Part 34

4.4K 146 3
                                    

Pukul 00.00 dini hari.

*

Dikarenakan hanya ada kamar Abdiel selain kamar Raya dilantai 2, Rayn pun memilih menempati kamar Abdiel, selama ia berada dimansion Hafir.

Rayn awalnya memejamkan mata tenang dengan nafas teratur, tiba-tiba keningnya mengkerut.

Rayn memfokuskan tatapannya kearah layar ipad nya memperlihatkan data keuangan statistik perusahaan miliknya. Namun, panggilan masuk dari ponselnya diatas meja kerjanya mengganggu konsentrasinya. Tanpa melihat siapa sang penelepon ia menggeser tombol hijau lalu membenarkan letak earphone ditelinga kanannya.

"..."

"Apa! Perketat keamanan mansion! Jangan biarkan siapapun keluar!"

"..."

Rayn menutup panggilan telepon lalu meletakkan ipad berlogo Apple itu secara kasar. Ia memilih menyambar kunci mobilnya secara terburu-buru melangkah keluar menyusuri lobby.

"Selamat siang pak."

"Semoga hari anda menyenangkan."

"Siang pak."

Diluar lobby ketika bodyguard hendak membukakan pintu mobil BMW X5 hitam itu, Rayn sudah lebih dulu membukanya dan langsung masuk. Mobil itupun melaju meninggalkan area perusahaan dengan kecepatan tinggi hendak menuju mansion Hafir.

Suara decitan ban mobil BMW X5 itu cukup keras setelahnya terparkir di halaman mansion. Kemudian Rayn turun dari mobil tanpa menutup pintu mobilnya.

Berjalan tergesa-gesa dengan tangan terkepal kuat serta tatapan tajam menghunus bagai pedang. "Maafkan kami Tuan muda ...," ujar seorang bodyguard memberanikan diri menghadap Rayn.

"Bodoh!" maki Rayn melayangkan sebuah pukulan keras kearah wajah bodyguard itu. "Kalian semua tidak berguna! Menjaga satu orang saja tidak becus! Cari pelakunya! Periksa semua cctv!" tanpa membalikkan tubuhnya, Rayn terus melangkah menaiki undakan tangga menuju kamar Raya.

"Tuan, Non-"

"Pergi." ujar Rayn dengan suara rendah kepada Anggoro yang tengah berdiri hendak menjelaskan keadaan Raya.

"Baik, Tuan muda." Anggoro membungkuk hormat lalu melangkah keluar.

"Lagi-lagi aku hampir kehilanganmu, Raya," lirih Rayn sambil memandangi Raya yang berada di atas ranjang dengan mata terpejam. Ia melangkah menghampiri Raya lalu menunduk sedikit hendak mengelus perut buncit Raya. "Ayah sayang kalian .. jaga ibumu, ayah akan segera kembali."

Rayn menarik tangannya sambil memejamkan mata sejenak sebelum melangkah keluar dari kamar.

"Berani-beraninya mereka ingin melenyapkan anakku heh!" desis Rayn sambil menuruni undakan tangga.

"Kalian semua berkumpul!!" teriak Rayn naik beberapa oktaf mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan mansion.

Berjejer 50 orang bodyguard 20 maid menghadap kearah Rayn berdiri. "Jelaskan." Tidak ada yang berani menatap Rayn mereka semua hanya menunduk dalam.

"Jelaskan," perintah Rayn tegas.

Seorang maid melangkah keluar dari barisan, tanpa menatap Rayn. "S-saya melihat seorang maid tetapi wajahnya asing bagi saya Tuan, awalnya saya kira karena saya tidak terlalu memperhatikan wajah-wajah seluruh maid di mansion ini jadi saya biarkan saja. Se-makin lama kelakuannya aneh ketika saya tanpa sengaja melihat tatapan maid itu kearah Nona seperti tatapan kebencian. Maafkan saya Tuan muda saya telat menyadari maksud dari maid itu, ternyata m-maid itu ... Ber-niat m-embunuh Nona dengan M-mencampurkan ra-cun dimakanan Nona Raya," maid itu menjelaskan dengan tangan gemetar hampir menenteskan air mata.

Hening ...

Suasana berubah menjadi mencekam.

Rayn langsung membuka matanya sambil memandangi langit-langit kamar. "Sial, lagi-lagi mimpi buruk."

"Seperti nyata, apa mungkin?"

"Penyamaran, maid, racun, kebencian .."

"Kira-kira siapa?"

Rayn memijit pelipisnya. Kemudian mengambil ponselnya diatas nakas sambil bergumam. "Jam 07.30, sudah pagi ternyata."

---

Rama berdiri sambil memandangi penampilannya di depan cermin besar kamarnya. Kemeja putih polos dipadukan celana bahan. Rama memasukkan satu sisi kemeja ke dalam celananya, lalu mengambil kacamata hitam diatas nakas.

Rama terkejut ketika melihat ke cermin Sarfaras mengendap-endap masuk tanpa suara kedalam kamarnya. Ia membalikkan tubuhnya menghadap Sarfaras yang juga tengah menatapnya dengan tersenyum lebar. "Lo, Lo ngapain sih?" tanya Rama.

"Jenguk saudara kembar gua lah, owh lu keliatan baik-baik aja ya .." Sarfaras melangkah kearah Rama lalu langsung merangkul bahunya. "Wangi, mau kemana? Mending main sama gua aja."

Rama mendengar kalimat main' buru-buru ia  melepaskan rangkulan Sarfaras, dan memilih berlari keluar dari kamar. Ia berhenti sejenak menatap Sarfaras sambil bergidik ngeri lalu berteriak. "Gila!" Sedangkan Sarfaras terkekeh geli dengan bersedekap dada mendengar derap langkah Rama terbirit-birit berlari menuruni undakan tangga. "Gua nggak nyangka, lu masih idup," gumam Sarfaras.

Rayn&RayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang