41. Sorry

2.8K 587 132
                                    

Raja Ampat - 17.30 WIT


Wooyoung memandang lurus menatap pulau-pulau kecil yang tersaji di depannya.

Dari balik jendela kaca kamar resortnya, ia dapat melihat jelas pemandangan salah satu destinasi wisata terbaik yang dimiliki negeri ini. Hamparan laut biru dengan ombak yang berlarian ke bibir pantai serta pulau-pulau kecil di sekitarnya merupakan daya tarik tersendiri. Tapi Wooyoung justru tak tertarik sama sekali.

Lelaki itu kemudian menyandarkan diri ke sofa dan mendongak menatap atap kamarnya sambil menyesap rokok lalu menghembuskan asapnya pelan melalui mulut dan hidungnya.

Empat hari.

Empat hari lalu dia terbang kesini menyusul Om-nya yang sedang melakukan dinas, mulai empat hari yang lalu pula ia mematikan ponselnya, menutup akses dari 'dunianya'.

Selama empat hari itu ia terus berharap. Berharap sesak dalam hatinya dapat hilang, berharap luka di hatinya berangsur kering. Namun tidak, sakitnya makin terasa.

Ingatannya dengan tidak sopan melompat pada saat ia duduk di bangku SD Kelas Lima dulu. Saat ia mendesak Om nya agar bercerita kenapa teman-temannya memiliki Ayah dan dia tidak? Kenapa hanya ada Mama? Ia lelah diejek teman-temannya, pun ia lelah bertanya pada Mama karena Mama benar-benar bungkam soal ini.

Dan bergulirlah cerita Om nya. Tentang bagaimana semua berawal. Bagaimana sedih dan kacaunya Mama saat itu.

Mulai dari situ, Wooyoung berjanji pada dirinya sendiri untuk berbakti pada Mama. Wooyoung tidak boleh membuat Mama menangis. Wooyoung tidak boleh menyakiti hati Mama. Wooyoung akan melindungi Mama.

Dan

Mulai dari situ pula, ia berpikir, ternyata kelahirannya di dunia ini tidak pernah diinginkan. Bahkan mungkin disambut sumpah serapah kenapa harus ada dia di perut Mamanya saat itu.

Jika bayi lain akan disambut tangis bahagia saat pertama kali menghirup oksigen di dunia, mungkin saat itu, saat ia lahir, semua orang menangis sedih karena tau beban baru telah lahir. Dan tidak akan tau kapan beban itu akan pergi.

Beban itu akan terus hidup, tumbuh dan berkembang, terus melakukan banyak kesalahan dan menciptakan beban lain.

Dan beban itu adalah dirinya.

Jika saja dulu Mama tidak mengandung dirinya, mungkin Mama sudah bahagia sekarang. Bahagia didampingi suami dan keluarga kecilnya. Bukan malah hidup berdua dengan manusia yang kelahirannya tidak pernah dinantikan.


Yang bahkan berita akan hadirnya dia........tidak pernah diharapkan.


Jika saat ia lahir ia dapat berbicara, maka kalimat pertama yang ingin ia ucapkan adalah, maaf sudah lahir ke dunia ini.

Mata Wooyoung memanas. Dan entah sejak kapan tetes air matanya jatuh. Lelaki itu menunduk, kembali merasakan nyeri luar biasa dalam dadanya.

Nyatanya melarikan diri tidak menyembuhkan apapun.

Dia sudah lama hidup dengan luka, harusnya, dia tidak pergi kemari. Karena caranya menyembuhkan lukanya adalah dengan menutupi dengan luka yang lain. Dan akan terus begitu.

Karena selama ini lukanya tak pernah kering. Atau mungkin tidak akan pernah?

Wooyoung tersenyum getir lalu mengusap air matanya. Takdir seakan memiliki banyak stok luka dan sakit untuknya. Karena kalau boleh jujur, sesak dan lukanya tidak ada apa-apanya dibanding rindu yang ia rasakan.

Ah rindunya. Bagaimana dia bisa menjelaskan ini?

Wooyoung berlari kesini berharap bisa melatih dirinya untuk terbiasa tanpa gadis itu, agar nanti saat dia kembali dia sudah biasa tanpa gadis itu.

My Way: Jung Wooyoung [UNDER CONSTRUCTION]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang