Thirty Two

5 1 0
                                    

Obrolannya dengan Devi siang tadi terus terngiang dikepala Atika, beberapa kali ia harus mencoba fokus dengan pembahasan meeting dihadapannya tapi sekeras itu juga penggalan kalimat Devi terus menyerang pikirannya.

"Aku yakin kamu orang yang tepat untuk pak Faiz, dari sekian banyak perempuan yang pernah menjalin hubungan sama dia untuk bisa move on dari cinta lama nya. Cuma sama kamu dia berhasil melakukannya tanpa ada niat 'pelarian' seperti saat dengan perempuan-perempuan sebelum kamu" Atika menatap seksama wajah serius Devi dan mencerna dengan baik setiap kata yang melesat mulus dari bibir perempuan itu.

"Tapi, aku ngerasa gak masuk akal. Masa iya cuma dalam beberapa hari sama aku dia bisa move on, dan aku? Aku juga belum lama ini putus dari hubungan yang aku jalanin selama empat tahun. Gak logis kalo aku langsung bisa nerima dia."

"Kalo soal cinta itu jangan cari pembenaran di akal, gak akan pernah ketemu." Devi menyunggingkan senyum sebelum kembali melanjutkan.
"Cari pembenarannya tuh disini" perempuan berambut sebahu itu menunjuk kearah dadanya dengan masih tersenyum.
"Kamu kalo pake akal, gak akan nemu, pasti ada aja gak cocoknya. Jadi, khusus untuk masalah kalian dengerin hati kamu, karna kata hati gak akan pernah salah apalagi bohong."

Hingga meeting berakhir di pukul 15.25, Atika masih terus memikirkan kata-kata Devi di kantin tadi. Beruntung saat meeting berjalan tadi ia duduk dibarisan kedua dari belakang, pinggir dekat jendela jadi dari depan tidak begitu mengundang perhatian pemateri.

"Atika!" Ia menoleh kebelakang saat berjalan menuju tangga dan mendengar namanya dipanggil.

"Kenapa Dev?" Devi menghampirinya dengan sebuh buku catatan kecil ditangannya.

"Nih. Daritadi aku liat kamu gak begitu fokus sama pembahasan meeting, pasti beberapa poin penting gak kamu catet kan?" Devi mengerling sambil menyodorkan buku catatan berwarna kuning.

"Mata kamu jeli banget, padahal duduknya jauh dari kursiku." Devi terkekeh mendengar Atika lalu menjawab.

"Yaudah nih, kamu bisa pinjem dulu abis disalin baru balikin ke aku, mana tau tiba ditoko COS (Cief of Store) kamu nanyain catatan pembahasan meeting." Atika menerima buku dari tangan Devi sambil menyunggingkan senyum dan berterima kasih yang diangguki oleh Devi.

"Jangan lupa sama semua masukan-masukan aku tadi. Kamu harus jujur sama hati kamu sendiri." Setelah mengatakan itu, Devi pun berlalu sambil melambai ke Atika.

Atika menatap Devi yang menajuh menuju parkiran motor lalu mengendarai motornya, keluar dari area office melewati pos jaga security.

"Mau cari tempat buat ngelamun?" Suara bariton itu menyadarkannya dari tatapan kosongnya yang menatap kepergiaan Devi.

"Kamu? Sejak kapan disitu?"

"Baru aja, aku nyariin kamu di ruang meeting tapi udah kosong. Pas aku keluar ternyata kamu melamun disini." Faiz tersenyum menatap Atika.
"Mau pulang kan? Aku antar yah?" Lanjut Faiz dan Atika malah memicingkan mata.
"Kenapa?"

"Kamu mau jadi aktor?" Faiz memgernyit tidak mengerti mendengar pertanyaan Atika.
"Gak usah sok-sokan gak ngerti. Aku udah tau semuanya." Atika mencibir lalu berjalan meninggalkan Faiz yang masih tidak mengerti arah pembicaraan Atika.

"Tentang apa?"

Atika berhenti lalu berbalik menatap kedalam mata Faiz sambil membatin, 'apa iya aku harus nerima dia? Tapi apa mungkin dia gak ngecewain aku kayak Ian kemarin?'

"Hei! Kok bengong?" Faiz menjentikkan jari didepan wajah Atika membuat Atika mengerjap dan menoleh kebeberapa penjuru dan menyadari ada banyak pasang mata yang memperhatikan mereka dari sini.

Hope Is YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang