh kembali, "Kenapa?" tanyanya bingung.

"Temen lo ketemu siapa tu?" tanya Samsul.

"Ngga tau," jawab Adia sekenanya lalu kembali menyantap baksonya.

Samsul masih belum menyerah, "Itu beneran Ravin kan?"

"Iya."

"Siapa cewek itu?"

Adia mengangkat bahunya, "Ngga tau. Temennya paling," jawabnya datar.

"Cantik ngga? Liatin dong! Pasti pacarnya deh, Ravin kan ngga pernah deket sama cewek." Kali ini Adia langsung mengangkat kepalanya, menatap bingung wajah Samsul dengan dahi yang mengernyit.

"Kan lo dah pakai kacamata. Ngga keliatan?"

Samsul menggeleng cepat, "Minus gue nambah kayaknya. Ravin aja cuma keliatan bayangannya doang, apalagi wajah ceweknya," ujarnya sambil melepas kacamata lalu mengucek matanya pelan.

Adia termenung sejenak lalu mengangguk. "Gayanya anak sultan kantongnya fakir kismin. Ganti kacamata kuda aja lo, Sul," cerca Adia.

"Lebih murah?" tanya Samsul polos.

Adia hanya menjawab dengan meggumam sambil terus menyantap bakso di mangkuknya hingga tandas.

Masih belum puas, Samsul mulai memicingkan matanya. Samar-samar ia melihat tubuh Ravin berjalan mendekat.

"WOY VIN. PERAYAAN! LO UDAH NGGAK HOMO KAN! PJ, PJ, PJ," teriak Samsul heboh membuat banyak mahasiswa yang memandang mereka heran.

Ravin yang tadi sedang berjalan mendekati Samsul langsung menghentikan langkahnya dan berbalik badan lalu pergi. Mengurungkan niatnya untuk bergabung bersama Samsul dan Adia. Sedangkan Adia masih mempertahankan posisinya menunduk dalam sambil terus mengumpat dalam hati. Sungguh malu sekali, pasti semua mahasiswa di sekitarnya sedang memperhatikannya.

Melihat bayangan Ravin menjauh, Samsul kembali memakai kacamatanya. "Lah, perasaan tadi gue liat Ravin jalan ke sini," ungkapnya heran menatap Ravin yang sudah jauh di sana.

Perlahan Adia mengangkat kepalanya. Ia menengok ke kiri dan kanan lalu menghela napas lega mendapati sudah tidak ada yang menatapnya seperti tadi.

Adia menatap tajam pada Samsul yang dibalas cengiran tanpa dosa dari sahabat ajaibnya itu. Sedetik kemudian ia berdiri, berbalik badan, lalu melangkah pergi.

"Di, mau kemana? Makanan lo belum dibayar!" teriak Samsul melihat Adia yang berjalan menjauh darinya.

"Ketemu Biksu Tong!" jawab Adia tanpa menoleh.

Samsul diam sambil melongo, lalu akhirnya berteriak, "Ikuutttt!"

Ya Tuhan, seandainya bunuh orang ngga dosa.

******

Maaf kalau garing ya, hihi

ACTWYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang