Atika POV
Aku mengendarai motor matic milik Miftah menuju rumah Ian, aku lumayan hapal dengan arah jalan nya karena sudah beberapa kali Ian mengajakku berkunjung kerumah nya dulu kadang sekedar menemani dia makan siang dirumah saat mami papi disibukkan oleh kegiatan masing-masing, atau kadang menonton film.
Aku memarkir motor tepat disamping pos satpam penjaga rumah Ian, kulihat ada seorang pria tinggi besar berseragam satpam duduk didalam pos sambil memainkan ponsel nya
"Pak Arman!"
"Eh? Neng Atika? Udah lama gak main kesini. Ada perlu apa neng?" Pria bertubuh besar itu memasukkan ponselnya di saku seragamnya kemudian keluar dari pos saat melihat ku
"Engh iya pak. Saya mau ketemu Ian. Ian nya ada pak?"
"Eh oh itu tuan Ian, bapak sama ibu lagi gak ada dirumah neng. Lagi ada acara diluar"
Seorang wanita paruhbaya masuk dari pintu pos bagian belakang dengan segelas kopi ditangan nya, menyela percakapanku dengan pak Arman "Arman. Nih kopi pesananmu, pisang goreng nya masih digoreng sama Lisa"
"Bi Mala?" Pandangan wanita paruhbaya tadi beralih dari pak Arman jadi menatapku
"Neng Atika? Maasya Allah neng, apa kabar? Udah lama banget gak kesini" Bi Mala lansung memelukku setelah meletakkan kopi ke meja disamping pak Arman "neng kesini pasti nyariin tuan Ian yah? Hiks yang sabar yah neng, bibi yakin neng Atika kuat" Ia masih memelukku dan kudengan Ia terisak tapi apa yang membuat beliau sedih?
Aku dan bi Mala memang lumayan akrab, karena dulu waktu aku selalu berkunjung kerumah ini aku selalu membantu nya menyiapkan makan siang untuk Ian dan dari beliau juga aku tau banyak tentang kebiasaan ataupun makanan favorit Ian.
"Bi Mala nangis? Bibi kenapa?" Aku melepaskan pelukan nya lalu menatap wajah senja beliau
"Neng kok kuat begitu hadapi ini semua. Bibi aja kadang gak kuat neng kalo ingat perjalanan hubungan kalian dan sekarang bisa jadi begini. Hiks hiks"
"Tunggu. Maksud bibi apa sih? Aku gak ngerti"
"Neng gak ngerti? Jadi neng kesini bukan karena tau kabar dari tuan Ian?"
"Bi, justru aku kesini karena Ian udah 2bulan gak pernah kasih kabar ke aku. Dia tiba-tiba menghilang tanpa alasan" bi Mala menghapus bekas airmata dipipi nya lalu menuntunku duduk dibangku yang ada dalam pos jaga
"Neng, denger yah tapi jangan syok" aku megangguk ragu dan debaran jantungku mulai tidak karuan takut mendengar hal buruk tentang Ian "bapak, ibu dan tuan Ian sekarang lagi gak dirumah. Mereka menghadiri acara peresmian CEO baru di Altar group dan sekalian pertunangan CEO baru itu sama anak dari temannya ibu" bi Mala melanjutkan dan aku masih melongo mencerna kata-kata yang diucapkan bi Mala, sesaat setelahnya aku baru paham malam ini peresmian CEO baru Altar group itu berarti Ian dan CEO baru itu akan tunangan sama anak dari temannya tante Diana, Ian malam ini tunangan? Dan aku?
"Bi, acaranya dimana? Aku mau kesana"
"Neng yakin?" Aku hanya menjawabnya dengan anggukan "di hotel Singgasana neng" setelah mendengarnya aku lansung berbalik dan berjalan cepat menuju motor yang kuparkir tadi
"Neng hati-hati" lagi aku hanya menganggukan kepala mendengar pesan bi Mala dibelakangku.Aku tetap mencoba fokus pada jalanan yang ada didepanku meskipun kepalaku penuh dengan pertanyaan-pertanyaan, kenapa Ian bertunangan dengan perempuan lain? Kesalahan apa yang pernah kulakukan sampai dia meninggalkan ku dengan cara ini? Apa selama 4tahun ini hubungan kami hanya candaan bagi dia? Sekilas kulirik cincin perak dijariku, dadaku terasa sesak mengingat semua kenangan dan perlakuan manis Ian selama ini padaku. Nggak, aku gak percaya sebelum aku melihat dengan mata kepalaku sendiri.
Kurang lebih 15menit perjalananku sampai ke hotel yang disebutkan bi Mala tadi. Aku memarkir motor asal lalu setengah berlari masuk ke dalam hotel tanpa memperdulikan tatapan orang-orang disekitarku hingga aku berada tepat didepan pintu ballroom, aku baru mau membuka pintu besar didepan ku tapi terhenti karena tiba-tiba suara berat menegurku
"Maaf apa anda tamu di acara bapak Andi Wihardi Altar? Bisa menunjukkan undangan nya?" Pria bertubuh tinggi bersetelean jas hitam didepanku menatap tegas
"Engh undangan? Tapi saya.. eh.. saya gak pu.." belum sempat kuselesaikan kalimatku pria tadi lansung memotongnya dengan memasang raut yang mulai menakutkan bagiku
"Jika tidak memiliki undangan tolong untuk tidak mendekat apalagi mencoba masuk kedalam wilayah acara"
"Tapi saya harus ketemu Ian pak. Tolong izinkan saya masuk sebentar aja" pria tadi mulai menyeretku menjauh dari pintu hingga suara bass menghentikannya
"Berhenti. Lepasin dia!" Aku menoleh dan menyipitkan mata mencoba mengenali wajah si pria bersuara bass "Atika lo ngapain?"
"Ah Gibran. Plis bantu gue, gue harus masuk gue mau ketemu sama Ian, gue.."
"Tapi pak, nona ini tidak punya undangan, dia tidak boleh masuk kedalam lingkungan acara" si pria penjaga tadi lagi-lagi memotong kalimatku
"Dia teman saya dan Ian, kamu gak usah khawatir dia bukan musuh Altar" si pria penjaga kemudian berlalu setelah pamit pada Gibran, yah aku ingat dia Gibran teman baik Ian sejak kecil, kami lumayan kenal baik karena sering jalan bertiga atau kadang berempat dengan perempuan yang dipacari Gibran.
"Kok lo bisa ada disini?"
"Gak penting kenapa gue bisa ada disini. Sekarang gue mau masuk dan mau lihat apa yang ada didalam, gue mau mastiin kalo Ian bukan laki-laki brengsek"
Tanpa memperdulikan Gibran aku lansung menerobos pintu cokelat besar didepan ku, aku mulai jalan perlahan mencoba mencari orang yang selama ini memenuhi kepala ku dan dia ada didepan sana berdiri didepan ratusan tamu dan sedang memasangkan cincin berlian di jari manis seorang perempuan bergaun merah marun anggun, setelah memasangkan cincin Ian dan perempuan itu tersenyum sambil mengedarkan pandangan keseluruh penjuru penghuni ballroom yang riuh dengan tepuk tangan. Hingga pandangan kami bertemu, senyumnya memudar dan aku? Hanya terdiam menatapnya dari jauh
"Tik? Lo gak apa-apa?" Suara Gibran menyadarkan ku, apa katanya? Gak apa-apa? Keadaanku sekarang lebih dari apa-apa. Aku beralih menatap Gibran lalu memilih pamit dari tempat menyesakkan ini.
"Lo gak mungkin gak tau apa yang gue rasain sekarang kan Ban? Gue mau pulang aja, yang terpenting gue udah tau jelas alasan Ian mengabaikan gue. Gue cuma mau titip pesan ke dia, tolong sampein rasa terimakasih gue buat 4tahun yang manis dan rasa sakit malam ini. Dan bilang juga ke dia kalo dia laki-laki terbangsat, brengsek dan pengecut karena gak berani meminta putus baik-baik dan lebih memilih jadi pecundang karena menghilang selama 2bulan ini dan gue malah tau berita ini dari orang lain"
Setelah mengungkapkan isi hati ku, aku meninggalkan ballroom dan hotel ini tanpa memperdulikan Gibran yang terus memanggilku dibelakang.
Sakit? Mungkin lebih dari itu
Hancur? Iya, berkeping-keping
Marah? Malu? Atau apapun itu rasanya semua sudah memenuhi rongga dada ku hingga rasanya terlalu sesak untuk bernapas.🖤🖤🖤
KAMU SEDANG MEMBACA
Hope Is You
Romance"Harapan itu angan, angan itu imajinasi dan imajinasi itu tak nyata." [Atika Nisfah Hasyim] "Jika aku bisa menjadi aladin dan mendapat keajaiban untuk mengajukan permohonan 1saja, aku akan meminta agar waktu bisa diputar kembali kemasa dimana aku ha...