Bau obat mengisi ruang yang didominasi cat warna putih. Tampak selang infus, alat bantu pernapasan, juga bunyi mengerikan dari alat pendeteksi jantung mengiringi kesunyian ruangan.
"Yang semangat ya, Han. Gue tau lo orang yang kuat."
Perempuan berhijab merah muda itu tersenyum tipis di samping tempat tidur orang tercintanya yang tampak terlelap dengan tenang.
"Gue cuma berharap ayah bisa hadir, Ve," Hanafil menatap lekat ayahnya. "Dengan sehat dan bugarnya beliau menikahkan laki-laki yang beliau percaya, buat jadi pendamping hidup gue."
Vega menghela napas pelan, ikut tersenyum sekadar menyalurkan semangat pada Hanafil, sahabatnya sesama dosen di Unisnu. Keduanya bisa dibilang tidak cukup dekat untuk dikatakan sahabat, hanya saja Vega beberapa kali mengunjungi rumah Hanafil di Semarang dan ia selalu dibuat nyaman oleh orang tua Hanafil.
Hingga di sinilah Vega sekarang, membantu menjaga ayah Hana yang tiba-tiba drop. Sedangkan Hana yang merupakan anak tunggal masih harus menjaga ibunya yang juga sedang sakit di rumah, juga persiapan pernikahannya yang tinggal menghitung hari meski sudah dibantu Event Organizer.
"Insya Allah, Ayah bisa segera sembuh. Kita doakan terus, dan lo juga ngga boleh lesu gitu dong," ucap Vega lalu keduanya bersama keluar dari ruang ICU.
"Lo pulang gih. Ibu sendirian kan di rumah? Biar gue yang jagain ayah di sini," ujar Vega sambil menepuk pelan bahu Hana.
Hana yang sedari tadi tak melepas tatapannya dari sang ayah menoleh, "Lo aja yang pulang, biar gue jagain ayah. Lo udah tiga hari tidur di rumah sakit terus, pasti badan lo sakit karena tidur ngga nyaman."
Vega tertawa kecil, "Hey, Sister, sofa di sini lebih empuk dari kasur kosan gue btw. Santai aja, gue seneng kok."
Hana berdecak, "Sok kuat lo. Dah sana pulang, Ve. Besok kan lo mau presentasi kan? Lo harus tidur cukup biar besok bangun fresh terus presentasinya lancar."
"Nah justru itu gue ngga mau balik. Kalau gue balik kos bukannya belajar gue malah tidur. Kaya ngga tau gue aja. Kasur kosan itu posesip, guys," ujar Vega.
Hana tertawa pelan, "Itu sih dasarnya elo yang Pelor, Nempel Molor."
"Ngaca ya Ratu Bantal," balas Vega tak mau kalah. Lalu keduanya tertawa.
"Dah jam 9 ini Han, mending lo balik dah. Jangan bikin Ibu khawatir di rumah. Inget lo juga harus jaga kesehatan, jangan lupa tidur biar MUA nya ngga susah ngumpetin itu kantong mata," ejek Vega.
"Beneran lo ngga mau balik?" tanya Hana ngga enak sama Vega.
"Iyoo," jawab Vega mantap.
"Ya udah gue balik kalau gitu. Makasih ya Ve, lo dah banyak banget bantuin gue," ujar Hana membuat suasana jadi agak canggung.
"Halah gue ngga ngapa-ngapain, Han. Numpang tidur doang gue di sini," ucap Vega.
"Tetep aja gue makasih banget. Oh iya besok subuh gue ke sini kok, jadi lo bisa balik cepet," ujar Hana.
"Ebuset pagi amat. Lo part time jadi helper rumah sakit apa gimana?" tanya Vega heboh.
Hana tertawa kecil. "Gue ada meeting sama EO besok pagi. Abis kalau siang gue sibuk. Katanya sih mau ada perubahan konsep gitu jadi harus pagi-pagi banget biar siangnya bisa langsung dibreak down."
Vega mengangguk paham. "Eh ngomong-ngomong lo belum ngenalin calon lo ke gue. Masa gue harus taunya dari undangan lo sih, mana belum sebar undangan pula. Jahat lo sama sahabat sendiri."
Hana terkekeh, "Lusa dia ada rencana ke sini, jenguk ayah, bisa tuh lo ketemu."
Vega mengangguk lagi, "Nama deh nama. Biar gue ngga penasaran banget dan bisa tidur nyenyak."
KAMU SEDANG MEMBACA
ACTWY
Teen FictionMasa lalu tidak mengubah kita di masa depan. Tapi masa kini yang belajar dari masa lalu, mampu mempersiapkan dirimu di masa depan. Sederhana, Ini hanya teori, sampai kamu tau cara praktiknya, ini semua adalah realita. So, I will act, count, and thin...