11. Karet Gelang

1.3K 182 31
                                    

"Bu Vega, ini komandan peleton yang akan bertugas di Unisnu," ujar Pak Wira.

Vega mengangkat wajahnya dan seketika itu juga ia membeku di tempat.

Seorang laki-laki tampan berbaju loreng berdiri gagah di depannya.

"Perkenalkan beliau Letda Suha Rigel Seragi. Panggilannya Letda Suha," ucap Pak Wira berdiri memperkenalkan laki-laki di hadapan Vega.

Vega yang masih melongo terkesiap lalu segera berdiri. Ia mendongak menatap wajah laki-laki itu sambil mengulurkan tangan dengan kaku.

Ya Tuhan, kenapa dia jadi tinggi banget, batin Vega mendapati tinggi dirinya tidak sampai pundak Suha. Padahal Vega ingat betul dulu tatapan matanya lurus ke leher Suha, sekarang hanya sebatas dadanya.

Bukan hanya Vega yang membeku, Suha juga. Tapi laki-laki itu dengan mudah mengontrol ekspresi wajahnya. Dan sebisa mungkin dirinya tidak lepas kendali untuk senyum kegirangan atau bahkan nyeruduk memeluk Vega. Bisa gawat wibawanya di hadapan pimpinan dan anak buah.

"Vega," ucap Vega memperkenalkan diri.

"Suha," ucap laki-laki itu dingin sambil menjabat tangan Vega.

Lalu berlanjut pada Adia dan Ravin.
"Saya Adia, Pak."

"Saya Ravin."

"Kamu Presma?" tebak Suha menunjuk pada Adia.

Vega menelan salivanya mendengar suara Suha. Lebih besar dan serak daripada saat video call kemarin.

Adia mengangguk cepat. "Iya Pak."

"Kalau kamu?" tanya Suha pada Ravin.

"Saya wakil ketua senat Pak," jawab Ravin.

Suha mengangguk kecil lalu beralih menatap Vega lagi.

Lo ngga berubah Ve, gaulnya masih sama cogan-cogan pimpinan ormawa, batin Suha.

Setelah itu mereka kembali duduk.

"Letda Suha, Bu Vega ini kepala bagian kemahasiswaan Universitas Nusantara, jadi nanti kamu bisa koordinasi langsung dengannya," kata Pak Wira.

"Siap, Ndan," jawab Suha dengan tatapan yang masih tertuju pada Pak Wira.

Meskipun Suha tidak menatap atau menoleh pada Vega di depannya, tapi ekor matanya bisa menangkap bayangan wajah Vega tepat di seberang meja.

Suha tersenyum tipis mendapati Vega yang masih memperhatikannya. Begitu Suha menoleh ke arahnya, cewek itu langsung membuang wajah dengan salah tingkah. Suha beralih menatap meja sambil tersenyum tipis. Ia tahu Vega pasti nggak akan konsen setelah ini.

Vega mendadak blank. Kedua tangan yang ia pilin di atas meja bahkan lebih dingin daripada saat baru masuk ruangan ini. Kakinya tidak bisa berhenti bergerak. Ia sama sekali tidak berani jika harus beradu tatap dengan Suha. Mata elangnya benar-benar mengintimidasi.

Jangan tatap gue, Suha. Bisa pingsan gue, sialan lo, batin Vega saat ia mendapati Suha menoleh.

"Bu Vega, sudah dibaca kan pedoman pelaksanaannya?" tanya Pak Wira pada Vega.

Vega mengangguk, "Sudah Pak," ucapnya berusaha kuat untuk tidak gugup. Vega yakin wajahnya sudah merah karena darah yang dipompa jantungnya sudah over dosis.

Adia dan Ravin saling bertatapan heran. Meskipun Adia seorang presiden mahasiswa, tapi Adia belum pernah bertemu dengan sosok Suha. Pun juga dengan Ravin yang wakil ketua senat, bahkan Vega aja dia ngga kenal, apalagi Suha.

ACTWYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang