27. LDK Menwa

1.1K 144 15
                                    

I wanna be a fuckboy

I wanna be a fuckboy

"Eemmhh." Tubuh Adia menggeliat. Pelan-pelan mengumpulkan roh-rohnya untuk kembali pulang.

Matanya berkedip menghalau silaunya lampu kamar. Ia menoleh ke kasur di sebelahnya, seonggok tubuh bertulang milik Ares masih di atas kasur.

Pandangannya beralih pada ponsel di nakas. Bukan ponsel miliknya, tapi milik Ares, pemilik alarm mimpi mulianya menjadi seorang fuckboy. Kalau diaminin malaikat gimana coba?

Adia duduk di tepi kasur. Menatap sebal Ares yang masih memeluk mesra guling bobohonya. Lebih kesal lagi ketika ponsel itu bunyi lagi, malah lebih nyaring dari sebelumnya. Yang bangun bukan yang punya alarm pula, tapi tetangga kasurnya.

Adia mengambil ponsel Ares, mendekatkan ke telinga pemiliknya. Oh ralat bukan mendekatkan, tapi menempelkan. Tapi tetap aja si doi susah bangun.

Ares bukan pengidap penyakit tidur kebo kaya Samsul, tapi karena si doi abis begadang main PS bareng Adia terus berlanjut insomnia, jadilah cowok itu susah dibangunkan sekarang.

Adia beralih keluar kamar ketika mendengar suara duel sengit dari lantai bawah. Di tengah jalannya menuruni tangga, samar-samar matanya menangkap sesosok hitam berdiri membelakanginya. Jangan lupa dengan spatula di tangan kanan dan serok di kirinya.

"Bang."

"BWAJINDOL!" Ujung spatula mendarat di kepala Adia.

Adia mengelus kepalanya sambil meringis kecil. "Kenapa kepala gue digetok si Bang?"

"Salah siapa ngagetin gue!" sahut Arkan sambil menaruh telor ceplok ke piring, lalu beralih ke telor sebelahnya.

Adia menyandarkan bahu ke kulkas. Menguap sambil garuk-garuk pantat. Oh jangan lupa bekas aliran sungai nil di pipinya. "Ngapain lo masak jam segini?"

Satu pecahan telor mendarat dengan aman di wajan. "Ini bikin sarapan buat duo Mules. Kan hari ini LDK."

Adia dengan bare face khas bangun tidur cuma manggut-manggut aja. Tangannya mulai sibuk membersihkan mata yang masih agak lengket.

Abang sepuhnya menoleh lagi sekilas, "Lo juga harus ke kampus kan nanti?"

"Iya tapi ngga jam 6 kaya maba. Paling jam 8an, orang cuma ngecek doang," tangan kanan Adia mulai mencomot pinggiran telor ceplok yang garing.

Setelah itu hening. Arkan sempat melirik Adia yang keasikan menggunduli telor ceploknya, tapi ia biarkan. Setidaknya kuning telornya belum meletus, karena si doi pengin masih melti waktu disantap bareng sambel balado. Gini-gini Arkan the best chef Madesu loh, jangan diremehkan.

"Bangun jam berapa lo tadi Bang?"

"Kenapa?" Arkan menjawab tanpa menoleh. Meniriskan satu telor ceplok terakhir.

"Gue denger suara letupan minyak tadi. Terus gue bersin-bersin, tapi gue tidur lagi sih. Masih ngantuk bat," ucap Adia dengan suara serak. Menghayati banget waktu bilang masih ngantuk.

Arkan terkekeh, "Gue bangun jam 3, sholat, terus masak. Tadi gue goreng cabe, mungkin wanginya sampe atas. Tuh," Arkan menunjuk cobek dengan dagunya. "Gue mau buat balado telor."

Adia hanya jawab 'oh' aja. Iya dia lihat ada cabe kusut di atas cobek.

"Ngga usah bantuin nguleg lo. Yang ada cobeknya ambyar kena tangan lo," ucap Arkan yang melihat Adia memperhatikan cobeknya. Jangan lupakan kerusuhan yang selalu dibuat oleh duo AA.

Adia mendengus pelan. "Ngga usah pake ngejek bisa?"

"Baperan lo!"

Alis Adia hampir menyatu. Menghela napas lalu berbalik badan. Mau mandi niatnya.

ACTWYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang