Mobil BMW Seri 5 silver diikuti oleh mobil ambulans, di belakangnya ada dua mobil BMW Seri 5 hitam, dan disusul oleh mobil brio ayla abu-abu memasuki halaman mansion keluarga hafir. kemudian, berhenti tepat di depan pintu masuk.
Fernando bergegas turun dari mobil hendak segera membukakan pintu mobil, turunlah Rayn dengan keadaan yang sudah tak lagi mengenakan jas hitamnya hanya menyisakan kemeja putih polosnya yang sudah terdapat banyaknya noda darah.
Rayn memusatkan perhatiannya kearah Sarfaras yang sedang menuntun Hilya turun dari mobil ambulans.
Dua orang bodyguard disisi pintu masuk membungkuk hormat lalu membuka pintu berdaun dua itu dengan perlahan.
Rayn mengambil langkah untuk segera masuk kedalam mansion dengan raut wajah datar diikuti oleh Fernando, Sarfaras, Hilya, dan para bodyguard.
---
Rama, ia mendengar suara derap langkah kaki yang mulai memasuki mansion pun segera melihat siapa gerangan? apakah Rayn? Benar.
Ia menghampiri mereka terutama ibunya Hilya, Rama menatap ibunya dengan wajah sendu. Ada perasaan berharap ia bisa memeluk ibunya untuk terakhir kalinya dan mengatakan bahwa ia sangat menyayangi Hilya.
Sebuah pikiran terlintas dibenaknya untuk meminjam sebentar raga Sarfaras kembarannya, untuk menolong Raya dan mengabulkan harapannya. Tanpa pikir panjang Rama pun segera memasuki raga Sarfaras mengambil alih tubuhnya, dan segera berlari menuju kamar Raya. Hal itu membuat Rayn menatap Sarfaras tajam kemudian, bergegas menuju kamar Raya diikuti oleh Hilya yang menatap khawatir Sarfaras, batinnya bertanya-tanya ada apa dengan putranya?
Pyar!!!
Sarfaras melempar gelas berisi susu itu ke lantai ketika hampir saja Raya meminumnya.
Rayn yang melihat hal itu langsung menarik kerah baju Sarfaras, ia menatap tajam Sarfaras dengan rahang mengeras. "Apa yang kau lakukan, bangsat!"
Sarfaras membalas tatapan tajam Rayn, tak ada rasa takut sama sekali dimatanya. "Susu itu ada racun, perhatiin baik-baik," kata Sarfaras sambil menunjuk ke arah lantai marmer yang semula putih bersih berubah menjadi oranye.
Rayn melepaskan kerah baju Sarfaras. Ia, mengepalkan kedua tangannya. Disisi lain Raya shock dengan apa yang dia dengar tentang racun? Siapa yang berniat membunuhnya? Ia langsung berdiri dari kursi riasnya.
"Berani-beraninya! Fernando!! Panggil semua orang kemari!!" teriak Rayn dengan lantang yang mengejutkan semua para pekerja mansion.
Sarfaras melipat tangan di depan dada sambil menyunggingkan senyum manisnya, inilah yang ia tunggu-tunggu awal kehancuran bagi mereka yang berani menyakiti Raya.
"Lo lupa Ray, masih ada pelayan di sini, berdiri kaku, hingga lupa-,
Raya menghampiri pelayan itu dengan isak tangis, ia menatap pelayan itu yang terdiam kaku ketika melihat perut buncitnya yang usia kandungan 8 bulan.
Perkataan Sarfaras terpotong oleh perkataan Raya, "Kenapa? Kenapa kamu mau bunuh aku dan anakku?" tanya Raya dengan air mata yang tak lagi bisa ia tahan, walaupun ia berduka atas semua musibah yang ia rasakan, dan penderita yang ia alami sekarang bukan berarti ia ingin anaknya tiada. Ia sadar, mau gimanapun anak yang di dalam kandungannya tidak bersalah.
"Tenang Afifah, ayolah," ujar Afifah melalui batinnya.
"Itu susu kunyit nona, bagaimana mungkin saya berani menyakiti anda," terang pelayan itu, ia berusaha menahan gugup dengan keringat dingin membasahi pelipisnya.
"Bohong!! Kalau memang bener itu susu kunyit kenapa waktu kamu kasih ke aku, susu itu seperti susu biasa bahkan tidak ada warnanya, kamu bener-bener wanita kurang ajar!!!" cerca Raya penuh emosi
"Raya, hey sayang ..." panggil Rayn mendekat kearah Raya lalu mengusap punggung Raya guna meredam emosinya. Raya mengusap perut buncitnya sambil memejamkan mata hal itu terlihat jelas di mata Afifah yang tersenyum penuh arti, tanpa basa-basi Afifah langsung mengambil serpihan beling gelas di lantai dan maju hendak menusuk perut buncit Raya, tetapi sayang hal itu digagalkan oleh Sarfaras dengan memegang pergelangan tangan Afifah. "Lepas! Lepas! Sialan lo!" teriak Afifah sambil menggerakkan tangannya.
Sarfaras tiba-tiba menghempaskan tangan Afifah lalu menekan bahu kanannya hingga berlutut dihadapannya. "Permainan yang sangat menarik," ujarnya sambil tersenyum manis.
"Kayaknya lo harus masuk rumah sakit jiwa, biar lo bergaul sama orang-orang yang sama, sakit jiwa," ujarnya sarkas
"Gue belum puas sebelum ngeliat Raya menderita dan anak yang dikandungnya mati," kata Afifah sambil menggertak kan giginya.
"Bangsat!"
Rayn menendang Afifah hingga tersungkur lalu menginjak tangan Afifah dengan beralaskan sepatu hitam formalnya. "Mimpi," desis Rayn menarik rambut Afifah hingga menyeretnya keluar dari kamar Raya. Meninggalkan Hilya, Sarfaras dan Raya.
"Raya," panggil Hilya sambil mendekat menghampiri Raya. "Kamu apa kabar sayang? Udah lama Mami ngga denger kabar dari kamu, tau-tau kamu udah mengandung, sebenernya apa yang terjadi nak?" tanya Hilya wajahnya menatap Raya sendu.
"Raya baik," menjeda perkataannya Raya masih mengelus lembut perut buncitnya, "Iya, awalnya Raya nggak terima semua ini, dari kejadian Raya kehilangan keluarga, hingga Raya dipaksa untuk menetap disaat pendirian Raya bukan di sini, tapi pada akhirnya Raya sadar setelah semua yang Raya lalui ini, kalau apa yang terjadi sama Raya sekarang adalah takdir, Raya sekarang sadar dan waktunya buat nerima, mau gimanapun Raya nggak mau semakin banyak yang jadi korban keegoisan Raya."
"Maaf, Mami ngga ada disaat kamu butuh," kata Hilya menghambur memeluk Raya, hatinya sakit mendengar semuanya.
"Mami berharap kamu bahagia terus Raya, hari ini dan seterusnya semoga hanya ada kebahagiaan karena bagaimanapun orang yang baik selalu dapat akhir yang baik," kata Hilya melalui batinnya.
Sarfaras terenyuh melihat kedekatan antara Raya dan ibunya. Sarfaras mendekati keduanya lalu berdehem. "Mi, aku mau bilang sesuatu," kata Sarfaras membuat Hilya melerai pelukan beralih menatap putranya itu, seperti ada hal yang mengganjal hatinya ketika tatapan Sarfaras begitu berbeda disudut pandangnya.
"Mi, aku sayang banget sama Mami, jangan pernah sedih, walaupun Rama udah ngga ada disamping Mami, masih ada Sarfaras dan Papi, dan jangan pernah ngerasa bersalah lagi ya atas apa yang menimpa Rama, Rama ngga akan pergi jauh Mi," kata Sarfaras lirih, ia terenyuh ketika tetesan air mata yang mulai jatuh dari pelupuk mata ibunya, Rama menghapus air matanya kemudian, memeluk Hilya untuk terakhir kalinya, "Rama sayang Mami."
"Mami, beruntung punya anak kayak kalian berdua, Mami berusaha ikhlas sekarang walaupun berat Mami bakal berusaha, makasih nak."
Sebelum benar-benar keluar dari raga Sarfaras Rama menyempatkan diri untuk menghampiri Raya, mereka saling tatap satu sama lain, "Raya, apa gue boleh minta sesuatu?" tanya Sarfaras hati-hati.
Raya mengernyitkan dahinya, "permintaan?"
"Iya. Permintaan buat ngelus perut buncit lo, apa boleh?"
Raya mengangguk, Raya berpikir tidak ada salahnya hal itu dilakukan Sarfaras selebih tebtang kejadian waktu itu yang membuat Raya berpikir berulang kali bahwa Sarfaras membencinya, tidak ada salahnya berdamai.
Rama memegang tanpa mengelus perut buncit Raya, "jaga diri baik-baik," ujar Sarfaras lalu menarik kembali tangannya. Tepat saat itu juga Rama keluar dari raga Sarfaras, kemudian tersenyum sebelum perlahan-lahan hilang.

KAMU SEDANG MEMBACA
Rayn&Raya
Mystery / ThrillerRaya tidak sengaja bertemu dengan Rayn yang saat itu sedang tawuran dengan sekolah lain justru membuat Rayn jatuh cinta pada pandangan pertama kepada Raya. Akan tetapi, ketika mengetahui Raya telah bertunangan perasaan Rayn mulai berubah menjadi Obs...