Part 32

4.2K 154 2
                                    

Disalah satu Rumah sakit jiwa di Jakarta Barat Dr. Soeharto Heerdjan. Di bangsal 13 pasien seorang wanita paruh baya berteriak-teriak memanggil nama putrinya. Perawat yang menangani pasien wanita paruh baya itu di buat kewalahan. Hampir setiap hari ia berteriak marah sambil melempar barang, dan parahnya ia pernah mencelakakan perawat yang berniat menyuntikan obat penenang dengan mencekik, mengigit tangannya hingga berdarah.

"Ibu tenang dulu ya, putri ibu ... jika ibu tenang, saya janji akan membawa putri ibu kemari," ujar seorang perawat yang mengantikkan perawat lain untuk menangani wanita paruh baya itu.

"Putriku akan datang, putriku akan datang! Hore ..!" wanita paruh baya itu bertepuk tangan sambil berjingkrak-jingkrak kesenangan.

Menghela nafas berat perawat itu berjalan perlahan menuju wanita paruh baya itu dengan membawa nampan instrumen berisi alat, dan obat-obatan. "Ibu mau ketemu putri ibu kan, kalau gitu ibu harus ikutin kata saya .. biar sembuh terus ketemu sama putri ibu," perawat itu meletakkan nampan instrumen diatas brankar lalu memegang kedua bahu wanita paruh baya itu menuntunnya agar duduk di brankar.

Wanita paruh baya itu adalah Comala. Keberuntungannya 1 bulan lalu ketika Jack membawa Comala kerumah sakit jiwa atas perintah dari Rayn. Pada saat itu pula ia memutuskan untuk berpura-pura sakit jiwa agar terlepas dari genggaman seorang penulis artikel sekaligus wartawan terkenal bernama lengkap Jacklee Vernanz yang memiliki penyakit hypersex.

Perawat itu mengisi jarum suntik dengan cairan obat tidur, lalu mulai menusukkan jarum ke lengan bagian atas Comala, ketika cairan sudah keluar secara perlahan, ia mencabut jarum, dan menutup luka dengan perban kecil. Perawat itu tersenyum sambil membaringkan Comala di brankar lalu memposisikan bantal di kepalanya.

Ia menatap terkejut ketika tangannya digenggam oleh Comala. "Nak, harapan ibu hanya satu sebelum pergi .. ibu ingin bertemu dengan putri ibu ... tolong pertemukan ibu dengannya," lirih Comala menatap samar-samar kearah perawat itu sebelum matanya benar-benar tertutup.

"Ibu ini masih waras, dan kenapa dia pura-pura?" tanya perawat itu melepaskan genggaman Comala lalu merapatkan selimut hingga batas lehernya.

"Siapapun kamu, kamu beruntung memiliki ibu yang menyayangimu dengan tulus seperti ini."

"Sayangnya sedikit anak yang menyadari betapa pentingnya seorang ibu di dunia ini, mereka memilih membuang orangtuanya demi keegoisan mereka sendiri. Jika terlambat menyadarinya, suatu hari nanti hanya penyesalan yang dapat mereka rasakan."

Perawat itu bangkit berdiri sambil memegang nampan instrumen. Sebelum keluar dari bangsal 13 yang hanya ditempati oleh Comala, perawat itu menatap Comala sebentar lalu melenggang pergi, dan tidak lupa ia menutup pintu.

Perawat itu berjalan lurus menyusuri koridor sambil melirik kearah beberapa pasien sedang duduk dipinggir koridor. Ada yang berbicara sendiri, bermain boneka, tersenyum terkadang mengacak-acak rambutnya, dan adapula yang bermain kejar-kejaran dengan pasien lain di koridor.

"Hai cantik. Jadi pacarku mau?" seorang lelaki remaja sekitar umur 16 tahun berdiri tepat didepan perawat itu. Remaja itu tersenyum manis menatap perawat itu yang akan berbelok ke arah kanan koridor hendak menuju keruang dokter spesialis kesehatan jiwa.

"..." perawat itu tidak menjawab, ia malah melewati remaja itu begitu saja.

"Hei!"

Perawat itu tersentak ketika pergelangan tangannya di cengkraman erat oleh remaja itu, lalu pandangannya membelalak melihat remaja itu hendak menamparnya. "Jadi pacarku atau kau ku pukul, gadis brengsek sepertimu pantas menerima ini. Kenapa kau ga mau dengan ku, apa karena aku jelek iya ha-ha-ha ... Aku jelek ...!"

"Jawab! Atau kau ku pukul!" hampir remaja itu melayangkan tamparan kepada perawat itu jika saja dokter itu tidak ada.

Seorang lelaki muda memakai jas putih berjalan di koridor menuju ruangannya bersama dengan 1 perawat berhenti sejenak ketika melihat salah satu pasiennya bernama Ricotta berbuat ulah.

"Rico! Masuk ke ruangan mu sekarang atau, gadis itu tidak akan menemui mu!"

"Aku mencintainya, aku, aku mencintainya!!" Ricotta berteriak keras lalu pergi berlawanan arah dengan berlari kencang.

Soeharto Xperio, atau bisa dipanggil dokter Rio ialah seorang lelaki yang diusia muda sudah membangun rumah sakit jiwa di berbagai daerah Jakarta misalnya, rumah sakit Dr. Soeharto Heerdjan di Jakarta Barat. Ia juga menjabat sebagai dokter spesialis kesehatan jiwa SpKJ dirumah sakit tersebut.

"Siska, tolong periksa Rico di bangsal nya. Pastikan dia di suntikan obat penenang, agar tidak berbuat ulah," perintah Rio kepada perawat yang bersamanya.

"Baik, dok," jawab Siska lalu melaksanakan tugasnya sebagai seorang perawat.

"Dan kau, apa yang kau lakukan disini?" tanya Rio kepada perawat itu yang sedari tadi berdiam diri.

Sebelum perawat itu membuka suara, Rio lebih dulu menyela. "Lebih baik keruangan ku." Rio berjalan menuju ruangannya diikuti perawat itu dari belakang.

Rayn&RayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang