Part 25

5.3K 207 2
                                    

Semuanya terenggut tanpa sisa.



Raya Zanna Kirania


Raya jatuh pingsan di lantai dengan darah yang terus menetes dari luka sayatan di pergelangan tangannya. Asri bersimpuh menaruh kepala Raya di pahanya sambil menepuk-nepuk pipi Raya pelan agar ia tersadar.

"Nona, Nona!"

"Siapapun di luar panggilkan dokter! Nona Raya tidak sadarkan diri!!" teriak Asri sambil meneteskan air mata.

Suara derap langkah menaiki undakan tangga menuju kearah kamar Raya terdengar membuat Asri menoleh keambang pintu masuk dan ia melihat Rayn dengan 10 bodyguard di belakangnya buru-buru Asri menunduk.

"Seret dia," kata Rayn kepada salah satu bodyguardnya.

"Baik, Tuan Muda,"

"TOLONG LEPASKAN SAYA TUAN! SAYA TIDAK BERSALAH TOLONG!!" teriak Asri memberontak meminta di lepaskan sebelum keluar dari kamar Raya.

Rayn berjongkok lalu memeluk Raya dengan raut wajah sedih. "Segera hubungi dokter Anggoro,"

"Baik, Tuan Muda," jawab salah satu bodyguard langsung menghubungi dokter Anggoro.

"Ini terakhir kalinya, aku janji tidak akan menyakitimu lagi sayang," lanjut Rayn dengan lirih sambil menggendong Raya ala bridal style ke atas ranjang.

Beberapa menit kemudian, dokter Anggoro datang ia langsung memeriksa kondisi Raya.

Anggoro menatap Raya sambil melepaskan stetoskopnya dengan menghela nafas pelan. "Nona Raya begitu stress dan itu akan membahayakan gangguan pernapasannya hingga mengakibatkan ia jatuh pingsan Tuan, saya sarankan agar tidak membuat Nona begitu stress atau akibatnya bisa fatal," jelas Anggoro kepada Rayn sambil bangkit berdiri dari atas ranjang. "Dan untuk luka sayatan dipergelangan tangan Nona, anda tidak perlu khawatir Tuan," Anggoro membungkuk hormat lalu undur diri keluar dari kamar Raya dengan di hantar oleh bodyguard yang berjaga di sisi Rayn.

Rayn hanya diam berdiri menatap Raya sebentar dengan kedua tangannya di saku celana kemudian, melangkah kearah balkon.

---

Diruang makan keluarga makan malam sedang berlangsung dengan tenang tanpa suara. Rei
mengelap mulut lalu bangkit hendak kembali ke kamarnya.

"Rei, ikut kakek," kata Alvero bangkit dengan dibantu tongkatnya melangkah mendahului Rei ke kamarnya.

Rei hanya berdehem lalu mengikuti Alvero dari belakang. Ketika sampai, di dalam kamar Alvero. Rei terkejut mendapati seorang lelaki berpakaian serba hitam menunduk melihat kedatangan Alvero.

"Angkat kepalamu, Hen," perintah Alvero kepada lelaki itu yang bernama Hendratno tangan kanannya dalam mencari informasi.

"Apa yang terjadi dengan keluarga Reno Wirya," ujar Alvero kepada Hendratno yang langsung mengangkat kepalanya menatap Alvero dan beralih menatap Rei.

Alvero paham arah pandang Hendratno mengetuk tongkatnya. "Dia cucuku, katakanlah," kata Alvero tegas.

"Reno mengetahui rahasia besar tentang kecelakaan yang dialami oleh keluarga Hafir dan Pramudana sampai meninggal dunia. Karena hal itu Reno dalam incaran musuh keluarga Hafir dan Reno dinyatakan meninggal dunia, sedangkan keluarganya sekarang berada di tangan Mafia Callous," jelas Hendratno kepada Alvero sedangkan Rei mengepalkan tangannya sambil menatap Hendratno tajam.

"Mafia Callous?!" tanya Rei kepada Hendratno.

"Iya, sampai saat ini pun saya tidak tahu keberadaan mereka. Terakhir kali saya mengikuti mobil pemimpin Mafia tersebut dan dia berhasil menghilang tanpa jejak."

"Kalau kau ingin Afifah dan Raya selamat bersabarlah kakek akan membantumu," kata Alvero penepuk bahu Rei pelan.

"..." Rei tidak menjawab ia memilih pergi dari dalam kamar meninggalkan Alvero yang menatap punggung cucunya mulai menghilang dari balik pintu.

"Cari tahu tentang Mafia Callous, apapun yang terjadi kebahagiaan cucuku adalah yang terpenting," perintah Alvero kepada Hendratno.

"Sesuai kemauan anda Tuan," jawab Hendratno kemudian melenggang pergi dari hadapan Alvero.

---

Rayn menadahkan tangan kanannya ketika rintik-rintik hujan turun perlahan-lahan menjadi lebat sambil memejamkan matanya menikmati hembusan angin.

"Bolehkah aku .. meminta padamu Tuhan? Aku ingin kau memberikanku kebahagiaan sekali saja, bersama dengan dia. Walaupun dia tidak mencintaiku tidak apa. Setidaknya, biarkan aku melihatnya tertawa bahagia bersamaku ...," batin Rayn.

Rayn membuka perlahan matanya kemudian melangkah meninggalkan balkon menuju kearah ranjang Raya. Lalu ia mendudukkan diri ditepi ranjang sambil mengelus pipi Raya dengan lembut.

"Berapa lama kamu akan tertidur, cepat bangun sayang aku menunggumu," lirih Rayn terus mengelus pipi Raya.

Wajah Raya begitu pucat dan suhu tubuhnya yang tinggi membuat Rayn merasa sangat khawatir,  walaupun suhu tubuh Raya sudah sedikit menurun tidak membuat kekhawatiran Rayn berkurang.

"Sadarlah," Rayn beralih mengelus tangan Raya kemudian, meletakkan kepalanya diatas tangannya.

Waktu terus berlalu ...

Pukul 00:00.

Rayn&RayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang