Twenty Seven

7 3 2
                                    

Selepas jam kerjanya, Atika mengikuti  permintaan Ian untuk memberinya kesempatan menjelaskan dan meluruskan semua kesalahpahaman diantara mereka.

Saat ini mereka sudah berada didalam mobil yang melaju pelan entah kemana tujuannya Atika pun masih belum tau, beberapa kali Atika bertanya kemana tujuan mereka dan hanya dijawab "Kamu tenang aja, aku gak akan nyulik kamu" dan senyuman dari Ian yang membuat Atika kembali merasakan nyeri didadanya pasalnya kata-kata itu selalu digunakan Ian disaat mereka pergi bersama tanpa tujuan.

Mobil memasuki area gedung perkantoran yang tidak asing bagi Atika kemudian berhenti dihalaman parkir yang berhadapan dengan taman yang tidak terlalu besar dengan susunan huruf berukuran besar ALTAR PARK, Atika menahan nafas sejenak lalu menghembuskan dengan berat menatap taman didepannya.

"Kenapa kesini?" Tanyanya, dan mereka masih dan tetap duduk jok mobil.

"Kamu ingat gak? Taman ini saksi pertemuan pertama kita dan juga tempat aku minta kamu jadi pacar aku." Ian menatap lurus ke depan sana dengan senyuman masih menghiasi wajahnya tapi Atika bergeming, tidak menanggapi.

"Aku ingat banget, kamu beberapa kali nolak aku dengan banyak alasan tapi dengan bantuan Miftah akhirnya kamu mau nerima aku. Perjuanganku untuk dapetin kamu gak gampang, mulai dari kamu yang belum pernah pacaran, mau fokus sekolah, dan juga karna aku putra tunggal dari pemilik perusahaan besar di kota ini." Ian melirik Atika yang masih terdiam menatap lurus kedepan, lalu ia kembali melanjutkan,

"Tapi Dewi fortuna masih berpihak sama aku waktu itu, sampai akhirnya kamu luluh dan kau nerima aku." Ia tersenyum dan terus melirik Atika.

"Jadi kamu maksa aku ikut cuma buat nostalgia?" Atika tidak menatap ataupun menoleh pada Ian, sejujurnya hatinya kembali diporak-porandakan pria ini, Atika pikir ia sudah berhasil move on tapi seperti salah satu quotes dari novel yang pernah ia baca bahwa "Masa lalu sanggup mengobrak-abrik hati bahkan hanya dengan satu detik pertemuan", dan itu sepertinya benar.

"Hari dimana aku balik dari bali dan janji akan jemput kamu, mami minta aku buat jemput dia di mall dimana dia dan temannya lagi makan siang. Aku kesana tanpa ada firasat buruk sedikitpun. Mami ngenalin aku pada temannya dan anaknya, dia tante Siska dan anaknya, Selly."

"Tante Siska?" Atika menoleh pada Ian mendengar nama itu, yang dia ingat waktu menemani maminya Ian arisan, tante Siska yang kelihatan paling tidak suka dan memandang rendah dirinya.

"Kamu kenal?" Atika berpikir sejenak lalu menggeleng dan kembali menatap taman didepan, ia memilih untuk diam dan tidak menceritakan kejadian waktu itu.

"Disana mami terus bercerita tentang Selly dan keluarga tante Siska, aku mulai menangkap gelagat aneh sampai akhirnya mami dan tante Siska ninggalin aku duduk berdua sama Selly, aku langsung berterus terang kalo aku udah punya kamu dan sayang banget sama kamu, aku mengira itu akan membuat Selly menolak perjodohan ini tapi tidak, justru mami marah sama aku karna menceritakan tentang kamu ke Selly,  mami malah nekat mencelakai dirinya karna aku terus bersikukuh mempertahankan kamu." Atika menoleh pada Iam dengan mata yang membulat-tidak percaya.

"Segitu gak sukanya mami kamu sama aku?" Ian menatapnya sendu lalu menghembuskan nafas yang terasa berat karna begitu banyak hal yang menghimpit dadanya, lalu melanjutkan lagi.

"Tiga hari mami dirawat dirumah sakit, dan aku lebih memilih nginap dirumah Gibran dan selama aku gak dirumah, selama itu juga mami terbaribg sakit. Aku bener-bener gak tau harus gimana, disatu sisi aku gak bisa ninggalin kamu dan disisi lain aku juga gak mau kecewain wanita yang udah ngelahirin aku. Hampir seminggu aku cuma bisa ngeliat kamu dari jauh, mulai dari kamu berangkat sampai pulang kerja dan aku gak bisa apa-apa, aku takut keluarga Selly nekat celakain kamu dan akhirnya aku nerima perjodohan ini." Atika terus menatap Ian yang bercerita, tidak menyangka jika Ian pun sama tersiksanya dengan dirinya.

Hope Is YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang