05. Kelas Korea

1.5K 183 19
                                    

Ravin baru saja sampai di kantor senat. Seperti biasa ruangan bercat hijau ini selalu sepi di jam-jam sore. Beda dengan ruangan seberang yang selalu ramai dengan anggota sendiri maupun tamu dari ormawa lain.

Sesampainya di dalam kantor senat, spot pertama yang Ravin dekati adalah rak map proposal dan LPK yang membutuhkan tanda tangan Tazki, ketua senatnya.

Padahal tadi pagi sebelum masuk kelas Ravin sudah memberitahu Tazki bahwa ada banyak dokumen yang butuh tanda tangannya, tapi sepertinya cewek itu lupa.

Setelah selesai mengecek tumpukan berkas di hadapannya, Ravin beralih menuju laci ketua. Tentunya setelah merapikan rak proposal dan LPK.

Kini giliran berkas dari internal senat sendiri yang Ravin cek. Tahun ini komisi yang dibentuk senat masih 4 komisi, hanya beda di susunan pimpinan, yaitu keberadaan Sekretaris Jendral dan DKS. Jadi, sudah dipastikan ada lebih banyak dokumen yang menjadi PR nya kalau berhubungan dengan internal.

Tunggu. DKS? Ravin jadi ingat dengan ucapan Adia. Ia lantas menoleh ke tembok, tempat di mana foto Senat angkatan sebelumnya masih terpajang rapi. Ia beralih pada foto angkatan senat 3 tahun sebelumnya.

Ada foto berisi 21 mahasiswa dengan seorang cowok yang Ravin ketahui bernama Nuha duduk di tengah baris depan dan kanan kirinya mahasiswi yang menjadi anggota senat.

Ravin melihat foto itu dengan seksama. Perhatiannya tertuju pada seorang mahasiswi yang duduk persis di sebelah kiri Nuha. Gadis itu tersenyum manis menghadap ke kamera. Tanpa disangka Ravin juga ikut tersenyum memandanginya. Senyum tulus dengan bola mata yang berbinar. Menyejukkan, itu yang ingin Ravin sampaikan.

Tiba-tiba Ravin teringat sesuatu. Benarkan perempuan di gambar itu adalah dosennya sekarang? Rasanya beda sekali. Meskipun dia sudah memakai jilbab harusnya ngga beda jauh kan?

Tok tok tok...

Dengan cepat Ravin memutus pandangannya lalu menoleh ke pintu.

"Lo ngapain disitu?" tanya Tazki, ketua senat yang baru saja masuk.

Sebenarnya Tazki sudah lama tiba, tapi cewek itu hanya berdiri di pintu dan memperhatikan Ravin dari belakang.

Ravin terkesiap melihat kedatangan Tazki, tapi ia dengan mudah mengkondisikan ekspresi wajahnya. Ravin memang ahli dalam mengontrol emosi dan ekspresi wajah. Itulah kenapa Tazki menunjuk Ravin sebagai wakilnya. Kemampuan pengendalian diri yang laki-laki itu punya menjadi kepercayaan bagi Tazki.

"Ngga ngapa-ngapain," jawab Ravin masih terus memandangi bingkai foto itu.

Tazki berjalan mendekat dan berdiri di sebelah Ravin. "Dua minggu lagi kita RR. Gue udah bilang di grup alumni."

"Sip."

"Habis itu musyawarah pendanaan ormawa."

"Hem."

"Habis itu pembentukan KPR."

"Iya."

"Terus Seminar legislatif."

"Iya."

"Terus apa lagi ya?" tanya Tazki bingung.

"Penerimaan mahasiswa baru dulu," ujar Ravin dingin.

Tazki nyengir, "Oh iya. LDK jadinya 1 minggu kan?"

"Tujuh hari, Taz," ralat Ravin.

Tazki berdecak, "Satu minggu itu ya 7 hari, Vin."

Ravin menghela napas, "Satu minggunya anak kuliah dan kerja itu bisa jadi cuma 6 hari. Sesuai hari aktif."

Tazki mengangguk paham. Tak mau mendebat, biasanya selalu kalah kalau debat sama Ravin, pinter ngeles.

ACTWYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang