22. Jackpot

1K 145 12
                                    

Mohon maaf kalau part ini garing ya, heheh..

Sampai jumpa dengan Suha besok...

Happy reading...

****

Setelah kepulangan Nuha, Kos Madesu mendadak lengang dan sepi. Kelima pandawa ini masih berserakan di ruang tengah. Arkan dengan laptop di pangkuan, Adia dan Ravin dengan kertas-kertas folio dan kalkulatornya, Ares dengan laporan tulis tangannya. Cuma Deon doang yang ngejogrok di depan TV tapi fokusnya ke hp dengan posisi landscape.

Ravin tiba-tiba berdiri, membawa serta perlengkapan tugasnya, lalu naik ke lantai 2.

Tentu saja hal itu mendapatkan perhatian dari keempat cowok lainnya.

Setelah tubuh Ravin menghilang di balik tembok, Adia mulai bersuara, "Jadi, gimana? Kalian setuju kos ini jadi asrama mahasiswa?"

Adia berucap setengah berbisik, takut Ravin dengar. Masalahnya sejak tadi Nuha menyampaikan maksud kedatangannya, belum ada kepastian jawaban dari para penghuni kos.

"Gue si terserah, yang penting ngga ada aturan dilarang makan," ujar Ares.

"Gue juga pasrah lah, anak bungsu bisa apa. Yang penting ngga disuruh kerja rodi aja udah," ujat Deon.

"Asrama Deon, bukan penjara romusha, gemes gue," ujar Adia. "Lo gimana Bang?"

"Enggak."

"Nggak apa?"

"Gue ngga setuju," Arkan memperjelas ucapannya dengan dingin. "Nanti aja kalau gue udah lulus, terserah lo pada mau apain ini kos."

Adia tak lagi tanya, ia tau abangnya ini paling keras menolak tadi.

Mendadak Arkan menghentikan aktivitas ketiknya.
"Gimana bisa si Bang Nuha tau kos ini?"

Adia nyengir, sambil garuk-garuk belakang kepalanya, "Sebenarnya gue udah tau seminggu sebelum UAS. Ravin yang nyaranin ke Bu Vega, temenya Bang Nuha."

"Lagian apa salahnya si Bang? Toh bagus kan kita bisa jadi anak-anak alim," ucap Deon menimpali.

Adia melihat raut wajah Arkan berubah. Laki-laki itu meletakan laptopnya di sofa lalu naik ke lantai dua.

Mata Adia, Ares, dan Deon menatap bingung kepergian tiba-tiba abangnya itu.

"Wah perang lagi nih jangan-jangan," ujar Ares.

Ekspresi ketiganya berubah pias, saling menatap bingung. Namun beberapa detik kemudian Adia dan Ares langsung membereskan pekerjaannya dengan cepat.

Deon semakin bingung dan melongo, "Ada apa Bang?"

"Nyuci piring, kan tadi belum dicuci," ujar Adia datar. Tangannya masih sibuk menumpuk asal kertas-kertasnya.

"Sebelum kita ikut jadi samsak, mending cari aman," ujar Ares.

"Terus apa hubungannya sama cuci piring?" Deon masih bingung. Sebagai pendatang terakhir di kos ini, ia belum sepenuhnya paham tabiat abang-abangnya.

"Lo kaya ngga kenal bang Arkan aja, Yon. Dapur itu wilayah teritorinya. Cukup Ravin yang diajak baku hantam, perkakas dapur jangan," ujar Ares.

Ares teringat ketika dulu ada masalah di kos, waktu Arkan ngambek karena suatu masalah sama Ravin juga, Arkan melampiaskannya dengan mencuci piring. Arkan ini penganut kepercayaan kalau mencuci piring itu bisa menghilangan bad mood. Tapi, alih-alih piringnya bersih dari noda, yang ada malah bersih dari raknya. Ancur semua karena si doi naruh piringnya pake tenaga dalam. Di smack down di wastafel, hancur berantakan.

ACTWYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang