Mohon maap kalau garing ya sobat.. wkwk
Happy reading....
******
Ravin, Tazki, Ares, dan Adia baru saja sampai di kampus. Setelah rapat di Kodim bersama Vega tadi, mereka kembali ke kampus, tepatnya di gedung PKM.
Setibanya di Gedung PKM keempatnya berpisah. Ravin dan Tazki berbelok ke tangga kanan menuju kantor senat, sedangkan Adia dan Ares ke tangga kiri, menuju kantor BEM.
Setibanya di lantai 2 Adia terkesiap melihat kehadiran sang pacar yang duduk di sofa ruang tengah dengan wajah kesal. Kedua tangannya bertumpuk di dada dan duduk bersandar di sofa.
"Udah ditunggu mimi peri tuh Di, mau diajak pulang ke kayangan," goda Ares. Adia tertawa kecil.
"Gue duluan," ujar Ares lagi lalu masuk ke kantor BEM.
Adia mengangguk lalu beringsut duduk di sebelah Xavier.
Xavier tidak memperdulikan kehadiran Adia di sampingnya. Cewek itu masih sibuk memperhatikan ruang sebelah dimana kantor senat berada.
Adia mengernyit mendapati tatapan sinis Xavier tertuju pada Ravin yang baru saja muncul dari tangga.
Ravin yang sadar dengan tatapan tak menyenangkan dari Xavier berhenti di dekat pintu. Ia lebih dulu meminta Tazki masuk lalu beranjak ke sofa yang ada di depan Xavier dan Adia.
Xavier langsung menegakkan duduknya. Menatap Ravin dengan galak, sedangkan yang ditatap masih datar-datar aja. Seolah tak sadar baru saja berbuat salah apa.
Dengan gerakan alis Ravin bertanya pada Adia. Tapi yang ditanya hanya mengendikan bahu.
Adia melirik Xavier. Ia tersenyum menyeringai lalu duduk bersandar pada punggung sofa. Tangan kananya menopang kepala pada pinggiran sofa. Menikmati pemandangan wajah manis sang pacar yang berkali lipat lebih imut dari samping.
"Darimana aja lo?" tanya Xavier galak pada Ravin.
Ravin sempat terlonjak kaget. Tapi hanya sebentar, ekspresinya dengan cepat kembali tenang dan santai.
Mengerti dengan situasi, Adia beranjak dari sofa. Cowok itu mengambil toples popcorn di kantor BEM, lalu kembali duduk di sebelah Xavier.
"Kuliah, makan, rapat ke kodim," jawab Ravin santai. Berasa diabsen kegiatan sama pacar, padahal dia jomblo.
"Lo lupa sama janji kita?" tanya Xavier mulai sedikit ngegas.
Adia menoleh kaget. Wajahnya mulai tidak santai.
Ravin menelan salivanya. Ia paham sekarang darimana sumber semburan maut dari Xavier.
"Gue ngga lupa," jawab Ravin dengan tenang.
"Terus kenapa lo ngga dateng ke ruang Kemahasiswaan tadi? Gue nunggu di sana 1 jam tau ngga?" tanya Xavier emosi. "Mana ngga ketemu orangnya lagi."
Ravin menghela napas, "Sorry. Gue tadi mau nyusul lo abis makan di kantin, tapi diajak Adia ke Kodim."
"Ngapain?"
"Rapat LDK."
"Biasanya kan cuma Kemahasiswaan sama presma wapresma, senat ngga ikutan," protes Xavier.
Ravin memberikan tatapan tajam pada Adia, meminta bantuan cowok itu untuk menjelaskan.
Adia yang ditatap langsung memalingkan wajah, melihat-lihat dinding putih di sekitarnya.
"Perasaan itu tokek udah ada sejak gue baru masuk BEM. Pasti sekarang udah tua, giginya tinggal dua," ujar Adia sok sibuk sendiri.
"Vin, kami tu butuh dana itu cepet. Gimana projeknya bisa jalan coba kalau ngga ada dana?" tanya Xavier.

KAMU SEDANG MEMBACA
ACTWY
Teen FictionMasa lalu tidak mengubah kita di masa depan. Tapi masa kini yang belajar dari masa lalu, mampu mempersiapkan dirimu di masa depan. Sederhana, Ini hanya teori, sampai kamu tau cara praktiknya, ini semua adalah realita. So, I will act, count, and thin...