10. Pertemuan Do Re Mi

1.3K 179 17
                                    

Author mau ceramah di part ini...
Kalau ada yang ngga sepakat mari kita diskusi ya, saling berbagi motivasi dan inspirasi 🥰

Happy reading...

*****

"Buka bab pertama. Silakan dibaca selama 20 menit."

Menjadi seorang dosen bukan perkara mudah. Terlebih di usia yang masih terlampau muda. Selain tuntutan keilmuan, seorang dosen tetaplah guru yang harus bisa digugu dan ditiru. Apalagi lawan mainnya bukan anak-anak berstatus siswa, tapi remaja pra dewasa yang berpangkat 'maha'siswa. Perlakuannya tentu beda.

Perkara terpenting dari sebuah pengajaran bukan sekadar bagaimana suatu ilmu bisa disampaikan, bukan terbatas pada kemampuan peserta didik menyerap ilmu yang diberikan. Terlepas dari semua itu, pekerjaan sesungguhnya seorang pengajar adalah kegiatan membina.

Membina muda mudi remaja menuju dewasa.
Membina muda mudi manja menjadi siap kerja.
Membina muda mudi kemarin sore menuju masa depannya.
Membina umat untuk sepenuhnya siap bermasyarakat.

Semua itu ada pada peran penting seorang guru termasuk dosen, yang mengambil tugas menyiapkan manusia-manusia tangguh yang menjadi aset bangsa.

"Sudah selesai kan membacanya? Ada pertanyaan?" tanya Vega pada mahasiswanya di kelas.

Hening, semua mahasiswanya hanya menatapnya datar. Dan beberapa saling menatap mencari mangsa untuk mengangkat tangan.

"Perasaan gue ngga enak," gumam Samsul pelan. Ia lantas melirik ke kiri dan kanan dimana Adia dan Ravin duduk dengan tenang.

Vega mengangguk kecil, "Hanya ada dua kemungkinan untuk diamnya seseorang. Sudah sangat paham atau sama sekali tidak paham. Jawab pertanyaan saya, 1 atau 2?

Samsul mengacungkan jari telunjuknya, tapi bukan ke atas, melainkan ke laci meja. Ia celingukan mencari teman untuk menjawab.

Jangan heran, Vega sendiri yang membuat peraturan di kelas untuk mengangkat tangan bagi yang hendak berbicara. Makanya mahasiswanya saling celingukan mencari teman.

Diam lagi. Tidak ada yang menjawab.
Vega mengangkat jari kanannya.
"Satu,,,,, dua,,,,, tiga."

"Siapkan kertas!"

Semua mahasiswa melotot kaget dan langsung sibuk menyiapkan kertas kosong. Ada yang menggunakan lembaran tengah buku tulis, kertas binder, HVS, dan bahkan folio.

"Yang kerja tangan, bukan mulut!" ujar Vega yang mendengarkan kasak kusuk dari mahasiswanya.

Berbagai tatapan tak suka pun ditujukan padanya tapi Vega tidak peduli.

Setelah dirasa semua sudah siap dengan kertas kosong di hadapannya, Vega langsung membagikan sepotong kertas yang sudah berisi 10 soal essay. Tentu saja semua mahasiswa di kelas itu mengumpat dalam hati.

"Kerjakan! Waktunya 1 jam! Ketahuan mencontek minus 10!" ujar Vega memberi peringatan.

Terdengar suara helaan napas di sana sini tapi Vega tetap membiarkan.

Satu jam berlalu, kertas putih yang tadinya putih sempurna sudah terisi buah tangan mahasiswa yang bisa dipastikan isinya fiksi semua.

Setelah itu, Vega memutar acak kertas-kertas lembar jawab mahasiswa itu untuk langsung dikoreksi oleh teman masing-masing.

Sambil mengoreksi, Vega menjelaskan materi yang baru saja mahasiswanya baca. 10 soal yang Vega ujikan merupakan 10 point penting di bab 1 bukunya.

Setelah selesai, Vega memanggil nama mahasiswanya satu per satu untuk dicatat nilainya.

ACTWYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang