Vega menghela napas lalu tersenyum tipis. “Ternyata sudah ada yang mengenal saya ya jadi saya tidak perlu perkenalan diri panjang lebar. Intinya nama saya Vega, saya menggantikan Bu Ismi menjadi wali dosen kalian sampai 3 tahun ke depan sekaligus mengajar mata kuliah akuntansi pada semester ini.”
Ucap Vega santai tapi tatapan matanya tertuju pada sesosok laki-laki yang masih menundukkan kepalanya.
Tiga tahun ke depan? Batin salah satu mahasiswa di ruangan itu.
Vega tersenyum miring lalu membuka buku absensi yang sudah ada di tangannya. “Baik, sebelumnya saya mau tau lebih banyak tentang kalian terlebih dulu.”
“Acha Novinda?” ucap Vega membaca nama absen pertama.
“Hadir Bu,”
“Ade Favian Wicaksono?”
“Hadir bu,” jawab Adi sambil mengangkat tangan kanannya. Kebiasaan sejak SD ya kalau dipanggil namanya oleh guru pasti seperti itu.
“Adelio Ravindra Yudatama?”
“Hadir bu,” jawab Ravin.
Vega menatap wajah laki-laki itu penuh selidik, bahkan sampai memicingkan matanya. “Panggilannya?”
“Adel Bu,” Samsul yang menjawab membuat seisi kelas tertawa renyah.
Sementara Ravin hanya memutar bola mata malas.
“Ravin, bu,” ucap Ravin mengoreksi begitu tawa teman-temannya sedikit mereda.
Vega mengangguk paham. Ia tahu laki-laki berdarah dingin ini yang bertemu denganya saat di kantin tadi.
Ravin, si wakil ketua senat. Baiklah.
Vega kembali menatap buku absensi itu dan dahinya langsung mengernyit.
“Ananda Diego Adyaksa?” ucap Vega sambil mengangkat wajahnya.
Adia mengangkat tangan kananya, “Saya bu.”
Vega mengerjapkan matanya sambil membatin.
Kutukan darimana ini? Kenapa pimpinan ormawa selalu ganteng-ganteng seperti ini? Gue si mau banget balik ke senat lagi kalau suruh dampingin cowok-cowok ini. Suha Nuha mah lewaaattt.
Samsul menatap Vega dengan senyum miring, “Jangan naksir loh Bu, mereka ini udah lama jadian,” ucap Samsul seolah mengerti apa yang sedang dipikirkan Vega.
“Siapa yang jadian?” tanya Vega tak mengerti.
Kedua jari telunjuk Samsul terarah ke bangku belakang. “Udah jodoh sejak zigot mereka tu,” celetuk Samsul membuat seisi kelas kembali tertawa.
Ravin dan Adia hanya menatap intens pada Samsul yang masih tertawa puas.
Vega menghela napas sambil menggelengkan kepala melihatnya. Tak ingin ketawa juga.
“Ananda ini presiden mahasiswa kan?” tanya Vega ketika kembali mengingat nama orang yang dicarinya.
“BETUL BETUL BETUL,” jawab sekelas kompak.
“Adia tu nenek moyangnya BEM bu, sejak masih bibit sampai lumutan di kampus ini dia jadi presma terus,” ucap salah satu mahasiswa.
“Masa si?”
“Bener bu, ibu tanya aja sama anak-anak semester 1 sampai 4, pas mereka maba mesti ketemu Adia,” ucap mahasiswa yang lainnya.
“Adia?” tanya Vega bingung.
“Nama panggilan saya Adia, Bu,” jawab Adia dengan sopan dan senyum ramah. Dan itu meningkatkan ketampananya 1000 kali lipat.
“Yaaahhh si ibu melting,” teriak Samsul menunjuk ke depan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ACTWY
Roman pour AdolescentsMasa lalu tidak mengubah kita di masa depan. Tapi masa kini yang belajar dari masa lalu, mampu mempersiapkan dirimu di masa depan. Sederhana, Ini hanya teori, sampai kamu tau cara praktiknya, ini semua adalah realita. So, I will act, count, and thin...