17. Dana Ormawa

1.3K 159 3
                                    

Karena Suha sedang penugasan, dan Nuha bersiap pindahan, beberapa part ke depan kita tidak akan bertemu mereka. Jangan kecewa ya ☺️🙏

Mereka akan kembali kok, di waktu yang tepat nanti.

Sesuai dengan tujuan awal Author melanjutkan kisahnya Venus, maka ACTWY juga kelanjutan perjuangan dari aktivis kampus.

So, kita masih akan berkutat dengan yang namanya kegiatan organisasi mahasiswa, bem, senat, dan tentunya akademik yang ngga sempat dimunculkan di Venus.

Semua masalah di sini diambil dari kisah nyata yang pernah author kenali, semoga kalian bisa selalu mengambil pelajaran terbaiknya ya...

Happy reading 🥰

*****

Minggu, katanya waktu untuk meregangkan otot yang sempat tegang membeku.
Sunday, katanya waktu bagi para pejuang ilmu, fulus, dan penganggur untuk meraih liburan yang sempat delay.
Dan weekend, katanya waktu untuk memanjakan diri mengikuti mode hidup sesuai tren.

But, semua itu hanya katanya. Kaum penganut paham no gabut tidak mengenal itu. Golongan minoritas di tengah mayoritas pecinta rebahan tidak  pernah berkenalan dengan yang namanya minggu, Sunday, atau weekend.

“Ini beneran kita ngundang pembina kemahasiswaan?” tanya Zaky, anggota senat yang menjabat sebagai ketua komisi 1 kesejahteraan mahasiswa.

“Bukan,” jawab Ravin singkat. Matanya masih tertuju pada tumpukan kertas hasil rapat dengar pendapat di tangannya.

“Bukan pembina, tapi alumni senat Zak, santai aja,” celetuk Bagas.

Zaky berdecak, “Justru karena alumni gue takut cuy. Biasanya omongannya lebih pedes, soalnya mereka kan udah pernah menjabat, seneng nggiling kita kaum kentang.” Jangan heran, si Zaky ini sempat kena sembur waktu sharing alumni di acara Review and Recovery kemarin. mungkin si doi trauma ketemu yang namanya alumni atau demisioner.

Emang si di mana-mana yang namanya senior pasti lebih berpengalaman. Jadi sedikit aja kesalahan yang kita lakukan gampang banget ke-notice sama mereka. Atau mungkin malah sengaja dicari-cari kesalahannya. Sekali lagi maklumin ya, namanya juga senior.

“Bener banget. kenapa si pake ngundang bu dosen killer segala. Coba aja Bang Nuha yang dateng, mesti adem ayem jatuhnya ni ruangan,”  ini Adit yang ngomong. Soalnya dia baru aja curhal colongan sama Nuha semalaman sampai ngga tidur. Jangan tanya ngobrolin apa ya, nanti nanti nyesel.

“Ada hal penting yang harus dibicarakan.” Bukan lagi Ravin, tapi kali ini Tazki. Dia baru balik habis foto copy draft pembahasan rapat hari ini.

Setelah duduk di tempatnya, Tazki langsung membagikan kertas itu kepada semua peserta rapat. Sambil menunggu kehadiran sesepuhnya, mereka membaca-baca tulisan di kertas itu.

“Ini dana ormawa sama dipa yang lo fotoin waktu itu bukan si Rav?” kali ini Yoga yang tanya. Dia ingat pernah membaca deret angka-angka di kertas itu. Sama dengan informasi yang pernah dikirim ketuanya di grup senat beberapa minggu lalu, ketika mahasiswa umum menuntut senat untuk bisa membeberkan transparasi penggunaan dana ormawa.

Ravin mengangguk, “Iya. Mau gue tanyain sama Bu Vega,” ujarnya, sedang yang lain hanya ‘oh’ saja.

Tak lama kemudian yang menjadi bahan ghibah datang. Vega masuk ke kantor senat di mana 6 pengurus intinya sudah siap dan duduk lesehan melingkar. Mereka yang sebagian besar cowok ini melongo melihat wajah Vega yang putih glowing, shimmering, splendid. Padahal malam kemarin udah ketemu, tapi kali ini lain soalnya terbantu cahaya ilahi di langit pagi.

ACTWYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang