19. Kos Madesu

1.1K 150 9
                                    

"Ares, Deon, siapa yang ambil kolor ice bear gue di jemuran belakang?"

"Ngga liat."

"Ngga kenal."

"Astaghfirullah Bang suara lo ngalahin gledeg."

"Ares, sempak boboho gue di meja lo kemanain kampret!"

"Lah, harta lo ngapa tanya ke gue?"

"Ish kan lo yang berantakin meja belajar gue kemarin."

Di saat lantai dua sedang riuh-riuhnya dengan keributan di pagi buta, Adia dan Ravin tak kalah sibuknya dengan tumpangan sahabat mereka di lantai satu.

"Sul, bangun Sul."

"Woy, bangun setan!"

Adia sudah mengguncang, menepuk pelan, bahkan sampai menampar Samsul yang tidur di sofa ruang tengah- ruang yang menjadi tempat kumpul sekaligus shalat berjamaah semua penghuni kontrakan, tapi cowok itu tak kunjung sadar dari tidurnya. Di samping Adia yang masih berusaha keras, Ravin hanya memandanginya, menunggu hasil usaha sahabatnya itu.

"Biarin aja bang, biar dishalatin sekalian," ujar Deon yang baru saja sampai di ruang tengah sambil menggulung sarung di depan perutnya. Ia kesal sendiri melihat usaha abang tersayangnya gagal terus dari tadi.

"Masih belum bangun juga?" tanya Ares yang juga baru sampai di ruang tengah, langsung menata sajadah untuk lima orang dibantu Deon.

"Ck. Keburu waktu subuhnya abis ini, itu sungai Nil juga dah hampir meluap. Singkirin aja sofanya ke pinggir, Di," ujar Arkan, si sulung sekaligus sesepuh di antara lima pandawa.

Mendengar titah orang tua, Adia yang dibantu Ares akhirnya menuruti. Sofa yang menghadap ke timur itu digeser agar meped dengan tembok. Paling tidak bisa menyingkir dari hadapan imam shalat.

"Gilaaakk,,, lo tidur apa latihan mati sih Sul, Sul," ujar Adia sambil menggeser sofa itu. Pasalnya orang yang tidur di atasnya ini tidak terusik sama sekali meski tempat tidurnya bergerak. Adia jadi ngga bisa bayangin kalau ada gempa atau sejenisnya ini orang bisa selamat apa kagak.

"Temen lo mati suri ini, Di, kebangetan," tambah Ares yang sama herannya. Untuk urusan seperti ini presma wapresma bisa satu server.

Setelah sofa sudah menyingkir dari hadapan mereka, Arkan, Adia, Ares, Ravin , dan Deon, langsung berbaris membentuk shaf shalat berjamaah.

"Ini kenapa sejajar semua?" tanya Ares heran karena kelima cowok itu berdiri dalam 1 baris berdampingan.

"Kita bukan jamaah cewek ya, boys," ujar Arkan.

"Lah, yang kebagian piket imam siapa emang?" tanya Ares.

"Ravin."

"Ares."

Ravin dan Ares berucap bersamaan sambil saling tunjuk. Ares yang merasa lebih waras langsung mendekat ke sisi tembok kiri, melihat jadwal gilir imam yang tertempel di sana, "Imam pagi ini Rav..."

"Allahu Akbar."

Ucapan Ares menggantung karena mendengar Ravin yang sudah memulai shalatnya.

"Sabar Ares, ngadepin anak dajjal ngga boleh barbar," ucapnya pelan sambil mengelus dada lalu berdiri di samping Adia, mengikuti shalat berjamaah.

Lima belas menit berlalu, kelima laki-laki ini sudah selesai melaksanakan shalat subuh yang dipimpin Ravin, lanjut berdoa masing-masing.

"Gue shalat berasa punya backsound," celetuk Arkan yang sedari tadi mendengar dengkuran tidur Samsul. Meskipun tidak terlalu keras, nyatanya cukup terdengar bagi dirinya yang berdiri di pinggir.

ACTWYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang