Faiz memacu motornya membelah jalan kota, petang ini menuju tempat yang disebutkan Atika ditelfon tadi. Jam dipergelangan tangannya menunjukkan pukul 19:05, setelah sholat maghrib tadi ia berniat keluar untuk mencari makan malam tapi ia urungkan karena Atika yang tiba-tiba menelfonnya dengan isak tangis.
Ia memarkirkan motornya dipinggir taman yang terlihat temaram, berjalan masuk menyusuri taman, matanya menyapu sekeliling mencari perempuan yang menelfonnya tadi. Hingga matanya menangkap gadis berseragam minimarket yang terduduk dibangku semen dengan kepala menunduk.
Ia menghampiri lalu berjongkok didepan gadis yang terisak itu.
"Dia nyakitin kamu lagi?" Tanpa basa-basi, Faiz langsung mengutarakan pertanyaannya membuat gadis itu mendongak menatapnya, mata yang sembab dan pipi yang basah karena airmata membuat sesuatu didalam dada Faiz terasa nyeri.
Atika tidak menjawab, ia menatap Faiz dan justru semakin terisak dengan airmatanya yang semakin deras.
"Tunggu, pipi kamu kenapa?" Faiz mencoba menyentuh pipi kiri Atika yang kelihatan lebih merah dibanding pipi kanan, ia mengeluarkan ponsel dari saku celana chino pendeknya lalu menyalakan blitz untuk bisa melihat lebih jelas pipi gadis itu-karena penerangan disana sangat minim, mata Ian membulat dengan alis terangkat melihat pipi Atika yang memerah dengan sedikit memar.
"Dia mukul kamu?" Intonasinya mendadak meninggi melihat pipi Atika, dan Atika hanya menggeleng heran melihat reaksi pria didepannya."Nggak gimana? Jelas-jelas dipipi kamu merah, memar kayak gitu. Gila yah tu cowok." Faiz berdiri sambil berkacak pinggang.
"Bukan dia, tapi ibunya." Atika berkata lirih kemudian Faiz kembali menatapnya lalu duduk disampingnya.
"Tante Diana pikir aku yang ngajak Ian ketemu, dia pikir aku terus goda anaknya buat kembali sama aku. Padahal sama sekali nggak, hiks.. dia yang maksa aku ikut buat denger penjelasannya." Sambung Atika yang kembali terisak mengingat kejadian tadi."Lagian kamu kenapa mau ikut sama dia? Jadi ini alasan kamu ngehindarin aku? Karna kamu mau balik lagi sama dia?"
"Apasih? Ini gak ada hubungannya sama kamu. Aku ikut karna aku cuma pengen masalah sama dia bener-bener selesai, biar gak ada lagi alasan buat dia deketin aku."
"Bohong!"
"Terserah kamu mau percaya atau nggak. Aku bukan siapa-siapa yang harus buat kamu percaya sama aku." Atika berdiri lalu berbalik ingin meninggalkan Faiz tapi pria itu juga ikut berdiri lalu berdiri menghalangi jalan Atika.
"Mau kemana?"
"Mau pulang, minggir!" Pinta Atika dengan ketus begitu Faiz berdiri menjulang dihadapannya.
Faiz meraih pergelangan tangan Atika lalu berjalan dengan langkah lebar membuat Atika kesulitan mensejajarkan langkah dengan tangan yang digenggam.
"Ih lepasin, aku bisa pulang sendiri" Atika mencoba melepaskan tangan dari genggaman erat Faiz dan baru dilepas setelah mereka berada disamping motor yang terparkir.
"Dengan muka yang kayak gitu?" Atika menoleh pada kaca spion motor dan melihat pantulan wajahnya yang terlihat kacau.
"Kalo kamu bisa pulang sendiri, trus kenapa tadi nelfon aku minta dijemput?""Aku nelfon Miftah bukan kamu."
"Mana ada? Kalo memang kamu nelfon si Miftah Miftah itu, kenapa bisa panggilannya masuk ke nomorku?"
"Karna aku salah pencet, nama kontak kalian berdekatan dan mungkin karna mataku agak kabur gara-gara airmata jadi gak begitu jelas liat namanya." Jelas Atika sambil mendelik.
"Gak usah alibi!" Faiz lalu naik ke jok motor bagian depan sambil memakai helm.
"Dih, siapa juga yang alibi?!"

KAMU SEDANG MEMBACA
Hope Is You
Romance"Harapan itu angan, angan itu imajinasi dan imajinasi itu tak nyata." [Atika Nisfah Hasyim] "Jika aku bisa menjadi aladin dan mendapat keajaiban untuk mengajukan permohonan 1saja, aku akan meminta agar waktu bisa diputar kembali kemasa dimana aku ha...