Afifah terbaring lemah di atas ranjang kamar bernuansa abu abu dengan kondisi leher dan bahunya di perban. "Kira-kira gimana ya keadaan ibu?"
Sedangkan diluar kamar Rei sedang bersama dokter pribadi keluarganya. "Beruntung luka di lehernya tidak terlalu parah. Jika tidak, saya tidak menjamin dia bisa sadar Tuan."
"Anda tidak perlu khawatir .. beberapa hari istirahat, dan teratur minum obat lukanya pasti akan sembuh. Kalau begitu saya permisi Tuan," lanjut dokter itu lalu berlalu pergi dari hadapan Rei.
Rei membuka pintu kamar hendak menghampiri Afifah. "Jangan banyak gerak dulu," ujar Rei berdiri tegak dengan kedua tangan berada di saku celana pendek distro nya sambil menatap Afifah yang juga tengah menatapnya.
"Makasih Rei udah mau nolongin gue, kalau nggak ada lo, entah gimana nasib gue .."
"Kita kan sahabat, udah seharusnya gue bantu lo, jadi santai aja," Rei berbalik menghadap kearah balkon. "Menurut lo, apa Raya baik-baik aja sekarang?"
"Dia sama Rayn, pasti baik'. Kenapa?" tanya Afifah.
"Apa lo suka Raya?" tanya lagi Afifah kepada Rei sambil mengigit bibirnya menunggu jawaban.
"Iya, gue suka Raya. Tapi gue sadar diri, Raya cuman anggep gue sahabat nggak lebih. Dari awal SMA kita sama-sama, gue nggak mau persahabatan kita hancur .. gue berusaha buat lupain dia, tapi hasilnya nihil, setiap gue deket sama cewek yang ada dipikiran gue cuman Raya, dan Raya."
Rei berjalan menggeser pintu kaca hendak menuju balkon meninggalkan Afifah yang hanya menatap kepergian Rei dengan tatapan sendu.
"Selalu Raya, dan nggak ada yang peduli sama gue. Orangtua gue, sekarang lo juga .. gue juga pengen dicintai, kayak Raya. Nggak adil rasanya ..." Afifah bergumam pelan.
"Selama tiga tahun, gue pikir lo juga ngerasain hal yang sama .. perasaan ini bakal dibales, tapi nyatanya ... Gue yang terlalu berharap sama lo ya Rei." batin Afifah.
Afifah memejamkan mata setetes air matanya jatuh membasahi pipinya.
Rei mendongak menatap langit biru yang cerah. "Gue cinta sama lo Ray, hati gue sakit kalau lo bener hamil anak Rayn. Gue belum siap kalau itu bener-bener terjadi, dan gue juga nggak mau nyakitin lo. Yang gue mau anak itu nggak lahir ke dunia dengan terpaksa gue harus bunuh dia, gue tahu lo juga nggak berharap anak itu lahir kan?"
Pintu kamar yang tidak tertutup rapat membuat Alvero mendengar perkataan Afifah ketika ia ingin memeriksa keadaannya. Ia tersenyum misterius lalu memilih menuju kamarnya berada di sebelah kamar yang Afifah tempati.
"Ayah udah meninggal. Selain itu ibu gue nggak tau dimana, dan sekarang Rei bilang kalau dia cinta Raya ... Kalau gitu, apa yang harus gue takutin. Gue udah kehilangan orang yang gue sayang. Ga ada alasan buat gue nggak benci Raya ... dan gue yakin kalau dia nggak ada. Semua kasih sayang dari orangtua gue, dan cinta dari Rei bakal milik gue .."
"Mereka penyebab kehancuran hidup gue, harus mati ditangan gue," ujar Afifah penuh dendam sambil menatap kearah Rei yang ada di balkon lalu ia terkekeh. "Emang bener ya, cinta bisa buat orang yang waras jadi gila."
---
Didalam jeruji besi terdapat 6 orang berbadan kekar dengan penampilan seperti preman tengah mengepung Rama yang duduk di pojok jeruji. Dari 6 orang diantara mereka mulai maju menarik pergelangan tangan Rama lalu menghempaskan tubuhnya di jeruji hingga mengeluarkan suara benturan keras.
Rama berdiri memasang kuda-kuda sambil mengepalkan tinju lalu mulai melayangkan tinjunya kearah wajah lawan dengan gerakan cepat hingga lawannya yang belum siap tersungkur. "Mau lawan gua rame-rame gua jabanin sini, lu pikir gua takut huh!" gertak Rama ketika 5 orang yang tersisa menatapnya remeh.
"Saya yakin kamu bisa mengalahkan mereka. Tapi kamu harus tahu alasan kamu dibebaskan." tiba-tiba Fernando membuka suara sambil bertepuk tangan.
"..."
"Bukankah bertemu dengan Raya adalah hal yang kamu nantikan?"
"Hari demi hari kondisinya .. semakin buruk semenjak dinyatakan hamil. Jika kamu bertemu dengannya mungkin saja ada harapan membuatnya bertahan hidup. Janin di dalam kandungannya juga akan selamat .. anggap saja sebagai penebusan dosa," lanjut Fernando menatap Rama penuh harap.
"Janin?" tanya Rama dengan raut wajah terkejut melirik kearah luar jeruji dimana Fernando berdiri tegak dengan penampilan formalnya.
"Ya, janin. Raya saat ini sedang mengandung."
"Apa anak .. dari Rayn?" tanya Rama langsung menghadap Fernando sambil mencengkeram erat jeruji besi.
"Kamu benar. Maka dari itu kamu harus bebas, dan bertemu dengannya," jawab Fernando lalu menghela nafas sejenak sebelum melanjutkan kata-katanya.
"Temui lah dia, jika kamu benar-benar ingin melihatnya walaupun tidak lagi memiliki."
KAMU SEDANG MEMBACA
Rayn&Raya
Mystery / ThrillerRaya tidak sengaja bertemu dengan Rayn yang saat itu sedang tawuran dengan sekolah lain justru membuat Rayn jatuh cinta pada pandangan pertama kepada Raya. Akan tetapi, ketika mengetahui Raya telah bertunangan perasaan Rayn mulai berubah menjadi Obs...