Adia berlari menyusul Ravin yang sudah semakin jauh bahkan sudah mendekati pintu gedung akuntansi.
“Rav!” panggil Adia tapi si empunya tak juga berhenti apalagi menoleh.
“Ravin!” panggil Adia lebih keras dan kali ini berhasil. Ravin berhenti lalu menoleh ke belakang.
Adia sampai di depan Ravin dengan napas terengah-engah sambil memegang lututnya. “Jalan apa lari lo? Cepet banget.”
“Teleport,” jawab Ravin singkat lalu kembali melangkahkan kakinya menuju ke gedung akuntansi, meninggalkan Adia yang masih mengatur napasnya.
Adia menatap punggung Ravin sambil terus mengumpat. Kenapa bisa dia bersahabat dengan mereka-mereka yang otaknya ngga genap ini.
Tak mau berlari-lari lagi, Adia akhirnya berjalan santai menuju ke salah satu ruang kelas yang sama dengan Ravin. Sesampainya di depan pintu, ia melihat Ravin sudah duduk di baris belakang tengah membaca buku dan menyumpal telinganya dengan earphone. Dari gelagatnya Adia tau sahabatnya ini sedang tidak ingin diganggu. Ia langsung mengambil duduk di sebelah kursi Ravin.
Adia menatap Ravin yang masih fokus pada buku, tidak menghiraukan kehadirannya. Akhirnya ia pun mengambil ponselnya dan mulai memainkan game online.
Tak berlangsung lama, seseorang memasuki ruang kelas dengan heboh.
“RAVIIINNN, ADIAAAA” teriak Samsul begitu sampai di depan ruang kelas.
“Apaan sih Sul, berisik banget!” protes salah satu mahasiswi di ruangan itu.
“Lo ngomong juga berisik tau, Mimi Peri,” balas Samsul.
Samsul mengedarkan pandangan ke penjuru kelas hingga menemukan kedua sahabatnya.
“Cih, baru aja gue mau sujud syukur lo ngga homo, malah udah berduaan lagi,” gerutu Samsul sambil membenarkan kacamata yang bertengger di hidungnya.
Samsul langsung berjalan menuju kursi belakang. Dengan ayunan langkah santai dan tak lupa bersiul menggoda gadis-gadis cantik yang ada di ruangan itu, Samsul memilih duduk di depan kursi Ravin.
Sesampainya Samsul di depan Ravin, ia menatap wajah Ravin penuh selidik. Matanya memicing melihat Ravin yang sedang serius membaca buku.
“Jangan naksir gue,” ucap Ravin dingin tanpa menoleh ke Samsul di depannya.
Samsul melongo mendengar penuturan sahabatnya itu. Tingkat kepercayaan dirinya rupanya mengalahkan seorang Samsul Mubarak. Putra semata wayang dari pemilik perusaahaan Tambang terkenal, Husni Mubarak. Samsul harus bertepuk tangan meriah.
Tapi itu hanya wacana dalam hatinya saja, karena si cowok yang Samsul kenal bernama Ravin ini sudah kadung menatap tajam kepadanya.
Samsul berdeham pelan, “Lo tadi ketemu sama cewek kan?”
“Hem.”
“Siapa?”
“Human.”
“Oh, gue kira malaikat,” sahut Samsul singkat lalu mengangguk sok paham.
Adia memang fokus pada game di ponselnya, tapi ia mendengar percakapan dua sahabat gesreknya ini. Adia hanya menghela napas sambil geleng-geleng. Sedangkan Ravin kembali fokus ke buku di hadapannya.
“Di.” Samsul beralih ke Adia sekarang.
“Apa?”
“Ini kita mau matkul apa ya?” tanya Samsul bingung.
“Pesugihan,” jawab Adia singkat.
“Ngepet gitu?” tanya Samsul lagi.
“Hm.”
KAMU SEDANG MEMBACA
ACTWY
Teen FictionMasa lalu tidak mengubah kita di masa depan. Tapi masa kini yang belajar dari masa lalu, mampu mempersiapkan dirimu di masa depan. Sederhana, Ini hanya teori, sampai kamu tau cara praktiknya, ini semua adalah realita. So, I will act, count, and thin...